Putusan MK Itu Final dan Mengikat Untuk Apa Undang-Undang diubah

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Mudanews.com Jakarta -Rencana Badan Legislatif (Baleg) DPR RI menggelar rapat terkait revisi UU Pilkada bersama pemerintah hari ini, Rabu (21/8), dikritik. Banyak pihak menduga itu upaya untuk menganulir putusan MK terkait aturan persyaratan pencalonan kepala daerah yang dibacakan kemarin.⁠

Menurut pakar hukum tata negara, Feri Amsari, DPR maupun pemerintah mesti patuh pada putusan MK. Sebab, putusan MK adalah putusan tertinggi yang berkekuatan hukum final dan mengikat sehingga tak boleh diubah seenaknya. “Jika Baleg berupaya mengutak-atik putusan MK, Baleg sedang merusak tatanan berkonstitusi kita,” kata Feri.⁠

Pemerhati politik, Denny Indrayana, turut melontarkan kritiknya. Dia menyebut DPR dan presiden mestinya menjalankan putusan MK. Dia pun ingatkan agar jangan melecehkan konstitusi. Sementara pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Titi Anggraini menyebut, jika revisi yang dilakukan justru menyimpangi putusan MK, itu bisa bikin pilkada kacau balau.⁠

Pengajar Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia Titi Anggraini menjelaskan bahwa pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi (MK) sama mengikatnya dengan amar putusan sehingga bersifat final dan mengikat serta berlaku secara serta-merta bagi semua pihak (erga omnes).

“Pertimbangan hukum MK sama mengikatnya dengan amar putusan.
Kalau DPR mengatur berbeda dengan pertimbangan hukum MK, artinya norma tersebut inkonstitusional dan bisa dibatalkan dalam pengujian di MK,” kata Titi dari Jakarta, Rabu, seperti dikutip dari Antara.

Titi menegaskan bahwa putusan MK tidak boleh disimpangi oleh semua pihak.
“Kalau sampai disimpangi, telah terjadi pembangkangan konstitusi.
Bila terus dibiarkan berlanjut, Pilkada 2024 adalah inkonstitusional dan tidak legitimate untuk diselenggarakan,” ujarnya.

Berita Terkini