Pengerasan Jalan di Atas Tanah Warga: Salah Langkah atau Sekadar Lupa Prosedur?

Breaking News
- Advertisement -

Mudanews.com-Opini Investigatif | Pembangunan infrastruktur desa seharusnya menjadi wajah dari kemajuan dan partisipasi warga. Namun, tak jarang pembangunan justru memicu konflik — bukan karena proyeknya, melainkan karena cara dan proses yang mengabaikan prinsip tata kelola dan hukum.

Hal ini nyata terjadi di Dusun Bahagia, Desa Rantau Panjang, Kecamatan Karang Baru, Aceh Tamiang. Proyek pengerasan jalan sepanjang 300 meter dengan anggaran lebih dari Rp 51 juta dari Dana Desa Tahun 2025 memunculkan sengketa dengan warga pemilik lahan.

Tanpa Izin, Tanpa Pemberitahuan

Informasi yang dihimpun media menyebutkan bahwa pihak keluarga pemilik tanah, yang lahannya terdampak proyek, tidak pernah memberikan izin atau persetujuan, baik secara lisan maupun tertulis. Bahkan, mereka mengaku tidak mendapat informasi apapun dari perangkat kampung sebelum pembangunan dimulai.

Ironisnya, menurut informasi, setelah jalan selesai dibangun, salah satu perangkat desa justru datang meminta fotokopi KTP kepada keluarga pemilik tanah. Tindakan yang dilakukan setelah proyek rampung ini jelas mencerminkan kelalaian dalam perencanaan dan pengabaian terhadap hak warga.

Mediasi Gagal Capai Kesepakatan

Menurut informasi, permasalahan ini telah difasilitasi oleh pihak kecamatan melalui forum mediasi resmi. Dalam pertemuan tersebut, pihak pemerintah kampung disebut mengakui kesalahan prosedural dan menyampaikan permintaan maaf.

Namun, hingga batas waktu penyelesaian berakhir, tidak ada titik temu. Keluarga tetap menolak menghibahkan tanah karena menilai proyek tersebut dilakukan sepihak dan menabrak hak milik pribadi.

Akibatnya, status hukum dari jalan yang telah dibangun dinyatakan ilegal — karena tidak dilandasi dokumen hibah atau perjanjian yang sah. Proyek ini terbuka untuk disengketakan secara hukum, dan berisiko menimbulkan konsekuensi perdata, administrasi, maupun pidana.

Benang Merah Permasalahan

1. Minimnya partisipasi warga dalam tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek.

2. Tidak adanya surat hibah atau dokumen legal yang menjadi dasar penggunaan lahan.

3. Proyek cacat hukum dan administratif, serta berisiko menjadi temuan audit.

4. Kepercayaan warga terhadap aparatur desa ikut rusak, akibat lemahnya komunikasi dan penghormatan hukum.

📚 Perspektif Hukum dan Etika

1. Hukum Perdata: Perbuatan Melawan Hukum

Membangun di atas tanah milik warga tanpa persetujuan dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum (PMH), sebagaimana diatur dalam:

Pasal 1365 KUHPerdata:
“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

Jika pemilik tanah menggugat, pemerintah desa dapat dikenakan ganti rugi atau pemulihan hak.

Pasal 1367 KUHPerdata:
Mengatur bahwa pihak atasan dapat dimintai pertanggungjawaban atas kelalaian bawahannya.

2. Hukum Administrasi dan Dana Desa

Penggunaan Dana Desa wajib tunduk pada asas legalitas dan pertanggungjawaban keuangan:

Pasal 24 ayat (1) Permendagri 20/2018:

“Setiap pengeluaran atas beban APB Desa harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah serta dilakukan dengan prinsip efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab.”
Dan terkait aset:

Pasal 10 ayat (1) Permendagri 1/2016:

“Perolehan aset desa dari hibah… dibuktikan dengan berita acara serah terima dan dilengkapi dengan dokumen kepemilikan yang sah.”

Tanpa dokumen tersebut, aset tidak sah secara hukum, dan anggaran yang digunakan bisa tergolong penyalahgunaan.

3. Risiko Pidana: Penyalahgunaan Wewenang

Jika ada indikasi kesengajaan atau pembiaran yang merugikan hak warga dan anggaran negara, maka dapat dikenakan sanksi berdasarkan:

Pasal 3 UU Tipikor (UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001):

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain… menyalahgunakan kewenangan, jabatan atau sarana yang ada padanya… dipidana paling lama 20 tahun.”

“Dalam perspektif hukum pidana, proyek ini dapat dinilai sebagai penyalahgunaan wewenang. Jika ada laporan resmi atau temuan BPK, maka aparat penegak hukum memiliki dasar untuk memproses lebih lanjut.”

Penutup:

Ketika Prosedur Diabaikan, Pembangunan Kehilangan Legitimasi
Pembangunan boleh maju, tetapi tanpa menghormati hak warga dan tanpa prosedur yang benar, pembangunan justru kehilangan legitimasi.

Ini bukan sekadar persoalan administrasi kampung, tapi menyangkut prinsip dasar negara hukum: bahwa setiap jengkal tanah warga harus dihormati, dan setiap rupiah Dana Desa harus dipertanggungjawabkan.
Kalau tidak, pembangunan bisa berubah wajah — dari niat baik menjadi pelanggaran.

🖊️Laporan: [tz] – Mudanews
Berdasarkan informasi lapangan dan sumber terbuka.

Berita Terkini