Analisis Strategi Eksploitasi Sumber Daya Alam oleh Agen Asing Dalam Politik Global

Breaking News

- Advertisement -

Oleh : Muhammad Bardansyah

Mudanews.com-Jakarta(Opini) | Eksploitasi sumber daya alam (SDA) negara berkembang oleh kekuatan asing melalui agen-agen lokal bukanlah fenomena baru. Praktik ini telah terjadi sejak era kolonialisme hingga kini dalam bentuk yang lebih tersistematis, seperti melalui intervensi kebijakan, proyek pembangunan berkedok bantuan, atau penempatan pemimpin boneka.

Kasus Amerika Latin di bawah program “United Nations Economic Commission for Latin America (UN-ECLA/CEPAL)” pada pertengahan abad ke-20 menjadi contoh klasik bagaimana bantuan ekonomi justru menjadi alat penjajahan baru (neo-colonialism).

Dalam konteks kontemporer, strategi negara-negara kapitalis maju (AS, Eropa, dan China) berevolusi dengan memanfaatkan “elit politik lokal” sebagai perpanjangan tangan untuk mengamankan akses terhadap SDA. Tulisan singkat ini menganalisis modus operandi terbaru dalam eksploitasi SDA melalui agen asing, dengan merujuk pada teori dependensi, imperialisme ekonomi, dan studi kasus historis.

*Agen Asing dan Eksploitasi SDA: Mekanisme Klasik hingga Kontemporer.*

A. Model “Mestizo” dan Jebakan Utang di Amerika Latin

Program “UN-ECLA “ awalnya ditujukan untuk memodernisasi ekonomi Amerika Latin melalui industrialisasi. Namun, dalam praktiknya, badan ini justru menjadi alat negara-negara Barat (terutama AS) untuk:

• Memaksakan “kebijakan ekonomi ekstraktif” berbasis ekspor bahan mentah (Prebisch, 1950).
▪︎Menciptakan ketergantungan melalui “pinjaman IMF/Bank Dunia” dengan syarat liberalisasi pasar (Frank, 1967).
• Memasukkan korporasi multinasional (seperti United Fruit Company) untuk mengontrol perkebunan dan pertambangan (Galeano, 1971).

*Contoh nyata:*
• Chile di bawah Augusto Pinochet (1973–1990): Didukung AS, rezim ini menerapkan neoliberalisme ekstrem yang mengizinkan perusahaan AS seperti Anaconda Copper menguasai tambang tembaga (Klein, 2007).
• Bolivia di era 1980-an : Deregulasi sektor gas dan mineral oleh pemerintah yang didukung Barat menyebabkan privatisasi besar-besaran (Webber, 2011).

*B. Strategi Kontemporer: “Proxy Leaders” dan Kebijakan Pro-Asing*

Kini, negara adidaya tidak lagi mengandalkan invasi langsung, melainkan:

1. Pencucian Elite (Elite Co-optation):
a. Menempatkan pemimpin yang loyal melalui “campur tangan pemilu” (contoh: dukungan AS terhadap Jean-Bertrand Aristide di Haiti kemudian menjual portnya kepada perusahaan AS).
b. Pembiayaan partai politik yang pro-kepentingan asing (Robinson, 2019).

2. Legal Plunder (Perampasan Melalui Hukum) :
a. Kontrak tambang/energi yang tidak seimbang (seperti kasus Freeport di Indonesia). “Tax holiday” dan deregulasi lingkungan untuk menarik investasi asing (Tan-Mullins, 2020).

3. Debt-Trap Diplomacy (China) :
a. Skema “Belt and Road Initiative (BRI)” menjerat negara Afrika dan Asia dalam utang, lalu mengambil alih infrastruktur/SDA (Brautigam, 2020). Contoh: Sri Lanka yang kehilangan Pelabuhan Hambantota ke China.

*C. New Strategi from New Capitalism*

Pada perkembangan terbaru atas kemunculan negara yang kita sebut sebagai new Capitalism, mereka menggunakan taktik yang lebih ekstrim dalam menggerus sumber daya alam dan ekonomi negara-negara berkembang . mereka memilih target dengan melihat :

Negara-negara dengan sumberdaya alam melimpah , dengan penduduk yang banyak dan plural secara kebudayaan serta kesenjangan Pendidikan yang jauh.

Negara seperti ini biasanya memiliki kesenjangan ekonomi, pendidikan dan kebudayaan .

Negara-negara New Capitalism ini membina sejak dini orang-orang yang akan menjadi wakil mereka pada organisasi-organisasi penting, bahkan sampai pada pemimpin tertinggi pada negara incarannya. Mereka mengatur journey orang-orang ini dari menengah sampai pada level tertinggi. Katagori yang mereka pilih adalah orang yang tidak begitu pintar namun mau belajar dan bisa di ajari, atau orang-orang yang sangat pintar namun tidak bermoral dan tidak perduli pada bangsanya alias hanya perduli pada ketenaran dan kekayaan.

Mereka menyiapkan jalur dan jenjang kepemimpinan sampai pada polesan pencitraan yang sangat luarbiasa.

Pada sisi yang lain mereka juga membuat campaign secara massive dan terus menerus agar penduduk negeri tersebut terpecah belah dan terpolarisasi. Mereka tahu betul budaya patron klien yang begitu kental, memanfaatkan kesenjangan Pendidikan dengan mengerahkan para pemecah belah untuk berselancar di media sosial.

Mereka mendorong penduduk negeri untuk saling bertengkar, membahas hal-hal yang seakan-akan genting tapi tidak penting, sehingga masyarakat disibukkan dengan pertengkaran nasional pada hal-hal yang tidak penting sehingga lupa pada masalah yang jauh lebih penting yang terjadi di negeri mereka.

Mereka di jejali berbagai topik issue sehingga masyarakat negeri ini tidak lagi fokus pada hal-hal penting padahal kekayaan negeri mereka terus di sedot baik melalui korupsi maupun pengambilalihan illegal sumber daya alam mereka. Merekan di ninabobokkan oleh bantuan sebagaimana negara-negara barat menggunakan UNECLA (United Nation Economic Commision for Latin Amerika) memporak-porandakan negeri-negeri di Amerika latin, mereka tidak sadar bahwa bantuan ini menyebabkan kesengsaraan bagi kehidupan anak cucunya karena bantuan ini menggunakan budget negara secara Illegal. Hal inilah yang saat ini sedang terjadi pada negara-negara berkembang.

*D. Kesimpulan*

Eksploitasi SDA melalui agen asing terus berevolusi dari model kolonial langsung ke bentuk yang lebih halus: “penguasaan melalui kebijakan, utang, dan proxy leaders”.

Masyarakat Negara berkembang harus waspada terhadap:

a. Ketergantungan pada investasi asing tanpa transfer teknologi.
b. Kebijakan yang mengorbankan kedaulatan SDA (seperti UU Minerba yang menguntungkan asing).
c. Pemimpin yang menjadi “kepanjangan tangan” korporasi global.”
d. Generasi muda dalam hal ini mahasiswa dan aktivis harus menularkan logika berfikir kritis dan pengetahuan kepada Masyarakat melaui keluarganya masing-masing serta lingkungan dimana dia berada.

Referensi Akademik

1. Frank, A. G. (1967).Capitalism and Underdevelopment in Latin America. Monthly Review Press. • Teori dependensi: Negara maju sengaja mempertahankan negara berkembang dalam keterbelakangan.

2. Galeano, E. (1971). “Open Veins of Latin America: Five Centuries of the Pillage of a Continent”. Monthly Review Press.
• Eksploitasi SDA Amerika Latin oleh kolonialisme Eropa dan imperialisme AS.

3. Klein, N. (2007). “The Shock Doctrine: The Rise of Disaster Capitalism”. Metropolitan Books.
• Bagaimana krisis dan rezim otoriter digunakan untuk memaksakan agenda neoliberal.

4. Robinson, W. (2019). “Global Capitalism and the Crisis of Humanity”. Cambridge University Press.
• Analisis tentang transnasionalisasi elit politik sebagai agen kapital global.

5. Brautigam, D. (2020). “The Dragon’s Gift: The Real Story of China in Africa”. Oxford University Press.
• Studi tentang utang dan diplomasi SDA China di Afrika.**(RED)

Berita Terkini