Mudanews.com OPINI – Teori class Marxisme selama ini dikenal menjadi landasan dalam kehidupan bernegara, tidak terkecuali Indonesia pada fase awal berdirinya. Karl Marx yang merumuskan fase class masyarakat menjadi 3 (Feodal, Kapitalis dan Sosialis). Masing-masing fase berbentuk sebuah tingkatan perjuangan masyarakat yang pada ujungnya terwujud keadilan sosial yang merata.
Di tangan Bung Karno, teori Karl Marx dipertajam lagi sebagai pisau analisa histori. Merumuskan kembali asal usul sosial kemasyarakatan di Nusantara sebelum menjadi Indonesia. Feodalisme dikupas lagi bahwa Nusantara terdiri dari bermacam suku dan istiadat. Ditarik mundur ke belakang lagi menjadi masyarakat agraris, kemudian dikupas lagi sebelumnya sebagai masyarakat nomaden berpindah-pindah.
Tidak cukup sampai disitu, Bung Karno mengupas lagi hal hal yang bersifat keyakinan dalam masyarakat. Bahwa dalam individu pada awalnya sebelum ada agama ada kepercayaan pada animisme dan dinamisme yang artinya keyakinan rohani tentang penciptaan alam dan cara-cara menghormatinya.
Tingkat masyarakat tradisional feodalisme tidak hanya sebatas materialistik fisik (bertani, cocok tanam, berdagang, berkelompok), tetapi hal hal yang bersifat keyakinan kekuatan di luar manusia melandasi terbentuknya sebuah fase class. Bung Karno merumuskan sebagai fase class masyarakat yang berketuhanan.
Di fase kedua Karl Marx tentang Kapitalisme dikupas lagi oleh Bung Karno. Kerajaan, Koloni dan negara yang terbentuk atas dasar penguasaan aset modal dari kaum feodal telah melahirkan kelas baru, yaitu pekerja (buruh) dan pengusaha. Inilah perjuangan klas yang sesungguhnya. Posisi tawar pengusaha yang lebih tinggi daripada pekerja melahirkan kolonialisme (penjajahan) dengan segala manifestasinya.
Revolusi Industri di Eropa telah merubah peta dunia, dari feodal berkelompok menjadi saling berebut penguasaan. Kaum kapitalis penemu sekaligus penguasa mesin industri dan alat perang berusaha seluas-luasnya menguasai sumber daya alam dari masyarakat feodal tradisional.
Imperialisme menjadi manifestasi terburuk dari fase kapitalis Karl Marx. Bung Karno sudah memprediksinya jauh sebelum terjadi dan memutuskan berpihak pada kelas pekerja (buruh) untuk melawan kapitalis. Tujuan perjuangan Bung Karno demi mewujudkan teori ketiga Marxisme tentang sosialis, yaitu pemerataan kelas sosial antara kaum buruh dan pengusaha.
Bung Karno berpikir keras bagaimana menyatukan histori masyarakat tradisional feodal di Nusantara dengan perjuangan keadilan sosial tanpa harus melewati fase Das Kapital. Maka lahirlah rumusan Trisila : Sosio Nasionalis, Sosio Demokrasi dan Ketuhanan yang berkebudayaan.
Hingga pada akhirnya Bung Karno butuh simbol perjuangan rumusan Trisila secara fisik saat bertemu dengan seorang petani miskin di Bandung. Sosok rakyat jelata itu bernama Kang Marhaen yang dimiskinkan oleh sistem kapitalis ciptaan Karl Marx. Perjuangan Bung Karno melawan kapitalisme kemudian disimbolkan menjadi MARHAENISME.
Bung Karno tidak menampik bahwa konsep Marxisme merupakan kajian filosofi ber-tata negara sebelum Proklamasi Indonesia. Marxisme tidak ditelan mentah-mentah, namun dijadikan pisau analisa kultur sosial ekonomi dan kemasyarakatan. Marxisme yang tidak semata berdiri sendiri.
Analogi sederhananya pada sebuah buah mangga bernama Indonesia. Untuk menikmati cita rasa mangga, dibutuhkan ketajaman pisau analisa Marxisme untuk membuka lapisan kulit yang menutupinya. Setelah lapisan kulit luar terbuka, buah mangga dibersihkan lagi dengan teori ekonomi “Keunggulan Mutlak” Adam Smith. Bahwa keunggulan suatu bangsa tergantung tingkat kemandirian ekonominya. Mengolah SDA yang tidak dimiliki negara lain secara independen, meningkatkan keunggulan posisi tawar terhadap bangsa lain.
Tidak cukup sampai disitu -demi menemukan kesejatian Indonesia. Bung Karno mengupas lagi dengan filosofi analisa perubahan seorang George Wilhelm Friedrich Hegel. Bahwa negara berproses dibangun dengan menggunakan prinsip tesis, antitesis dan sintesis. Bung Karno merangkumnya dengan istilah revolusi yang terus bergerak ke arah yang lebih baik pada jamannya.
Bung Karno meramu pemikiran filosofi tokoh tokoh pembaharuan dunia ke dalam satu analisa untuk melahirkan, membangun, dan melangkahkan Indonesia untuk masa jauh ke depan.
Ke 3 teori analisa tokoh di atas tidak bisa berdiri sendiri dengan mengabaikan dialektika diantaranya. Jangan heran kalau oligarki, kolusi dan nepotisme tumbuh subur dari mereka yang hanya memegang teori Marxis. Bagaimana membentuk class defense dengan berbagai cara, strata sosial sendiri dipertahankan dalam ego kelompok.
Atau teori Adam Smith sebagai hukum ekonomi kapitalis ditelan mentah-mentah. Melahirkan penjajahan ekonomi yang semakin acak di era perdagangan bebas. Diperparah lagi dengan para penganut Hegelian yang ngotot ber-Revolusi, sebatas tesis dan antitesis namun lupa sintesis.
Republik ini benar kata penyanyi Franky Sahilatua dalam syair lagu Perahu Retak :
“tanah pertiwi anugerah illahi…..jangan ambil sendiri.
tanah pertiwi anugerah illahi jangan makan sendiri”
Jika itu terus terjadi bukan berarti anugerah Illahi akan habis terkuras, tetapi kita yang sibuk berebut makan saling baku hantam mengatas namakan perut atau kelompok sendiri.
Bung Karno sudah merumuskan negara ini dengan benar. Kita yang sebagian masih salah memahaminya. Bahwa NKRI itu asset yang harus diolah, bukan komoditas yang laris manis diperdagangkan.
—-
Penulis : Dahono Prasetyo
Rangkuman berbagai sumber
Ini tulisan panjang berseri, tapi kalau tayang terpisah jadi kurang greget
Oke besuk saya naikkan
Gambarnya mas
Mengapa Harus di Raja Ampat?
———-
Pulau Papua yang digambarkan seperti burung, dari kepala hingga ekor dekat Australia. Tiap mendekati sempurna untuk sebuah anugerah SDA
Tiap jengkal tanahnya mengandung mineral dan bahan tambang hampir semua yang dicari mahluk bumi. Pegunungan Jayawijaya berisi emas dari puncak hingga dalam tanahnya. Membentang sepanjang hampir 1000 kilometer dan baru 5% yang diekplorasi PT Freeport.
Tambang nikel di Raja Ampat yang ramai diprotes pencinta lingkungan menjadi contoh tidak bijaknya negara memberi ijin eksplorasi.
Mengapa mesti di Raja Ampat kalau nikel sesungguhnya melimpah di lokasi lain?
Kepentingan bisnis tambang selalu mengesampingkan keseimbangan ekosistem. Konservasi lingkungan itu bukan hanya menanam kembali pepohonan. Tidak pernah bisa mengembalikan lapisan tanah yang telah dikeruk.
Penghentian operasional tambang karena viral cuma butuh waktu tidak lama. Sekedar menuruti tuntutan sambil menunggu viral lain datang.
Mereka akan kerja lagi saat kita lupa dan pihak yang keberatan didamaikan dengan negosiasi.
Ini tentang bisnis cuan. Mencabut ijin tidak semudah saat memutuskan memberi ijin.
“Sialan ketahuan orang-orang se Konoha. Siapa yang berani cabut ijin barang punya big bos? (Kata si makelar ijin dalam hati yang mendadak sibuk meredam)
–
Dahono Prasetyo
Naikkan Om 🙏