Pilkada DKI dan Rusaknya Demokrasi Paling Akut, Jokowi Terlibat?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Ditulis :
Heru Subagia
Pengamat Politik dan Sosial

Kekuasaan dikejar dan diraihnya dengan cara apapun. Tidak segan meningalkan moralitas serta etika politik. Bahkan asas-asas berdemokrasi ditabrak dan jika perlu dibongkar struktuknya. Sudah menjadi kenyataan saat ini jika demokraai sepenuh sudah dikooptasi dan dibajak habis sebuah kepentingan besar yang dilakukan oleh kartel politik.

Kekuatan barbar dan ambisius tersebut tidak mungkin berdiri sendiri, merak bersekutu dalam mobilitas politik jahat. Rejim berjalan terciduk pihak utama konglomerasi kekuatan politik tersebut. Dengan demikian, berbagai rekayasa politik untuk melakukan pengkerdilan demokrasi dan juga pembunuhnya menjadi alat dan sarana mempertahankan atau bahkan melanjutkan pengaruh serta kekuasaannya.

Peran Parpol dan Penguasa

Menjadi keniscayaan politik nasional dimana istrumens demokrasi justru menghancurkan nilai dan ideologinya sendiri. Parpol sebagai pemilik dan juga eksekutor politik harusnya bersentuhan hingga diwajibkan bersetubuh dengan garis ideologi dan perjuangan partai.

Namun demikian, perilaku hipokrit partai sedang marak terjadi dan bahkan sedang menjadi bagian perilaku senonoh salama kontestasi Pilkada sedang berlangsung saat ini. Pilkada akhirnya menjadi formalitas politik mencari legalisasi penyertaan suara masyarakat. Meraih kekuasaan dengan membajak demokrasi. Yang jelas penguasa ikut serta sebagai bagian melestarikan dan melanggengkan status qou.

Polarisasi Politik Yang Disengaja

Mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil atau RK resmi dideklarasikan sebagai bakal calon gubernur DKI Jakarta di Pilkada 2024. Ridwan Kamil, yang merupakan kader Partai Golkar, akan maju Pilgub DKI Jakarta bersama politikus Partai Keadilan Sejahtera atau PKS, Suswono.

Di Pilgub Jakarta, KIM yang merupakan partai koalisi pengusung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, merangkul partai-partai lain di luar koalisi. Saat ini, PKS sudah hampir pasti ikut gerbong KIM.

Sementara, Suswono, kader PKS yang juga eks Menteri Pertanian era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), adalah calon wakil pendamping Ridwan Kamil di Jakarta.

Ketika NasDem akhirnya balik badan dari Anies Baswedan dan berlabuh ke KIM. Kemududian disusul oleh PKB yahg memberikan sinyal kuat ikut mengusung RK. Fenomena ini kenyataan pahit dan sekaligus perbuatan yang memalukan.

Pilihan akhir NasDem dan PKB untuk bergabung ke KIM adalah rasionalitas nyata, bersifat transisional dan juga representasi dari sebuah politik terselubung. Hanya saja, publik melihat kebejatan mental dan moral yang dimiliki parpol hingga mereka membiarkan terjadinya pengekangan dan pemerkosaan politik sehingga menghilangkan ajang kontestasi politik berlangsung, hingga lenyaplah keagungan demokrasi.

Penguasa adalah penjarah demokrasi serta banyaknya parpol luluh akibat dijarah kedaulatannya. Diberikan gula-gula kekuasaan serta penghapus dosa masa lalu dari noda kejahilan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

Pilgub DKI Paling Miris

Apa yang terjadi dalam kontestasi dan konstalasinya Pilgub DKI menjadi ranah utama perebutan kekuatan politik di DKI dan berkontribusi besar dalam konteks politik nasional. Diprediksi Pilgub DKI diketahui dan serta merta Jokowi turut andil atau cawe-cawe.

Bukti jika demokrasi hanya modus, pada akhirnya supremasi kedaulatan rakyat jatuh ke kekuasaan dan badar politik. Pilgub DKI adalah peristiwa paling buruk dan suram dalam perjalanan pemilu daerah. Kekuatan Koalisi menahan serta akhirnya mengubur dalam-dalamnya lawan politik.

Tidak hanya lawan politik yang mati dalam sesaknya alam kubur, namun sejatinya yang lebih seram adalah lenyapnya kedaulatan pemilih dan parpol. Entitas politik hancur berkeping-keping, makna dan perestiwa berjalannya demokrasi dibakar habis-habis oleh kekuasaan dan kartel politik.

Sejatinya, Koalisi 12 partai politik pendukung Ridwan Kamil-Suswono adalah parpol penghianat dan penista demokrasi. Perestiwa sangat keji dan menyesakkan arwah dan marwah demokrasi sedang bersengkokol dalam Koalisi kerap disebut sebagai KIM Plus. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP menjadi satu-satunya partai pemilik kursi di DPRD DKI Jakarta yang berada di luar koalisi tersebut.

PDI-P dan Anies Baswedan Amblas

Keputusan akhir Duet Ridwan Kamil dan Suswono di Pilkada DKI sejatinya adalah akhir dan tamat nya sebuah demokrasi langsung. Kartel politik secara apik dan sistematis sudah menenangkan kontestasi Pilkada DKI. Hanya sebuah keajaiban akan yang bisa menihilkan RK dan Suswono terlpilih.

Seperti diketahui jika Eks Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil atau RK resmi dideklarasikan sebagai bakal calon gubernur DKI Jakarta di Pilkada 2024. Ridwan Kamil, yang merupakan kader Partai Golkar, akan maju Pilgub DKI Jakarta bersama politikus Partai Keadilan Sejahtera atau PKS, Suswono.

Dapat dipastikan jika Paslon RK dan Suswono sudah hampir dipastikan meraup dukungan 10 dari 11 partai di DPRD DKI Jakarta. Artinya tinggal tersisa satu partai parlemen. Partai tersebut adalah PDIP.

Pada akhirnya, PDIP tinggal sendirian, dengan 15 kursi di DPRD DKI Jakarta akan lumpuh. Partai moncong putih pimpinan Megawati Soekarnoputri itu tak bisa lagi mengusung pasangan calon sendiri. Sesuai aturan berlaku yakni UU Pilkada, setidaknya butuh 22 kursi sebagai syarat mengusung pasangan calon gubernur-wakil gubernur di Jakarta.

Dengan demikian PDIP nyaris sebagai penonton tunggal kecuali PDIP menghianati marwah partai dan ujungnya ikut serta mendukung RK-Suswono, tergabung dalam Koalisi KIM Plus. PDI-P amblas untuk mencalonkan Anies Baswedan yang digadang-gadang akan menang mutlak calon yang akan diangkut oleh parpol atau koalis partai.

Tidak mungkin juga PDIP justru mendukung calon dari jalur independen Darma Pungrekun-Kun Wardana. Hancurlah reputasi PDIP ketika berbalik arah mendukung jalur independen. Jadi, harus bagaimana sikap politik PDIP? Gigit jari dan ambyar. Elite KIM Plus tertawa dan merayakan kemenangan. Jokowi pasti terima kabar kegembiraan itu.

Berita Terkini