Penulis : Novita rianti, Vania Amanda
Mudanews.com OPINI – Pangan Fungsional kini menjadi topik penting dalam upaya meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Selain memenuhi kebutuhan gizi dasar,pangan fungsional menawarkan manfaat kesehatan tambahan, terutama melalui kandungan probiotik dan prebiotik. Probiotik yang didefinisikan oleh International Scientific Association for Probiotics and Prebiotics (ISAPP) sebagai “ mikroorganisme hidup yang memberikan manfaat kesehatan bila di konsumsi dalam jumlah cukup,” terlah terbukti berperan signifikan dalam mendukung keseimbangan mikrobiota usus. Prebiotik, sebagai substrat bagi mikrobiota baik,berfungsi mendukung pertumbuhan dan aktivitas probiotik,menciptakan sinergis yang dikenal sebagai sinbiotik (El-Sohaimy & Hussain, 2023). kombinasi ini memiliki implikasi besar pada gut-brain axis, jalur komunikasi dua arah antara saluran pencernaaan dan sistem syaraf pusat (Lin et al., 2015).
Mekanisme Kerja Prebiotik dan Probiotik dalam Gut-Brain Axis
Gut-brain axis adalah sistem kompleks yang melibatkan interaksi mikrobiota usus, sistem imun, dan sistem saraf. Mikroorganisme seperti Lactobacillus rhamnosus GG dan Bifidobacterium bifidum mampu memengaruhi produksi neurotransmiter seperti serotonin dan GABA, yang berperan penting dalam regulasi suasana hati dan fungsi kognitif (Mörkl et al., 2020). Prebiotik, seperti inulin dan fruktooligosakarida (FOS), meningkatkan pertumbuhan mikrobiota baik, yang pada gilirannya menghasilkan metabolit seperti asam lemak rantai pendek (SCFA) yang mendukung fungsi otak.
Selain itu, pangan fungsional berbasis probiotik sering dikombinasikan dengan komponen bioaktif lain seperti serat pangan, polifenol, dan antioksidan. Kombinasi ini tidak hanya meningkatkan keberagaman mikrobiota usus, tetapi juga memperkuat fungsi penghalang usus (gut barrier), mengurangi inflamasi sistemik, dan mendukung kesehatan mental.
Inovasi dalam Pangan Fungsional Berbasis Probiotik dan Prebiotik
Produk probiotik telah berkembang dari yogurt tradisional ke berbagai bentuk inovatif seperti jus buah fermentasi, camilan berbasis biji-bijian, dan minuman berbasis tumbuhan. Contohnya, fermentasi jus bit merah menggunakan L. acidophilus telah terbukti meningkatkan kandungan antioksidan dan bioavailabilitas mikronutrien seperti seng. Teknologi enkapsulasi kini memungkinkan probiotik bertahan lebih lama, bahkan dalam kondisi lingkungan yang kurang ideal (Blasa et al., 2010).
Postbiotik, sebagai metabolit sekunder probiotik, menawarkan manfaat terapeutik tambahan, termasuk sifat antiinflamasi, imunomodulasi, dan antikanker. Produk postbiotik juga lebih stabil dibandingkan probiotik, sehingga menjanjikan potensi lebih besar dalam pengembangan pangan fungsional yang efektif dan tahan lama (El-Sohaimy & Hussain, 2023).
Tantangan dan Prospek Masa Depan
Meskipun manfaat probiotik dan prebiotik telah banyak diakui, tantangan tetap ada, terutama dalam menjaga viabilitas mikroorganisme selama proses penyimpanan dan distribusi. Pengembangan teknologi seperti enkapsulasi dan formulasi sinbiotik menjadi kunci untuk mengatasi kendala ini. Selain itu, edukasi konsumen tentang manfaat pangan fungsional dan pentingnya konsumsi secara teratur juga menjadi faktor penentu keberhasilan produk di pasar.
Relevansi terhadap Gut-Brain Axis
Hubungan antara mikrobiota usus dan fungsi otak membuka peluang baru dalam pengelolaan gangguan mental seperti depresi dan kecemasan. Penelitian menunjukkan bahwa probiotik tertentu dapat menurunkan tingkat kortisol, hormon stres utama, sekaligus meningkatkan produksi serotonin, yang dikenal sebagai “hormon kebahagiaan” (Mörkl et al., 2020). Dengan demikian, integrasi probiotik dan prebiotik dalam pola makan harian dapat menjadi strategi preventif dan terapeutik yang menjanjikan.
Dapat disimpulkan pengembangan pangan fungsional berbasis prebiotik dan probiotik memiliki potensi besar untuk mendukung kesehatan holistik, khususnya melalui mekanisme gut-brain axis. Teknologi modern dan pemahaman mendalam tentang mikrobiota usus memungkinkan terciptanya produk yang lebih efektif dan adaptif terhadap kebutuhan konsumen. Oleh karena itu, kolaborasi antara penelitian, industri, dan edukasi masyarakat diperlukan untuk memaksimalkan manfaat pangan fungsional dalam meningkatkan kualitas hidup.