Indonesia Asyik Urus Hamas Teroris Penggal 4 WNI di Poso Dilupakan

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Publik Indonesia paham tentang Hamas: Palestina. Yang tidak paham ya politikus. Atau pura-pura tak paham. Seolah perbuatan Hamas adalah mewakili kepentingan Palestina. Padahal Hamas sedang memainkan kepentingan politik. Para pentolan Hamas sedang bersaing melawan Otoritas Palestina di Ramallah pimpinan Presiden Otoritas Palestina Mahmud Abbas.

Tak kurang Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi berkali-kali mengumumkan dukungan Indonesia pada Palestina. Setuju. Namun, fakta tentang proses perdamaian antara Israel dan Palestina banyak dijegal oleh Hamas. Hamas telah ditetapkan oleh Arab Saudi sebagai organisasi teroris.

Indonesia asyik masuk memberikan dukungan ke Hamas. Sama dengan yang dilakukan oleh ACT yang mengaduk-aduk emosi rakyat Indonesia. Organisasi teroris FPI dan ACT kampanye di pinggir jalan seolah membela Palestina.

Padahal duit sumbangan rakyat Indonesia yang mabok agama disalurkan ke teroris ISIS, White Helmet, di Idlib dan kantong-kantong teroris di Suriah. Yang nyumbang bukan hanya individu. Namun juga lembaga Negara. Termasuk lembaga penyiaran RRI menyumbang untuk ACT.

Konflik Palestina lawan Israel di mata rakyat Indonesia digambarkan sebagai konflik agama. Islam melawan Yahudi. Padahal sejatinya tidak ada unsur agama. Yang ada perebutan tanah. Perebutan tempat tinggal. Al Aqsa alias Mount Temple dijadikan alasan pelintiran.

Di Indonesia bumbu politik identitas dibawa-bawa. Palestina menjadi isu politik. Untuk mengaduk-aduk emosi para kadal gurun. Bahkan Anies Baswedan pun mengenakan bendera Palestina. Untuk kampanye Pilpres 2024. Tak mau kalah Retno Marsudi dan Jokowi beramai mendukung Palestina.

Bahkan digambarkan bahwa Palestina adalah Negara pertama-tama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Lah Negara Palestina belum pernah berdiri. Apalagi Indonesia merdeka tahun 1945. Israel berdiri 1948. Palestina belum pernah berdiri sebagai Negara selama ribuan tahun.

Di Bumi ini hanya Indonesia, Arab Saudi, Qatar, Malaysia yang tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel. Mesir sejak 1979 memiliki Kedutaan Besar di Tel Aviv. Yordania sejak awal. UEA, Bahrain, Kuwait juga berhubungan dengan Israel.

Mendiang Gus Dur mendukung adanya hubungan diplomatik dengan Israel. Selama ini teriakan Indonesia tidak dianggap. Indonesia tidak memiliki saluran komunikasi dengan Israel. Sejatinya teriakan Indonesia tidak berpengaruh sama sekali di Israel.

Teriakan dan protes serta pernyataan Indonesia, Presiden Jokowi, Menlu Marsudi, serta demo berjilid-jilid mendukung Palestina, hanya untuk konsumsi kadal gurun, membangun politik identitas di Indonesia. Israel tidak menganggap sama sekali.

Dukungan Indonesia hanya menguntungkan Hamas dan ACT. Para pentolan Hamas memiliki jet pribadi di Qatar. Duitnya ya sumbangan dari Indonesia, Turki, Qatar, Malaysia yang memiliki banyak orang berpaham Wahabi dan Ikhwanul Muslimin.

Hamas adalah fotokopi Ikhwanul Muslimin plus Wahabi. Inilah sebabnya Iran tidak mendukung Hamas. Russia dan Syria pun tidak mendukung Hamas. Karena ideologi Hamas tidak untuk Palestina. Presiden Otoritas Palestina Mahmud Abbas pun diam karena terpojok. Oleh kampanye Hamas.

Isu Palestina sudah sewajarnya didudukkan pada posisi yang sebenarnya. Bukan isu agama. Isu Israel-Palestina bukan soal Al Aqsa. Isu tentang perebutan lahan dan tanah. Rumah. Air. Kebun Zaetun. Sumber air. Tempat hidup. Bukan soal agama.

Presiden Jokowi dan Menlu Retno wajib melihat bukan hanya retorika Hamas. Diamnya Mahmud Abbas, Hanan Asrawi, dan para pemimpin Fatah harus dijadikan bahan renungan. Dubes Palestina Al Shun jangan dijadikan rujukan tunggal. Dia memainkan isu Al Quds untuk kepentingannya. Bukan Palestina.

Sejatinya jika Indonesia mau membantu Palestina. Berikan sumbangan ke Mahmud Abbas. Bukan lewat ACT yang jelas mengirim duit ke Suriah, ke ISIS. Indonesia pun harus jelas jika mengecam Israel, kecam juga Hamas. Organisasi yang dicap teroris oleh Arab Saudi karena berpaham Ikhwanul Muslimin.

Sejatinya Presiden Jokowi dan Retno Marsudi lebih peka soal teroris yang memenggal 4 WNI di Poso. Jokowi sudah tidak punya kepentingan politik. Retno pun tiga tahun mendatang out dari pemerintahan. Hanya kepentingan proxy politikus gelandangan meracuni Presiden Jokowi. Hingga teroris memenggal 4 WNI diabaikan. Lebih asyik mengurus teroris Hamas.

Oleh: Ninoy Karundeng

- Advertisement -

Berita Terkini