Rakyat Marah

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh : Henri Subiakto

Mudanews.com Demo besar di berbagai kota di Indonesia kemarin adalah wujud kemarahan rakyat. Tak hanya mahasiswa, aktivis, pelajar, dosen, guru besar, artis, hingga masyarakat biasa marah pada politisi, dan elit politik, terutama pada Jokowi, keluarga, dan antek-anteknya.

Kemarahan rakyat terjadi tak hanya nampak di tempat demo demo massa. Tapi juga merata ada di group2 WA, di Twitter (X), Facebook, Instagram, Youtube, TikTok dan media sosial lainnya. Ekspresi kemarahan yang lebih besar sebenarnya lebih banyak di platform-platform online ini. Karena tak semua orang bisa turun ke jalan. Mereka mengekspresikan kemarahan di media sosial, yang jauh lebih mudah, lebih murah dan bisa lebih ekspresif.

Tak heran kalau kemarin hingga hari ini, medsos masih dipenuhi trending topik “kemarahan” pada perusakan demokrasi, dan kemarahan pada politisi yang jadi kacung dinasti dan oligarki, serta kemarahan pada tindakan aparat.

Muncul narasi-narasi, “gara gara ingin menyenangkan satu keluarga satu negara repot”. Muncul pula banyak ucapan kemarahan, kata-kata ejekan, kritikan, hujatan, tapi juga kalimat kalimat lucu dan berbagai bentuk kecaman yang muncul berseliweran di medsos, ditujukan pada penguasa, terutama keluarga Jokowi.

DPR pun nampaknya juga melihat dan merasakan adanya “kemarahan rakyat” ini. Sebagai politisipun mereka mulai memperhitungkan suara rakyat yang sudah tidak tahan melihat kedzoliman dan pengrusakan pada demokrasi. Kultur politik orang Indonesia itu mudah untuk balik badan. Walhasil DPR RI yg diwakili Sufmi Dasco sore hari kemarin menyatakan, DPR belum akan mengesahkan Revisi UU Pilkada, sehingga yang berlaku nanti menggunakan norma keputusan MK.

Gelombang demo besar dan kecaman massif di medsos nampaknya mulai memaksa elit politik dan partai-partai yang selama ini menjadi kacung kekuasaan, berpikir ulang. Sebagian lebih memilih diam, takut salah bertindak, atau berucap. Bahkan banyak pula yang diam diam mulai mau balik badan menjauhi Jokowi yang makin dibenci mayoritas rakyat. Jokowi akan kesepian dalam ketidakkuasaan.

Politik memang bisa berubah cepat. Sikap Publik juga bisa berubah cepat. Dulu banyak yang kagum dan mendukung Jokowi, sekarang banyak yg berubah jadi muak tatkala melihat perilaku nepotisme terpampang nyata. Mereka yang berubah tak hanya orang biasa, tapi termasuk tokoh tokoh nasional dari berbagai kalangan.

Ditambah munculnya rasa ketidakadilan di kalangan rakyat yang sedang merasakan tekanan ekonomi dan sulitnya mencari pekerjaan di tengah gelombang pengangguran yang begitu besar.

Dipicu inkonsisten sikap Jokowi dan para politisi pendukungnya terhadap putusan MK, maka kondisi itu telah memicu munculnya gerakan kemarahan rakyat. Dan kekecewaan ini tidak akan hilang begitu saja. Kemarahan itu bisa bertahan, bahkan bisa bergulir makin membesar, atau siap meledak setiap saat, seperti api dalam sekam.

Maka untuk para politisi, janganlah rakyat diprovokasi lagi dengan kebijakan-kebijakan busuk yang kontroversi dan menyakiti hati nurani. Apalagi main main dengan terus merusak demokrasi, mengacak acak konstitusi.

Berita Terkini