𝗞𝗮𝗯𝗶𝗻𝗲𝘁 𝗣𝗿𝗮𝗯𝗼𝘄𝗼 𝗚𝗶𝗯𝗿𝗮𝗻 : 𝗞𝗮𝗯𝗶𝗻𝗲𝘁 𝗣𝗲𝗺𝗯𝘂𝗮𝘁 𝗚𝗮𝗱𝘂𝗵 𝗗𝗮𝗻 𝗠𝗲𝗻𝗮𝗺𝗯𝗮𝗵 𝗠𝘂𝘀𝘂𝗵 ?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Penulis : Marinus Yaung

Baru di hari pertama bekerja, Menko hukum dan ham, Yusril Ihza Mahendra membuat kegaduhan publik dengan pernyataan kontroversinya. Yusril langsung menabuh genderang perang dengan para aktivis HAM dan para korban pelanggaran HAM masa lalu di Indonesia.

Profesor Yusril mengatakan menurut persepsi dia sebagai seorang pakar hukum tata negara, dalam beberapa dekade belakang ini, tidak perna terjadi pelanggaran ham berat di Indonesia. Dengan kata lain, Yusril mau mengatakan bahwa 𝗣𝗿𝗲𝘀𝗶𝗱𝗲𝗻 𝗝𝗼𝗸𝗼𝘄𝗶 𝗱𝗮𝗻 𝗸𝗮𝗯𝗶𝗻𝗲𝘁𝗻𝘆𝗮 𝗸𝗲𝗹𝗶𝗿𝘂 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗸𝘂𝗶 𝗯𝗮𝗵𝘄𝗮 𝘁𝗲𝗹𝗮𝗵 𝘁𝗲𝗿𝗷𝗮𝗱𝗶 𝟭𝟮 𝗸𝗮𝘀𝘂𝘀 𝗽𝗲𝗹𝗮𝗻𝗴𝗴𝗮𝗿𝗮𝗻 𝗵𝗮𝗺 𝗯𝗲𝗿𝗮𝘁 𝗱𝗶 𝗱𝗶 𝗺𝗮𝘀𝗮 𝗹𝗮𝗹𝘂 𝗱𝗶 𝗜𝗻𝗱𝗼𝗻𝗲𝘀𝗶𝗮.

Seorang Profesor hukum, yang ingin menyelesaikan persoalan kejahatan negara terhadap kemanusian di masa lalu, dengan cara 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗸𝘂𝗶 𝗱𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗻𝗲𝗿𝗶𝗺𝗮 akan kejadian tersebut dan akan keberadaan korban dari kejahatan tersebut.

Dalam teori perdamaian dan resolusi konflik Johan Galtung ( 1964 ), resolusi dan perdamaian bukan milik satu pihak. Melainkan milik 𝗶𝗸𝗮𝘁𝗮𝗻 𝗵𝘂𝗯𝘂𝗻𝗴𝗮𝗻 diantara pihak – pihak yang berkonflk. Ikatan hubungan di antara para pihak yang berkonflik, dibentuk melalui 𝗽𝗲𝗻𝗴𝗮𝗸𝘂𝗮𝗻 𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗸𝗲𝘀𝗮𝗹𝗮𝗵𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗽𝗲𝗿𝗺𝗶𝗻𝘁𝗮𝗮𝗻 𝗺𝗮𝗮𝗳.

Presiden Jokowi dan kabinetnya, 𝘀𝘂𝗱𝗮𝗵 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗸𝘂𝗶 adanya 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu di Indonesia. Seharusnya untuk 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗲𝗯𝗮𝘀𝗸𝗮𝗻 𝗣𝗲𝗺𝗲𝗿𝗶𝗻𝘁𝗮𝗵𝗮𝗻 𝗣𝗿𝗲𝘀𝗶𝗱𝗲𝗻 𝗣𝗿𝗮𝗯𝗼𝘄𝗼 𝗱𝗮𝗻 𝗿𝗲𝘇𝗶𝗺𝗻𝘆𝗮 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗯𝗲𝗯𝗮𝗻 𝗽𝗲𝗹𝗮𝗻𝗴𝗴𝗮𝗿𝗮𝗻 𝗛𝗔𝗠 𝗯𝗲𝗿𝗮𝘁 𝗺𝗮𝘀𝗮 𝗹𝗮𝗹𝘂, tim hukum Presiden yang dikoordinatir Profesor Yusril, menyampaikan ke publik tentang konsep dan skenario permintaan maaf yang disiapkannya.

Kalau belum ada konsepnya, Profesor Yusril bersama menteri hukum dan menteri ham yang baru, sebaiknya perlu memperhatikan beberapa saran ini.

Pertama, harus menjaga komunikasi publiknya agar tidak menimbulkan resistensi dan kegaduhan publik. Isu – isu sensitif seperti isu ham dan kemanusian, harus dijaga bahasa dan narasinya di ruang publik. Mulutmu harimaumu, masih akan mengikuti setiap aktivitas pejabat publik.

Kedua, bukalah ruang dialog, komunikasi, dan konsultasi dengan para aktivis ham, para korban dan keluarga korban, untuk dapatkan saran, masukan dan titik temu proses penyelesaianya. Ingat, 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗮𝗱𝗮 𝗺𝗮𝘀𝗮𝗹𝗮𝗵 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗯𝗶𝘀𝗮 𝗱𝗶𝘀𝗲𝗹𝗲𝘀𝗮𝗶𝗸𝗮𝗻. 𝗧𝗲𝗿𝗱𝗮𝗽𝗮𝘁 𝗯𝗲𝗿𝗮𝗴𝗮𝗺 𝗰𝗮𝗿𝗮 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝘀𝗼𝗹𝘂𝘀𝗶 𝗽𝗲𝗻𝘆𝗲𝗹𝗲𝘀𝗮𝗶𝗮𝗻 𝗺𝗮𝘀𝗮𝗹𝗮𝗵. Tugas Profesor Yusril, menteri hukum, dan menteri ham, adalah cari dan temukan cara atau solusi yang tepat untuk menyelesaikan pelanggaran ham berat masa lalu.

Ketiga, jangan selesaikan masalah kejahatan kemanusian di masa lalu dengan cara kekerasan. Pendekatan kekerasan tidak akan pernah menyelesaikan masalah,tetapi justru akan memperpanjang masalah dan melanggengkan kekerasan atau melahirkan kekerasan baru.

Ingat Profesor Yusril, 𝗸𝗼𝗺𝘂𝗻𝗶𝗸𝗮𝘀𝗶 𝗽𝘂𝗯𝗹𝗶𝗸 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘀𝗶𝗳𝗮𝘁𝗻𝘆𝗮 𝗱𝗲𝘀𝘁𝗿𝘂𝗸𝘁𝗶𝗳, 𝗶𝘁𝘂 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗯𝗲𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗸𝗲𝗸𝗲𝗿𝗮𝘀𝗮𝗻 𝘃𝗲𝗿𝗯𝗮𝗹. Ketika Profesor Yusril 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗸𝘂𝗶 adanya kasus pelanggaran ham berat di Indonesia, itu bentuk kekerasan verbal, yang kemudian, dalam waktu singkat melahirkan kekerasan verbal balasan dari para aktivis ham dan keluarga korban.

Tindakan Profesor Yusril yang tidak mengakui adanya pelanggaran ham berat di Indonesia adalah seperti menyiram bensin untuk menyulut kobaran api perlawan dan kekerasan verbal publik terhadap kepemimpinan Presiden Prabowo dan Wapres Gibran Rakabuming.

Harapan saya, dalam 100 hari kinerja Presiden Prabowo dan kabinetnya, fokus dulu dengan program – program keberlanjutan dari Presiden Jokowi, pemberantasan korupsi dan program makan siang gratis, pendidikan gratis, dan sebagainya sesuai janji visi misi kampanye Prabowo – Gibran.

Memang dalam visi dan misi kampanye Prabowo – Gibran, ada janji akan penegakkan hukum tanpa pandang bulu dan diskriminasi, serta penegakkan hukum untuk penyelesaian masalah ham. Namun Profesor Yusril dan tim hukum perlu membaca dengan seksama suasana psikologi publik. Sehingga bisa menjaga narasi – narasi di media massa yang bersifat destruktif dan mengandung makna kekerasan verbal.

Kita dukung Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto – Gibran dengan menjaga komunikasi publik dengan baik dan beretika. Tidak menimbulkan kontra produktif dan melahirkan resistensi publik. Jangan sampai publik menilai kabinet Prabowo – Gibran, kabinet provokator kegaduhan publik dan ingin menambah musuh.

Kita sudah belajar bahwa komunikasi publik Presiden Jokowi dan kabinetnya, dengan rakyat Indonesia masih sangat buruk. Sehingga resistensi terhadap kepemimpinan Presiden Jokowi dan kabinetnya masih cukup tinggi mewarnai media sosial dan ruang publik lainnya selama ini.

Jangan lagi kita mewarisi kesalahan ini. Karena itu, di era Presiden Prabowo – Gibran, para pembantu Presiden berhati – hatilah menjaga komunikasi publik. 𝗣𝗮𝗿𝗮 𝗮𝗸𝘁𝗶𝘃𝗶𝘀 𝗵𝗮𝗺 𝗱𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗹𝘂𝗮𝗿𝗴𝗮 𝗸𝗼𝗿𝗯𝗮𝗻,𝗯𝘂𝗸𝗮𝗻𝗹𝗮𝗵 𝗺𝘂𝘀𝘂𝗵, 𝗯𝘂𝗸𝗮𝗻𝗹𝗮𝗵 𝗮𝗻𝗰𝗮𝗺𝗮𝗻 𝘁𝗲𝗿𝗵𝗮𝗱𝗮𝗽 𝗸𝗲𝗽𝗲𝗺𝗶𝗺𝗽𝗶𝗻𝗮𝗻 𝗣𝗿𝗲𝘀𝗶𝗱𝗲𝗻 𝗣𝗿𝗮𝗯𝗼𝘄𝗼.

Mereka itu mitra strategis Pemerintah dalam pembangunan nasional, asalkan Presiden Prabowo dan para pembantunya bisa menjaga komunikasi publiknya dengan baik. Agar semua program kerja Presiden dan Wakil Presiden bisa berjalan dan terimplementasi dengan cepat dan tepat sasaran.

Marinus Yaung
Dosen Universitas Cenderawasih.

Berita Terkini