Mudanews.com-Jakarta | Mantan aktivis gerakan mahasiswa Universitas Indonesia, Urai Zulhendri, mengecam aksi kekerasan yang terjadi dalam respons terhadap revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dalam pernyataan persnya Kamis(20/3/2025), ia menegaskan bahwa segala bentuk protes harus didasarkan pada argumentasi rasional, bukan tindakan destruktif.
Urai Zulhendri mengapresiasi langkah DPR RI yang telah menetapkan revisi UU TNI setelah melalui mekanisme yang sesuai dengan perundang-undangan. Ia juga menyoroti bahwa tuduhan tentang kebangkitan dwifungsi TNI dalam revisi ini telah dibantah oleh berbagai pakar, termasuk mantan Menkopolhukam Prof. Mahfud MD dan mantan Gubernur Lemhannas Andi Widjayanto.
“Kegagalan dalam perang argumentasi jangan sampai membuat pihak-pihak tertentu memilih jalan kekerasan sebagai pelampiasan. Ini tidak mencerminkan karakter seorang intelektual,” ujar Urai Zulhendri.
Ia menegaskan bahwa gerakan mahasiswa sejati harus berlandaskan integritas intelektual, moral yang luhur, dan argumentasi yang rasional. Aksi-aksi anarkis seperti pengrusakan properti, penghadangan jalan, atau bentrokan dengan aparat hanya akan merusak esensi perjuangan dan memberi ruang bagi pihak-pihak yang ingin mendiskreditkan gerakan moral-intelektual.
“Kami menolak keras upaya segelintir pihak yang dengan sengaja menciptakan konflik fisik hanya untuk memperkuat narasi bahwa TNI kembali ke ranah sosial-politik. Justru revisi ini memperjelas batasan peran TNI dalam demokrasi,” lanjutnya.
Urai juga mengingatkan bahwa provokasi kekerasan bukanlah jalan untuk memenangkan aspirasi. Jika tindakan semacam ini terus berlanjut, ia khawatir akan muncul reaksi negatif dari masyarakat yang menginginkan ketertiban.
“Kami tidak ingin pendukung Prabowo terpancing menghadapi cara-cara kekerasan yang dilakukan oleh mereka yang mengatasnamakan gerakan mahasiswa dan masyarakat sipil. Ini bisa memperburuk situasi,” tutupnya.
Ia mendesak semua pihak untuk kembali ke jalur perdebatan substantif melalui mekanisme hukum dan parlemen, serta menghindari politik sensasi yang dapat membahayakan demokrasi. “Kekerasan bukanlah bahasa perjuangan. Perubahan hakiki hanya dapat dicapai dengan keteguhan ilmiah dan moral,” tegasnya.**(RED)
URAI ZULHENDRI
Eksponen Gerakan Mahasiswa Universitas Indonesia. HP: 0812 8282 8207