Pilkada Full Of Fear

Breaking News

- Advertisement -

Mudanews.com Semarang – Sebelum menulis artikel ini, saya terinspirasi dari dua tulisan di salah satu koran yang terbit di Semarang, sangat mendalam dan menyentuh sanubari.
Hasil Pilkada Jateng tahun 2024 sangat mengusik hati saya, rasanya tertekan, marah , sedih, galau, lemas bahkan semangat nyaris sirna.

Setelah hati tenang, fikiran jernih dan fisik kembali bugar, saya mulai mencoba membuat evaluasi serta analisa sederhana dibumbui sedikit data dari sumber kira dan kanan.
Karena kebetulan tidak berlatar belakang , ilmu politik, hukum ketatanegaraan yang canggih seperti Bivitri Susanti , sosiologi apalagi filsafat.
Referensi saya hanyalah literatur-literaturĀ  yang menyangkut poleksosbud, media cetak, media sosial dilengkapi dengan membaca buku-bukuĀ  tentang filosofi Jawa.
Berdasarkan keterbatasan dan kemampuan minimalis, mulailah saya awali dengan hal-hal sebagai berikut

Ā Lintas Sejarah

Bagi kita yang lahir sebelum kemerdekaan pasti akan mengalami Orde.Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi, yang sangat variatif dan dinamis.Perjalanan Pemilu di Indonesia terentang panjang, diawali sejak tahun 1955, kemudian tertunda sampai tahun 1971 ( era orde baru ), selanjutnya berturut2 tahun 1982, 1989, 1992, 1997, 1999( keluar sebagai pemenang PDI belum ada kata Perjuangan ).

Pada tahun 2004, Pemilu dilaksanakan secara langsung untuk pertama kalinya dan berhasil menempatkan Susilo Bambang Yudoyono Jusuf Kalla sebagai Presiden WakilPresiden.
Di tahun 2009 Presiden SBY maju lagi berpasangan dengan Budiono dan berhasil meraih kemenangan untuk kedua kalinya.

Pada Pemilu tahun 2014 dan 2019 dimenangi oleh PDIP , yang menempatkan pasangan Jokowi Jusuf Kalla sebagai Presiden Wakil Presiden,Kemudian dilanjutkan oleh pasangan Jokowi Maruf Amien , yang berakhir pada 20 Oktober 2024 boleh dikatakan kondisi umum perpolitikan relatif tenang tanpa gejolak, meski diwarnai oleh beberapa peristiwa seperti Pilkada 2017 pertarungan sengit antara Anies Ahok.Yang berakhir dengan kekalahan Ahok dan dipenjarakan atas tuduhan penistaan agama .
Pilkada DKI meninggalkan luka mendalam dihati kader-kaderĀ  PDIP, sampai jatuh korban salah satunya aktivis GMNI anak Semarang yang cerdas.

Gonjang ganjing politik pasca Pilkada Jateng.

Sejarah mencatat bahwa Jateng , sejak republik ini berdiri sudah tersohor dengan kekuatan kaum nasionalis yang sangat signifikan.Militansi para kader tidak diragukan, selalu dalam keadaan solid tak tergoyahkan.Jajaran birokrasi mulai dari Pusat( Departemen, Lembaga) selalu di dominasi oleh kader kaderĀ  PNI Front Marhaenis, demikian juga di level Gubernur, Bupati/ Walikota.Prestasi pejabat-pejabatĀ  publik berlatar belakang nasionalis yang cukup berpendidikan, menunjukkan kinerja yang memadai dalam konteks awal-awal kemerdekaan.Dalam kehidupan sehari-harinyapun mereka memperlihatkan kesederhanaan begitu juga putra putrinya. Tak seorangpun yang naik mobil dan berpenampilan mewah dengan baju, tas, sepatu bermerk ( branded )

Lebih dari itu mereka juga tidak minta diistimewakan melalui fasilitas-fasilitasĀ  yang tersedia.
Tidak perlu diperdebatkan karena saat itu barang-barangĀ  import juga masih sangat langka.
Belum pernah saya mendengar saat itu ada anak pejabat rebutan proyek, nyadong proyek serta apapun namanya.

Begitu rezim orde baru menguasai pemerintahan, terjadilah penekanan-penekananĀ  pada kaum nasionalis berwujud, de Soekarnoisasi, monoloyalitas, membangun 3 pilar ABG kepanjangan dari ABRI, Birokrasi dan Golkar, yang sangat masif sulit ditumbangkan.
Seluruh kekuatan Nasionalis Marhaenis diremuk redamkan secara halus, posisi-posisiĀ  strategis diduduki militer sebagai representasi dwifungsi ABRI.
Kaum nasionalis dilumpuhkan tanpa perlawanan, semua ” tiarap ” tidak berkutik melawan rezim.
Selain itu masih ada perangkat pengawadan terhadap elemen masyarakat yang disebut dengan Litsus( penelitian khusus ) di bawah kendali Ditsospol ( Direktorat Sosial Politik ) yang sangat powerfull.
Dengan demikian kalau sekarang juga ada intimidasi yang dilakukan oleh parcok ( partai coklat, Polisi dan ASN ) terutama di daerah2 pedesaan maka itulah bentuk penekanan model ORBA jilid dua.
Dugaan saya mungkin keliru, tetapi itulah gejala yang mulai dirasakan oleh teman2 yang saya serap dari medsos.

Otokritik dan Solusi

Tonggak pemerintahan orba ditancapkan setelah dikeluarkannya SUPERSEMAR di tahun 1966, yang sebenarnya masih misterius hingga saat ini
Jadi masa kegelapan yang menyelimuti rakyat Indonesia berlangsung selama 58 tahun
Betapa sabarnya rakyatku ini dibelenggu lebih dari setengah abad oleh bangsanya sendiri.
Dengan senyumnya yang khas ( the Smiling General ) , alm pak Harto telah menyandera kita semua melalui cara2 yang sangat halus.
Bagi kelompok yang berseberangan tentu akan ditindak , media dikontrol dengan ketat, pembunuhan karakter( character assasination ) atas tokoh-tokohĀ  yang ” mbalelo “, pembungkaman mahasiswa vokal merupakan contoh konkrit kezholiman orba.
Kita tentu pernah mendengar istilah Petrus ( pembunuhan misterius),.kekerasan terhadap rakyat Kedungombo di kabupaten Boyolali, mencekal para pelaku Petisi 50, dan masih banyak lagi peristiwa2 menyedihkan tersebut bukanlah cerita fiksi bak sinetron.
Apa yang saya sampaikan tidak mengada ada , melainkan sekelumit illustrasi di peruntukkan khusus bagi generasi muda yang belum pernah mengenal apa itu orde baru
What next??
Hadapi dengan optimisme, kepala tegak, dilandasi keyakinan bahwa suatu saat kebenaranlah yang akan menang( Satyam eva Jayate )
Satu2nya partai yang berani menghadapi medan laga pilkada tanpa koalisi dengan partai lain, hanyalah PDIP pimpinan ibu Megawati Soekarnoputri.
Komentar nyinyir dilontarkan pada bu Mega tanpa henti, kadang-kadangĀ  sangat personal hanya berdasarkan kebencian belaka tanpa menghargai apa yang telah beliau perbuat untuk bangsa ini.
Dalam kontestasi politik masalah menang kalah adalah wajar sepanjang itu dilaksanakan dengan jurdil tanpa cawe-caweĀ  penguasa/ tokoh politik dibelakangnya.
Kejujuran dewasa ini menjadi barang mewah, apabila dihadapkan pada jurus menghalalkan segala cara, diantaranya politik uang, penyebaran bansos yang digelontorkan menjelang kontestasi, intimidasi, dlsb.

Siapapun tentu ingin menang, ungkapan tersebut tak terbantahkan di kalangan publik.
Dalam ulasan harian Kompas tanggal 28 November, sehari setelah coblosan, disitu dibeberkan dengan gamblang adanya faktor Jokowi Prabowo dibalik kemenangan Luthfi Taj Yasin.
PDIP sebagai pengusung/ pendukung utama pasangan Andika Hendi perlu menyimak dengan cermat partisipasi kader/ simpatisannya hanya menyentuh angka 52,6 % sementara sianya 36, 9 % lari ke paslon sebelah.
Tentu sangat memprihatinkan dan perlu didalami dengan serius oleh pengurus partai di semua tingkatan,dari kacamata awam hal itu menggelisahkan, karena kondisinya sama dengan Pilpres bulan Februari yang lalu ( Ganjar Machfud ). Dalam hal Pilkada, faktor start memasuki kontestasi sangat berpengaruh dan tidak imbang, ditambah lagi dengan kondisi akar rumput .yang minimalis pendidikannya.
Berbeda dengan kondisi politik Jakarta dimana penduduknya lebih terdidik, cerdas , kritis dan berani.

Adanya kekecewaan caleg PDIP yang gagal meraih kursi di legislatif juga perlu dicermati, di samping calon-calonĀ  bupati/ walikota yang lebih memikirkan dirinya ketimbang memenangkan Cagub Cawagub pilihan partai Kehadiran para relawan yang tersebar di seluruh Jateng wajib diapresiasi, mereka bergerak sistematis dengan modal gotong royong seadanya, memberikan kontribusi suara yang sangat luar biasa.

Sebagai pejuang2 ideologi tentunya kekalahan sesaat tidak perlu ditangisi, melainkan harus menjadi pemicu berbenah diri didalam tubuhnya.
Konsolidasi yang berlandaskan moral, hati nurani, etika,.integritas dan loyalitas harus segera dilaksanakan supaya Soliditas, Solidaritas dan Militansi ( SSM ) segera terbangun dengan kokoh, mantap menatap masa depan.

Konsep Machiavelli yang mengedepankan penggunaan kekuatan dan tipu daya untuk memperoleh kekuasaan wajib dilawan dengan segala kekuatan, akal, semangat yang dimiliki oleh kaum Nasionalis Marhaenis

Sesanti yang berbunyi ” RAWE-RAWEĀ  RANTAS, MALANG- MALANGĀ  PUTUNG ” , mengakhiri tulisan ini
Semoga mampu mengobati luka batin akibat ketidak jujuran yang sedang melanda persada Nusantara

Semarang , 3 Desember
Oerip Lestari Djoko Santoso, eksponen Marhaenis tinggal di Semarang
šŸŒ¹šŸ‡®šŸ‡©šŸŒ¹šŸ‡®šŸ‡©šŸŒ¹

Berita Terkini