Tengku Zulkarnaen Hilang, Anwar Abbas Pun Datang

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh: Rudi S Kamri

MUDANEWS.COM – Zaman telah berganti, kita pun kehilangan sosok ulama berwibawa yang bisa menjadi panutan umat seperti Buya Hamka, Hasan Basri, Ali Yafie dan Sahal Mahfudz. Beliau-beliau pernah menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang cukup disegani Pemerintah dan Umat. Tapi dengan berat harus saya sampaikan setelah MUI dipimpin oleh Din Syamsuddin, Ma’ruf Amin warna MUI seakan berbeda. MUI beberapa kali membuat keputusan yang aneh, tidak obyektif dan berpihak pada kelompok tertentu.

Apalagi ada beberapa pengurus MUI terkesan nyleneh dan berperilaku oposan kepada Pemerintah seperti mantan Wakil Sekjen MUI Tengku Zulkarnaen. Sosok kontroversial ini selalu membangun narasi yang destruktif kepada Pemerintah Presiden Jokowi. Tak henti-hentinya dia menghujat dan mengkritisi Presiden Jokowi dengan kasar dan tidak patut. Semua itu terjadi karena dia berpihak.

Saat Pilpres 2019, orang ini menjadi pendukung pasangan Prabowo-Sandi. Dan sejak itu dia selalu menyerang Jokowi dengan membabi buta tanpa arah. Keberpihakan ini terus berlanjut, meskipun Pilpres telah berakhir. Posisi sebagai pengurus MUI yang katanya otomatis berlabel ulama tidak membuat Tengku Zulkarnaen bijak dan menahan diri. Dia terus dan selalu membangun narasi negatif tentang Presiden Jokowi dan Pemerintah. Dengan membawa status melekat dia sebagai pengurus MUI, dia seolah membawa MUI menjadi oposan Pemerintah. Tengku Zulkarnaen telah menjadi ‘common enemy’ bagi orang Indonesia yang berakal sehat.

Saat MUI melakukan suksesi tahun 2020. Tengku Zulkarnaen hilang dari kepengurusan MUI Pusat. Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Miftachul Akhyar terpilih sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia ( MUI) periode 2020-2025 menggantikan Ma’ruf Amin. Kita tidak tahu kemana arah dan apa warna MUI di bawah kendali Kyai Miftachul.

Namun belum genap setahun Kabinet Kyai Miftachul bekerja, ternyata ada sosok Anwar Abbas, Wakil Ketua MUI. Mantan Sekjen MUI periode sebelumnya ini seolah serta merta menggantikan sosok oposan ‘Tengku Zulkarnaen’ di kepengurusan MUI. Sosok Anwar ini selalu lupa dia pengurus MUI yang seharusnya netral dan menjadi panutan dan panduan umat. Anwar Abbas sering lupa negeri ini adalah negeri yang indah dalam kebhinekaan dan beragam. Dia selalu memaksakan pendapat dan pikirannya bahwa negeri ini seharusnya bernuansa Islam tanpa peduli dengan kebhinekaan.

Sosok kontroversial yang berasal dari Sumatera Barat ini selalu membangun narasi yang tidak empati. Terakhir, dia menentang SKB 3 Menteri yang mengatur cara berbusana di institusi pendidikan. Dia ngotot peserta didik muslimah harus dan wajib menggunakan hijab. Senada dengan Anwar Abbas, Cholil Nafis salah satu Ketua MUI punya pendapat yang keras: “Kebaikan harus dipaksakan,” katanya. Aneh.

Di mata dua orang pengurus MUI tersebut perempuan hanya obyek yang harus diatur ini – itu. Mereka lupa seharusnya terlebih dahulu memperbaiki pola pikir laki-laki agar tidak mudah tergoda melihat kemerdekaan perempuan dalam memilih busana. Pandangan dua orang itu juga aneh, bagaimana mungkin keimanan dan ketaqwaan dan ukuran akhlak seorang perempuan hanya ditentukan bagaimana cara berbusana. Sesuatu yang sangat artificial dan sempit.

Bagi saya seharusnya keimanan, ketaqwaan dan akhlak seseorang ditentukan oleh tiga hal: Pikirkan, Perkataan dan Perbuatan (3P). Pada saat siapapun selalu berpikir baik, berlisan baik dan berbuat baik, saya yakin siapapun termasuk perempuan pasti akan berbusana dengan baik. Logika ini jangan dibalik.

Hmmm….
Tengku Zulkarnaen, Anwar Abbas, Cholil Nafis adalah suatu keniscayaan dalam kehidupan kita berbangsa. Tapi mengapa mereka harus di MUI ya? Indonesia masih perlu ormas semacam MUI kah?

Waktu akan menjawabnya…..

Salam SATU Indonesia
06022021

- Advertisement -

Berita Terkini