NB dan Pegawai KPK yang Terpapar Radikalisme Makin Resah

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Masih terkait Tes Wawasan Kebangsaan bagi Pegawai KPK yang akan menjadi ASN. Diberitakan 75 orang tidak lulus dari ribuan peserta tes. Isu ‘pemecatan’ bagi mereka yang tidak lulus berhembus kencang di media. Benarkah Ketua KPK berkata akan memecat mereka yang tidak lulus? Begitukah peraturannya? Ketua KPK, Firli Bahuri dalam konferensi persnya mengatakan, “Saya ingin katakan, sampai hari ini KPK tidak pernah mengatakan dan menegaskan tidak ada proses pemecatan,” kata Firli.

“KPK juga tidak pernah bicara memberhentikan orang dengan tidak hormat, KPK juga tidak pernah bicara soal memberhentikan pegawainya. Tidak ada,” ujar dia. Sementara itu pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengatakan, sepanjang tanggal 18 Maret sampai 9 April 2021, KPK berhasil melakukan asesmen tes wawasan kebangsaan terhadap 1.351 pegawai. Ia menyebut, dari 1.351 pegawai ada dua orang di antaranya tidak hadir pada tahap wawancara.

Seperti yang tersebar di linimasa media sosial (entah benar atau tidak), salah satu yang tidak lulus itu adalah NB. Saya pernah menuliskan bahwa sejak UU KPK direvisi akhir 2019 lalu, NB adalah salah satu tokoh KPK yang paling vocal menyuarakan pelemahan KPK oleh presiden melalui Revisi UU KPK. Sejak itu ia bak bukan bagian dari KPK lagi. Sehingga bebas bersuara yang berlawanan dengan kebijakan Pimpinan KPK.

Konsekuensi dari sikap dan ucapannya yang berseberangan dan menyerang KPK, maka ia harus menyatakan bahwa KPK sekarang sudah tidak kondusif. Dan dari itu ia ingin mengundurkan diri dari KPK menunggu waktu yang tepat (kayak politisi saja?). Jika memang ingin mundur ya kenapa tidak langsung mundur saja? Siapa yang menahannya? Siapa yang rugi jika NB mundur dari KPK? Faktanya NB tidak kunjung memenuhi ucapannya untuk mundur hingga adanya TWK.

Jika NB merasa dan ternyata memang tidak lulus, mengapa sibuk membahas isu ‘pemecatan’? Kenapa takut dikeluarkan? Ah, mungkin saja ia ingin bermain-main atau memanfaatkan ini terlebih dahulu, mumpung sedang viral. Ia bisa berdalih dirinya didzolimi dan atau sengaja tidak diluluskan lalu dikeluarkan. Padahal tidak benar soal pemecatan bagi yang tidak lulus.

Sepertinya ‘pemecatan’ hanya dijadikan komoditas berita bagi media yang memang juga diharapkan NB supaya ada ‘amunisi’ buat menyerang balik. Mengapa yang diurusi soal pemecatannya? Mengapa tidak membahas soal tidak lulusnya NB dari TWK? Mengapa? Apakah soalnya terlalu sulit? Ataukah memang bertentangan dengan keyakinannya yang khilafah minded? Atau memang senagaja tidak lulus? Nah, NB ini tidak sekadar penyidik tapi juga gayanya mirip politikus.

Setiap omongan NB tidak lugas layaknya penyidik tapi lebih bersayap dan kadang menyerang mirip mereka yang di Senayan. TWK memang miliki arah mendeteksi sejauh mana loyalitas calon ASN terhadap negara? Kesetiaan terhadap NKRI dan ideologi Pancasilanya? Dll. Mudah saja mengetesnya, tanyakan kepada NB, milih Pancasila atau Khilafah? NKRI atau Negara Islam Indonesia? Setia kepada presiden atau Rizieq? Ayo silahkan dijawab?

Jika jawaban NB adalah Khilafah, Negara Islam dan Rizieq, maka apakah bisa dibenarkan? Apakah masih pantas menyandang ASN (aparatur sipil negara)? Tidak boleh dikeluarkan dan diganti? Ada pengamat UGM yang mengatakan itu pilihan politik, mosok gak boleh beda pilihan politik? Pilihan politik silahkan tapi untuk 4 Pilar adalah harga mati, tidak ada kompromi, apalagi selaku ASN. Anda dibayar negara maka tidak loyal kepada negara?

Untung saja NB tidak tinggal di negara komunis seperti China, Vietnam, Korut ataupun Rusia. Jika anda aparat negara dan tidak loyal kepada negara (presiden) maka hukumannya adalah mati, bukan hanya pemecatan. Tapi di Indonesia tidak begitu, bahkan yang ASN yang tidak loyal kepada negara justru dibela-bela dengan dasar HAM dan kebebasan memilih? Aneh sekali bukan? Ada alasan lain NB berjasa membongkar kasus korupsi besar.

KPK adalah sebuah institusi negara bukan milik individu. Di setiap pengungkapan kasus tidak hanya berperan satu orang. Prosesnya pun bertahap termasuk melalui gelar perkara. Pengungkapan kasus KPK bukan karena satu orang melainkan kolektif dan prosedural. Jadi jika mengatakan NB paling berjasa mengungkap kasus korupsi besar di KPK adalah naif sekali. Atau mereka ingin mengatakan NB memang dominan dan bisa menentukan dan jalan sendiri mengungkap kasus?

Bukankah justru itu yang bahaya? Seorang NB yang penyidik bisa menguasai dan mengangkangi KPK sebagai sebuah institusi? Lama-lama KPK diklaim sebagai milik NB? Supaya tidak terlalu membuang energi berdebat dan saling baper, serahkan sepenuhnya kepada aturan yang ada. Terima setiap keputusan berdasar aturan tersebut. Gimana, setuju NB? Jika anda tetap melawan dan membangkang kepada aturan negara, maka silahkan berhadapan dengan hukum. Gitu.

Oleh : Agung Wibawanto

- Advertisement -

Berita Terkini