PBNU, Keluarkan Fatwa Terkait Kehalalan Vaksin AstraZeneca

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta – Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) merilis fatwa terkait vaksin AstraZeneca yang diduga sebelumnya mengandung enzim babi, Senin (29) malam.

LBM PBNU membolehkan penggunaan AstraZeneca sebagai vaksin Covid-19 untuk masyarakat.

“Vaksin AstraZeneca adalah mubah (boleh) digunakan bukan hanya karena tidak membahayakan melainkan juga karena suci. Dengan demikian, vaksin AstraZeneca boleh disuntikkan ke dalam tubuh manusia meskipun dalam kondisi normal, apalagi dalam kondisi darurat,” sebagaimana tertulis dalam putusan bahtsul masail LBM PBNU Nomor: 01 Tahun 2021 Tentang Pandangan Fikih Mengenai Penggunaan Vaksin AstraZeneca, tanggal 29 Maret 2021.

Putusan ini didasarkan pada kajian LBM PBNU dengan sejumlah pihak terkait pada Kamis (25/3) sore.

Pada pembahasan yang berlangsung hingga malam hari itu, LBM PBNU menghadirkan Kepala BPOM RI Penny Kusumastuti Lukito, Direktur AstraZeneca Indonesia Rizman Abudaeri, dan tim ahli vaksin dari AstraZeneca sebagai narasumber.

Pada kesempatan itu, Rais Syuriyah PBNU KH Afifuddin Muhajir mengatakan setelah mendengar keterangan pakar, forum bahtsul masail kali ini merupakan bahtsul masail yang luar biasa karena banyak yang terlibat baik unsur fuqaha (ahli fikih) dan khubara (pakar).

“Fuqaha punya rumusan bahwa bahan yang boleh dikonsumsi sebagai makanan, minuman, dan obat harus sesuatu yang suci, sedangkan yang najis tidak boleh digunakan kecuali darurat. Pertanyaannya AstraZeneca suci? yang berhak menjawab adalah pakar untuk verifikasi,” kata Kiai Afif.

Menurutnya, forum ini merupakan pertemuan ulama dan khubara. “Kalau memang tidak najis, maka tidak perlu khawatir. Vaksin dapat digunakan saat darurat dan tidak darurat. Ulama bicara tanqihul manath dan khubara bicara soal tahqiqul manath,” kata Kiai Afif.

Ia menjelaskan, kalau ada kemungkinan unsur najis dalam media pembiakan, produknya tetap suci.

Menurutnya, media pembiakan suci atau najis, vaksin tetap suci karena media tidak bertemu dengan vaksin (virus) tersebut. Hal ini dapat diumpamakan dengan pupuk kandang dan manisan yang tidak bertemu.

“Dengan demikian saya memutuskan vaksin suci dan boleh digunakan walau tidak darurat. Saya kira persoalan ini selesai selagi kita yakin dengan apa yang sudah disampaikan para pakar tadi,” kata Kiai Afif.

Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Ishomuddin mengulang keterangan pakar terkait bahan dan proses pembuatan vaksin Astrazeneca. “Perdebatan di masyarakat harus segera diakhiri,” kata Kiai Ishom.

Ia juga mengatakan, vaksin AstraZeneca dibuat dari bahan-bahan nonhewani. Semua tahapan prosesnya tidak ada bahan yang berunsur babi hingga produk turunan babi atau hewan lain sampai proses akhir.

“Vaksin AstraZeneca menggunakan bahan protein berupa enzim trypsin selec yang berasal dari jamur. Dapat disimpulkan, vaksin Astrazeneca berasal dari bahan-bahan yang halal dan suci, dapat digunakan untuk vaksinasi,” kata Kiai Ishom.

Putusan bahtsul masail LBM PBNU mengimbau masyarakat untuk tidak perlu meragukan kemubahan vaksin AstraZeneca.

Bahkan, masyarakat perlu membantu pemerintah memberikan informasi yang benar. Keterangan pakar dan pihak yang terlibat pada kajian Kamis (25/3) sore hingga malam yang menjelaskan bahan dan proses pembuatan vaksin AstraZeneca dianggap cukup dan memadai oleh para kiai.

“Forum tashawur (deskripsi masalah) pada kali ini sudah cukup (sebagai bahan pertimbangan untuk pembahasan hukum fiqihnya),” kata Sekretaris LBM PBNU KH Sarmidi Husna.

Sumber : NU Online

- Advertisement -

Berita Terkini