Mudanews.com 0PINI l Apabila diamati dengan cermat , kondisi perpolitikan Indonesia selama dua tahun terakhir ini, mirip dengan nama-nama masakan khas Jawa yang menjadi santapan se hari-hari di meja makan.Ibu-ibu tentu akrab dengan jenis masakan tersebut, yang sangat nikmat sebagai ” lawuh ” makan siang sederhana namun lezat apabila raga kita sehat,akan tetapi apabila kemudian di rekayasa ( di othak athik supaya gathuk ) malah menyebabkan sakit perut, pusing dan muntah-muntah seperti keracunan.
Tentu ada penyebabnya yaitu bertabrakannya.semua aturan, tatanan pemerintahan hingga tata krama di dalam berbangsa dan bernegara, Konstitusi di terjang tanpa rasa malu sedikitpun. Rakyat yang berpendidikan tinggi dan yang tidak lengkap sekolahnya disuguhi kejutan diluar nalar.
Sebenarnya orak arik itu masakan enak sehat , bergizi, enak dipandang karena merupakan perpaduan aneka sayuran plus telur yang menggoda selera. Namun apa yang terjadi tatkala semua peraturan yang tertulis resmi dan sah secara hukum , kemudian di orak arik oleh pejabat publik yang haus kekuasaan?
Keserakahan politik itulah yang sedang dihadapi rakyat, kesenyapan yang mencekam dalam gelap,anehnya kegalauan tersebut justru memicu kreativitas pegiat medsos berupa satire, banyolan, guyonan politik yang tersebar dalam bentuk tik tok, podcast serta diskusi terbuka yang sangat menghibur publik
Lebih dari itu tulisan-tulisan para akademisi, seniman yang sangat berbobot juga banyak menghiasi koran-koran nasional maupun daerah .Masyarakat menjadi tercerahkan, sehingga mampu menghadapi keruwetan yang sebenarnya sangat melelahkan otak, hati dan phisik.
Para penegak hukum dan pemangku pemerintahan desa yang seharusnya menjaga ketertiban wilayahnya, malah secara masif meng” oblok-oblok ” aturan baku yang berlaku.Kemanakah rakyat akan mengadu bilamana politisi busuk, aparat yang compang camping perilakunya, mencoba bermain othak athik gathuk jauh dari kewarasan.
Gambaran muram seakan-akan membenarkan bahwa di zaman now, tidak ada barang salah semua bisa dibolak balik sesuka hati,aturan mau ditabrak, silahkan,hukum mau dilanggar, tak keberatan asal tidak tertangkap tangan. Membunuhpun , tidak soal asalkan rekayasanya rapi.
LHKPN yang wajib dibuat oleh semua pejabat publik, eksekutif, legislatif dan yudikatif boleh diabaikan tanpa sanksi. Dengan demikian ungkapan-ungkapn logis yang masuk akal sehat , seperti : Dunia adalah panggung sandiwara, DPR seperti Taman Kanak-kanak sebagaimana dinyatakan alm Gus Dur, esuk dhele sore tempe sebagai bentuk inkonsistensi memang nyata adanya.
Dalam konsep Jawa, orang hidup pada akhirnya akan mencari jalan terang atau ” golek dhalan padhang ” , yang berpedoman pada tata urip, tata Krama, tata laku,ketiganya wajib ditradisikan kepada generasi muda sebagai landasan moral
Pedoman hidup tersebut sejatinya sama dan sebangun dengan lirik yang ada dalam lagu Kebangsaan Indonesia Raya ” Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Badannya ” Sudah saatnya kita semua sebagai bangsa beradab kembali pada pedoman berani mengakui kesalahan dan menghindari sikap membenarkan diri sendiri, adigang adigung ,adiguna
Semarang 16 Desember2024
Oeoel Djoko Santoso, Dosen Eksponen Marhaenis tinggal di Semarang