Pancasila Rahmatan Lil-‘Alamin

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Masih terpajang utuh di dinding rumah pusaka di Cirebon sebuah lukisan kaca kaligrafi Arab yang membentuk Burung Garuda Pancasila peninggalan almarhum ayahanda kami. Memang ayahanda punya minat lumayan pada dunia seni, seperti lukisan kaca khas Cirebon, sandiwara radio, sandiwara kaset pita, musik kasidah, Ummi Kalsum, dan yang lain.

Saya ingat betul sebuah kaset pita yang dibeli ayahanda ketika di Jakarta yang berisi kisah kedua anak yang bernama Suganda dan Sugandi—tentu saja keduanya adalah nama fiktif. Suganda dan Sugandi adalah kakak-adik. Dikisahkan dalam sandiwara itu, Suganda sebagai anak yang durhaka kepada kedua orangtuanya, sedangkan Sugandi sebagai anak shaleh dan patuh kepada kedua orangtuanya.

Dalam kehidupannya, Suganda sengsara dan masuk neraka, dan Sugandi sukses dan masuk sorga. Sandiwara ini sering diputar menjelang maghrib. Suara sandiwara itu didengarkan oleh Ibunda sambil menyapu pelataran, kakak-kakak dan saya serta adik sedang bermain, dan ayah sedang baca kitab. Kisah sandiwara itu sangat membekas sampai detik ini, dan membikin kami takut menjadi anak durhaka dan senang menjadi anak yang berbakti kepada kedua orangtua.

Saya pun merasa membekas dari kecil sampai detik ini tentang sebuah lukisan kaligrafi Arab berbentuk Burung Garuda Pancasila milik dan peninggalan ayahanda kami. Karena itu, lukisan kaca kaligrafi Arab yang membentuk Burung Garuda Pancasila bagi saya adalah istimewa. Lukisan tersebut sudah ada sebelum saya dan kakak-kakak saya lahir. Mungkin jika ditaksir usia lukisan sudah mencapai umur 60-an.

Konon, berdasarkan tutur dari ayahanda dan ibunda, komposisi lukisan inspirasinya dari ayahnda almarhum H. Qusyairi, dan dilukiskan oleh sahabatnya yang memang pelukis kaca asli Cirebon bernama Ali Abdullah.

Saya memeriksanya secara teliti dan agak mendetail. Kali ini keterpesonaan saya pada kaligrafi Burung Garuda Pancasila itu membuncah dan merangsang akal dan hati saya berimajinasi untuk mengerti maksud dan makna yang tersimpan di dalamnya. Terlebih dahulu saya rinci kata-kata dan kalimat yang ada di dalam kaligrafi tersebut.

  • Pertama, Burung Garuda Pancasila dari sayap, tubuh, kepala, dan kakinya dilukis dengan lengkungan kata عَبْدُ الله (Abdullah), yang artinya Hamba Allah.
  • Kedua, ekornya dilukis dengan dua kata الله (Allah) yang satu ditulis dari kiri ke kanan dan satu lagi ditulis dari kanan ke kiri, sehingga kedua kata Allah bertemu, yang melukiskan ekor yang kokoh.
  • Ketiga, di bagian dada Burung Garuda terdapat tulang-tulang yang dilukis dengan huruf ﻭﺍﻭ (Wawu). Huruf wawu di situ boleh jadi posisinya sebagai huruf yang mengandung fungsi qasam (sumpah), seperti wa Allahi, yang artinya ‘Demi Allah’.
  • Keempat, di dada atas terdapat simbol segitiga sebagai simbol jantung. Kelima, terdapat tanda tunjuk mengarah ke simbol jantung.

Burung Garuda Pancasila tersebut merupakan perlambang atau sasmito Garuda Pancasila sebagai lambang Negara Republik Indonesia. Sebagai lambang negara yang diukir dengan kaligratif Arab mengandung siratan maksud bahwa Garuda Pancasila secara lahir maupun bathin bersinergi dengan nilai-nilai keislaman.

Dengan kata lain, lukisan kaligrafi Garuda Pancasila itu adalah prinsip Nasionalis-Religius dan Religius-Nasionalis. Secara lahiriyah, Garuda Pancasila dapat dilukis dengan kaligrafi Arab, sebagai sebuah ekspresi keberisalaman melalui visual. Kita tahu bahwa ekspresi keisalaman dapat diwujudkan melalu visual lukisan, kaligrafi, suara, perbuatan, akhlak, dan narasi tulisan yang lebih substansial serta simbol-simbol bangunan.

Pada saat yang sama, secara bathin, lukisan kaligrafi Garuda Pancasila itu mengandung makna simbolik terpancar dari kata-kata Abdullah, Hamba Allah, yang artinya bahwa negara bangsa yang didirikan bertujuan untuk memerdekakan rakyat dari penjajahan, sebab hanya dengan kondisi merdeka rakyat bisa menjadi Hamba Allah secara konprehensif, bukan Hamba Penjajah.

Kita tahu bahwa, rakyat yang dijajak adalah manusia-manusia budak di hadapan penjajah. Dengan berdirinya negara Indonesia, rakyat menjadi manusia merdeka, bukan manusia budak bagi manusia lain. Menjadi Hamba Allah artinya adalah manusia merdeka dari perbudakan manusia lain, dan hanya menjadi Hamba Allah saja, bukan hamba bagi manusia lain.

Hamba Allah juga artinya rakyat, warga manusia. Yang artinya bahwa negara ini berorientasi kepada kesejahteraan dan kemaslahatan bagi rakyat dengan seluas-luasnya. Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Segaris dengan ini juga bermakna keadilan sosial, musyawarah mufakat sebagai media penyelesaian masalah dan wujud demokrasi.

Akan tetapi bukan antroposentris an sich. Melainkan di atas semuanya itu terdapat Allah, atas nama Allah, demi Allah, Tuhan Semesta Alam. Sehingga sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini terkespresikan dalam lukisan Allah di kepala dan ekor, serta jika disambung dengan tulang-tulang dengan simbol huruf Wawu yang artinya Wa Allahi, Demi Allah.

Sehingga di dalam tubuh Garuda Pancasila itu terdapat teosentris sekaligus atroposentris. Terlihat dalam simbol segitiga sebagai simbol jantung, yang bisa kita tafsirkan sebagai simbol Iman, Islam, dan Ihsan. Atau segitiga itu bisa ditafsirkan sebagai tiga ukhuwah, yaitu; ukhuwah Islamiyah (persaudaraan antar umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan antar warga negara), dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan antar manusia).

Terdapat tanda tunjuk yang mengarah ke simbol jantung yang mengandung makna tiga ukhuwah itu yang boleh ditafsirkan bahwa ketiga persaudaraan, nilai serta sila-sila Pancasila itu harus dihayati dengan hati dan diterimanya dengan lapang, lantaran selaras dengan nilai-nilai Islam.

Nilai-nilai agung terdapat dalam lukisan tubuh Garuda Pancasila itu dikelilingi tulisan dua kata Muhammad yang satu ditulis dari kanan ke kiri dan satunya lagi ditulis dari kiri ke kanan. Di atas kata Muhammad terdapat ayat Al-Quran, “Dan tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmatan lil-‘alamin (rahmat bagi semesta alam)” (QS. Al-Anbiya: 107).

Sehingga Pancasila bersinergi dengan Islam rahmatan lil-alamin. Boleh jadi ada sebagian umat Islam yang berpaham yang berseberangan dengan Pancasila atau bahkan menolaknya, yang itu artinya bukan pemahaman Islam rahmatan lil-‘alamin.

Di lukisan itu terdapat papan yang berada di bawah kaki Garuda Pancasila itu yang di dalamnya tertulis “La Fata Illa ‘Ali, wa La Sayfa illa Dzu al-Faqar” (Tak ada Pemuda kecuali Ali, dan Tak Ada Pedang Kecuali Dzu al-Faqar). Ali sebagai representasi pemuda yang berilmu, pintu ilmu pengetahuan, dan pemberani yang terkenal dengan pedangnya Dzu al-Faqar. Artinya bisa ditafsirkan bahwa Pancasila bisa tegak dengan ilmu pengetahuan dan senjata sebagai simbol keamanan bangsa.

Keempat sudut bingkai, atas-bawah dan samping kanan-kiri, dikeliling ayat-ayat Al-Quran. Sisi atas terdapat QS. Al-Fajr: 27-30, yang isinya tentang nafsu muthmainnah yang senantiasa mengajak manusia kepada hal-hal yang diridhai Allah, yaitu hal-hal yang maslahat, manfaat, dan tidak merugikan bagi diri sendiri, orang lain, dan bangsa.

Sedangkan sisi bawah terdapat QS Al-Isra: 82-83, “Dan kami turunkan Al-Quran sebagai obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang zalim kecuali kerugian”.

Di sisi kanan berisi QS Al-Qalam: 4 “sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas akhlak yang agung”. Sedangkan sisi kiri terdapat kata Tiada Muhammad kecuali seorang utusan Allah, Rasulullah. Ini menyiratkan pesan agar mengedepankan akhlak, etika sosial, dalam berbangsa dan bernegara, sebagaimana etika Rasulullah.

Saya akhirnya pun lebih jauh melihat komposisi warna. Latar yang digunakan ada warna hijau yang artinya Nahdlatul Ulama atau simbol nusantara yang alamnya subur makmur, googrend, dan latar berwarna pink/merahmuda yang mengandung makna cintakasih.

Oleh : Mukti Ali Qusyairi – Ketua LBM PWNU DKI Jakarta dan Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat

- Advertisement -

Berita Terkini