Kutukan Sumber Daya Alam Di Indonesia : Eksploitasi Asing Dan Ketidakadilan Sistemik

Breaking News
- Advertisement -

Drs. Muhammad Bardansyah, Ch, cht

Mudanews.com OPINI – 𝐈𝐧𝐝𝐨𝐧𝐞𝐬𝐢𝐚 𝐝𝐚𝐧 “𝑹𝒆𝒔𝒐𝒖𝒓𝒄𝒆 𝑪𝒖𝒓𝒔𝒆”
Indonesia, dengan kekayaan sumber daya alam (SDA) seperti emas, nikel, tembaga, dan batu bara, menjadi korban 𝒑𝒂𝒓𝒂𝒅𝒐𝒌𝒔 𝒓𝒆𝒔𝒐𝒖𝒓𝒄𝒆 𝒄𝒖𝒓𝒔𝒆. Alih-alih menjadi berkah, SDA justru memperdalam ketergantungan pada investasi asing, korupsi sistemik, dan kerusakan lingkungan. Fenomena ini tak lepas dari warisan kolonial hingga praktik 𝒏𝒆𝒐𝒄𝒐𝒍𝒐𝒏𝒊𝒂𝒍𝒊𝒔𝒎 modern, di mana perusahaan asing mendominasi sektor pertambangan dengan kontrak timpang dan eksploitasi berlebihan.

𝐅𝐫𝐞𝐞𝐩𝐨𝐫𝐭: 𝐒𝐢𝐦𝐛𝐨𝐥 𝐏𝐞𝐧𝐣𝐚𝐣𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐌𝐨𝐝𝐞𝐫𝐧 𝐝𝐢 𝐏𝐚𝐩𝐮𝐚
PT Freeport Indonesia, anak perusahaan 𝑭𝒓𝒆𝒆𝒑𝒐𝒓𝒕-𝑴𝒄𝑴𝒐𝑹𝒂𝒏 (AS), telah menjadi ikon ketimpangan sejak 1967. Meskipun bagi hasil Indonesia meningkat menjadi 10% untuk tembaga dan 3,75% untuk emas pasca-2014, porsi ini tetap tidak mencerminkan keadilan, terutama mengingat kerusakan lingkungan masif di Papua. Limbah beracun Freeport yang dibuang ke Sungai Aikwa (230.000 ton/hari) meracuni ekosistem dan masyarakat adat. Kontrak 2041 yang dibuat di era Orde Baru juga mencerminkan absennya partisipasi publik dan transparansi. Sumber rujukan Walhi Papua (2015), Dampak Lingkungan Freeport di Mimika.,Tempo Investigasi: Freeport dan Sungai Mati di Papua (2016). Amungme Tribal Council (2017), Laporan Kerusakan Lingkungan di Tembagapura.

Teori Keterkaitan : 𝑫𝒆𝒑𝒆𝒏𝒅𝒆𝒏𝒄𝒚 𝑻𝒉𝒆𝒐𝒓𝒚 (teori ketergantungan) oleh Andre Gunder Frank (1966) menjelaskan bagaimana negara “pinggiran” seperti Indonesia terjebak dalam hubungan asimetris dengan negara “inti” (AS, Eropa). Freeport adalah contoh nyata: AS mengontrol teknologi dan pasar, sementara Indonesia hanya menyediakan bahan mentah dan tenaga kerja murah.

𝐓𝐚𝐦𝐛𝐚𝐧𝐠 𝐄𝐦𝐚𝐬 𝐍𝐞𝐰𝐦𝐨𝐧𝐭: 𝐄𝐤𝐬𝐩𝐥𝐨𝐢𝐭𝐚𝐬𝐢 𝐝𝐢 𝐁𝐚𝐥𝐢𝐤 𝐋𝐞𝐠𝐢𝐭𝐢𝐦𝐚𝐬𝐢 𝐇𝐮𝐤𝐮𝐦
Selain Freeport, PT Newmont Nusa Tenggara (sekarang PT Amman Mineral) mengelola tambang emas Batu Hijau di Sumbawa. Kontrak awal (1986) memberikan porsi keuntungan besar kepada Newmont (AS), sementara Indonesia hanya mendapat 2-3% royalti. Meski divestasi 51% wajib diatur UU Minerba 2009, prosesnya lambat dan sarat manipulasi. Pada 2016, Newmont menjual sahamnya ke konsorsium Indonesia dengan harga $1,3 miliar, namun teknologi pengolahan tetap dikuasai asing.

Dampak Lingkungan : Limbah tailing Newmont yang dibuang ke laut (63 juta ton/tahun) merusak terumbu karang dan mengancam nelayan lokal. Masyarakat Sumbawa pun hanya mendapat kompensasi minim, sementara keuntungan mengalir ke pemegang saham asing.

𝐕𝐚𝐥𝐞 (𝐈𝐍𝐂𝐎): 𝐃𝐨𝐦𝐢𝐧𝐚𝐬𝐢 𝐀𝐬𝐢𝐧𝐠 𝐚𝐭𝐚𝐬 𝐍𝐢𝐤𝐞𝐥 𝐈𝐧𝐝𝐨𝐧𝐞𝐬𝐢𝐚
PT Vale Indonesia (dulu INCO), anak perusahaan Vale SA (Brasil-Kanada), menguasai tambang nikel di Sorowako, Sulawesi Selatan, sejak 1968. Kontrak karya pertama (1968-2025) memberikan hak eksklusif kepada Vale dengan royalti hanya 1-2% untuk Indonesia. Padahal, nikel adalah komoditas strategis untuk baterai listrik dan industri hijau.

Praktik 𝑻𝒓𝒂𝒏𝒔𝒇𝒆𝒓 𝑷𝒓𝒊𝒄𝒊𝒏𝒈 : Vale kerap mengekspor nikel dalam bentuk 𝒇𝒆𝒓𝒓𝒐𝒏𝒊𝒄𝒌𝒆𝒍 dengan harga rendah, lalu memprosesnya di luar negeri (misalnya Jepang) untuk dijual dengan margin tinggi. Akibatnya, Indonesia kehilangan potensi pendapatan pajak dan nilai tambah industri hilir.

Teori Ekonomi Politik: Konsep neo-extractivism (Gudynas, 2010) menggambarkan bagaimana korporasi multinasional menguasai SDA negara berkembang melalui legitimasi hukum dan teknologi. Vale menguasai rantai pasok nikel global, sementara Indonesia terjebak sebagai pemasok bahan mentah.

𝐏𝐨𝐥𝐚 𝐄𝐤𝐬𝐩𝐥𝐨𝐢𝐭𝐚𝐬𝐢 𝐀𝐬𝐢𝐧𝐠: 𝐃𝐚𝐫𝐢 𝐊𝐨𝐥𝐨𝐧𝐢𝐚𝐥𝐢𝐬𝐦𝐞 𝐡𝐢𝐧𝐠𝐠𝐚 𝐍𝐞𝐨𝐤𝐨𝐥𝐨𝐧𝐢𝐚𝐥𝐢𝐬𝐦𝐞.

1. Era Kolonial Belanda : VOC mengeruk rempah dan timah dengan sistem tanam paksa (𝙘𝙪𝙡𝙩𝙪𝙪𝙧𝙨𝙩𝙚𝙡𝙨𝙚𝙡) memicu kemiskinan struktural.
2. Era Orde Baru : Soeharto membuka keran investasi asing dengan kontrak merugikan (𝑭𝒓𝒆𝒆𝒑𝒐𝒓𝒕, 𝑵𝒆𝒘𝒎𝒐𝒏𝒕, 𝑽𝒂𝒍𝒆)
3. Era Reformasi : UU Minerba 2009 dan 2020 mewajibkan divestasi 51%, tetapi implementasi lemah. Vale hanya menyerahkan 20% saham pada 2020, sementara Freeport menaikkan kepemilikan Indonesia secara simbolis (51% saham, namun teknologi tetap dipegang AS).

𝐌𝐞𝐧𝐠𝐚𝐩𝐚 𝐈𝐧𝐝𝐨𝐧𝐞𝐬𝐢𝐚 𝐓𝐞𝐫𝐮𝐬 𝐃𝐢𝐞𝐤𝐬𝐩𝐥𝐨𝐢𝐭𝐚𝐬𝐢?

1. Lemahnya Negosiasi Pemerintah: Pejabat takut kehilangan investasi, sehingga menerima syarat sepihak (contoh: perpanjangan kontrak Freeport 2041).
2. Korupsi Elite Politik : Kasus suap mantan Menteri ESDM terkait izin Newmont (2017) membuktikan kolusi pengusaha-asing.
3. Ketergantungan Teknologi : Indonesia belum mampu membangun smelter mandiri—80% pengolahan mineral masih dikuasai asing.

Teori Pendukung : 𝑾𝒐𝒓𝒍𝒅 𝑺𝒚𝒔𝒕𝒆𝒎𝒔 𝑻𝒉𝒆𝒐𝒓𝒚 (𝑰𝒎𝒎𝒂𝒏𝒖𝒆𝒍 𝑾𝒂𝒍𝒍𝒆𝒓𝒔𝒕𝒆𝒊𝒏), 1974) menegaskan posisi Indonesia sebagai periphery yang bergantung pada negara core (AS, Eropa) melalui ekspor bahan mentah dan impor teknologi.

𝐓𝐚𝐰𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐒𝐨𝐥𝐮𝐬𝐢: 𝐌𝐞𝐫𝐝𝐞𝐤𝐚 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐊𝐮𝐭𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐒𝐃𝐀

1. Nasionalisasi Strategis : Ambil alih tambang kunci seperti Chili (nasionalisasi tembaga 1971) dan Bolivia (gas alam 2006).
2. Industri Hilir: Stop ekspor nikel mentah (kebijakan 2020), percepat pembangunan smelter dalam negeri.
3. Transparansi Kontrak: Publikasikan kontrak Freeport, Newmont, dan Vale untuk audit publik (contoh: inisiatif EITI).
4. Diplomasi Global South: Bergabung dengan BRICS+ untuk menekan dominasi Barat dalam pasar komoditas.

𝐒𝐚𝐚𝐭𝐧𝐲𝐚 𝐈𝐧𝐝𝐨𝐧𝐞𝐬𝐢𝐚 𝐁𝐚𝐧𝐠𝐮𝐧!

Freeport, Newmont, dan Vale adalah wajah 𝒏𝒆𝒐𝒄𝒐𝒍𝒐𝒏𝒊𝒂𝒍𝒊𝒔𝒎 abad 21. Indonesia bukan miskin SDA, tetapi miskin kebijakan dan keberanian melawan hegemoni asing. Seperti dikatakan Andre Gunder Frank, “Keterbelakangan bukanlah tahap alami, melainkan produk sistem kapitalis global.” Dengan memperkuat kedaulatan SDA, Indonesia bisa keluar dari jerat resource curse dan menjadi pemain utama ekonomi global.
Saat ini Indonesia di Pimpin oleh seorang Presiden yang dianggap punya nasionalisme tinggi, tegas dan berani , tentu kita berharap akan ada perubahan yang akan dilakukan dibawah kepemimpinan beliau

𝐑𝐞𝐟𝐞𝐫𝐞𝐧𝐬𝐢

1. 𝘗𝘰𝘶𝘭𝘨𝘳𝘢𝘪𝘯, 𝘎. (2015). 𝘛𝘩𝘦 𝘐𝘯𝘤𝘶𝘣𝘶𝘴 𝘰𝘧 𝘐𝘯𝘵𝘦𝘳𝘷𝘦𝘯𝘵𝘪𝘰𝘯: 𝘊𝘰𝘯𝘧𝘭𝘪𝘤𝘵𝘪𝘯𝘨 𝘐𝘯𝘥𝘰𝘯𝘦𝘴𝘪𝘢 𝘚𝘵𝘳𝘢𝘵𝘦𝘨𝘪𝘦𝘴 𝘰𝘧 𝘑𝘰𝘩𝘯 𝘍. 𝘒𝘦𝘯𝘯𝘦𝘥𝘺 𝘢𝘯𝘥 𝘈𝘭𝘭𝘦𝘯 𝘋𝘶𝘭𝘭𝘦𝘴.
2. 𝘍𝘳𝘢𝘯𝘬, 𝘈.𝘎. (1966). 𝘛𝘩𝘦 𝘋𝘦𝘷𝘦𝘭𝘰𝘱𝘮𝘦𝘯𝘵 𝘰𝘧 𝘜𝘯𝘥𝘦𝘳𝘥𝘦𝘷𝘦𝘭𝘰𝘱𝘮𝘦𝘯𝘵.
3. 𝘎𝘶𝘥𝘺𝘯𝘢𝘴, 𝘌. (2010). 𝘕𝘦𝘰𝘦𝘹𝘵𝘳𝘢𝘤𝘵𝘪𝘷𝘪𝘴𝘮 𝘢𝘯𝘥 𝘐𝘵𝘴 𝘋𝘪𝘴𝘤𝘰𝘯𝘵𝘦𝘯𝘵𝘴.
4. 𝘞𝘢𝘭𝘭𝘦𝘳𝘴𝘵𝘦𝘪𝘯, 𝘐. (1974). 𝘛𝘩𝘦 𝘔𝘰𝘥𝘦𝘳𝘯 𝘞𝘰𝘳𝘭𝘥-𝘚𝘺𝘴𝘵𝘦𝘮 𝘐: 𝘊𝘢𝘱𝘪𝘵𝘢𝘭𝘪𝘴𝘵 𝘈𝘨𝘳𝘪𝘤𝘶𝘭𝘵𝘶𝘳𝘦 𝘢𝘯𝘥 𝘵𝘩𝘦 𝘖𝘳𝘪𝘨𝘪𝘯𝘴 𝘰𝘧 𝘵𝘩𝘦 𝘌𝘶𝘳𝘰𝘱𝘦𝘢𝘯 𝘞𝘰𝘳𝘭𝘥-𝘌𝘤𝘰𝘯𝘰𝘮𝘺.
5. 𝘋𝘢𝘵𝘢 𝘌𝘐𝘛𝘐 (𝘌𝘹𝘵𝘳𝘢𝘤𝘵𝘪𝘷𝘦 𝘐𝘯𝘥𝘶𝘴𝘵𝘳𝘪𝘦𝘴 𝘛𝘳𝘢𝘯𝘴𝘱𝘢𝘳𝘦𝘯𝘤𝘺 𝘐𝘯𝘪𝘵𝘪𝘢𝘵𝘪𝘷𝘦) 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘰𝘯𝘵𝘳𝘢𝘬 𝘵𝘢𝘮𝘣𝘢𝘯𝘨 𝘐𝘯𝘥𝘰𝘯𝘦𝘴𝘪𝘢.
6. 𝘛𝘦𝘮𝘱𝘰 𝘐𝘯𝘷𝘦𝘴𝘵𝘪𝘨𝘢𝘴𝘪: 𝘚𝘬𝘢𝘯𝘥𝘢𝘭 𝘋𝘪𝘷𝘦𝘴𝘵𝘢𝘴𝘪 𝘕𝘦𝘸𝘮𝘰𝘯𝘵 𝘥𝘢𝘯 𝘋𝘰𝘮𝘪𝘯𝘢𝘴𝘪 𝘝𝘢𝘭𝘦 𝘥𝘪 𝘕𝘪𝘬𝘦𝘭 𝘐𝘯𝘥𝘰𝘯𝘦𝘴𝘪𝘢.
7. 𝘓𝘢𝘱𝘰𝘳𝘢𝘯 𝘞𝘢𝘭𝘩𝘪 (2022): 𝘋𝘢𝘮𝘱𝘢𝘬 𝘓𝘪𝘯𝘨𝘬𝘶𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘛𝘢𝘮𝘣𝘢𝘯𝘨 𝘉𝘢𝘵𝘶 𝘏𝘪𝘫𝘢𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘚𝘰𝘳𝘰𝘸𝘢𝘬𝘰.

Berita Terkini