Ladang Ganja di Pegunungan Jayawijaya Disebut Penopang Gerakan Egianus Kogoya

Breaking News
- Advertisement -

Mudanews.com, JAYAWIJAYA – Di balik kontak senjata yang kembali pecah di Kampung Pugimana, Kabupaten Jayawijaya, tersimpan satu kenyataan getir, konflik panjang yang melibatkan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya ternyata ditopang oleh hasil kebun ganja. Namun lebih dari sekadar isu kriminalitas, temuan ini mencerminkan wajah lain dari perlawanan yang terus bergulir di Tanah Papua.

Pada Senin (9/6/2025) lalu, aparat keamanan dari Satgas Damai Cartenz melaporkan telah terjadi baku tembak dengan kelompok KKB. Seorang anggota kelompok, Pionus Gwijangge alias Perampok Gwijangge, dilaporkan tewas, sementara Egianus Kogoya berhasil lolos dari pengejaran.

Namun yang menjadi sorotan bukan hanya korban tewas atau pelarian pemimpin kelompok itu, melainkan apa yang tertinggal di lokasi. Barang bukti berupa 216 gram ganja kering, 25 butir amunisi kaliber 9 mm, serta sebuah ponsel berisi dokumentasi ladang ganja, menyingkap bagian yang jarang dibicarakan: perjuangan bersenjata di Papua yang kini ditopang ekonomi ganja lokal.

Baca juga: Kontak Tembak di Jayawijaya, Satu Anggota KKB Tewas tapi Identitas Belum Diketahui

Menurut keterangan Kepala Operasi Damai Cartenz, Brigjen Pol. Dr. Faizal Ramadhani, aparat menemukan foto-foto Egianus Kogoya berada di sebuah kebun ganja di Distrik Kurima, Kabupaten Yahukimo.

“Kebun tersebut diduga kuat dikelola oleh kelompok Egianus dan hasilnya sudah dikemas siap edar,” ujar Faizal dalam keterangan tertulisnya, Jumat (13/5/2025).

Namun, bagi banyak warga Papua dan pengamat kemanusiaan, informasi ini justru menambah ironi konflik panjang antara negara dan kelompok bersenjata di wilayah adat. Ketika wilayah pegunungan Papua semakin dimiliterisasi, akses ekonomi, pendidikan, hingga layanan kesehatan semakin jauh dari jangkauan masyarakat adat.

Dalam kondisi terjepit seperti ini, tak sedikit yang menempuh jalan sunyi dan berbahaya: membangun ekonomi alternatif di luar sistem yang dianggap abai terhadap hak-hak dasar mereka.

“Ladang ganja yang dikelola oleh kelompok bersenjata seperti Egianus bukan sekadar bisnis ilegal, tetapi cermin dari keterputusan total antara negara dan masyarakat di wilayah-wilayah konflik,” ujar seorang aktivis lokal yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Baca juga: Diduga Diserang Saat Patroli, TNI Tembak Mati Anggota KKB di Papua

Alih-alih hanya dipotret sebagai kriminal, banyak kalangan menilai bahwa Egianus dan kelompoknya adalah hasil dari luka sejarah panjang Papua: marginalisasi, kekerasan negara, dan ketiadaan ruang demokratis bagi ekspresi politik Papua. Dalam beberapa wawancara sebelumnya, Egianus Kogoya diketahui mengklaim perlawanan bersenjatanya sebagai bagian dari perjuangan untuk “kembalinya kedaulatan Papua”.

Bagi sebagian besar publik luar Papua, narasi ini sulit dicerna. Tetapi di pegunungan, di mana sekolah ditutup karena konflik dan pelayanan dasar lumpuh, pemuda seperti Egianus tumbuh dalam lorong kekosongan negara. Dalam ruang seperti itulah, ganja bukan hanya komoditas haram, tapi “modal perlawanan” meski dengan risiko yang tak terperi.

Saat ini, satu jenazah telah dikebumikan di Pugimana. Dan ladang ganja yang ditemukan di Kurima mungkin segera dibumihanguskan oleh aparat. Namun ladang-ladang perlawanan lain terus tumbuh di balik kabut Pegunungan Tengah Papua tanpa perhatian, tanpa pengakuan, dan tanpa penyelesaian menyeluruh yang manusiawi. (Red).

Klik disini dan ikuti kami di WhatsApp

Berita Terkini