SKB Tiga Menteri Perangi Jilbabisasi

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh : Supriyanto Martosuwito

MUDANEWS.COM – Semalam saya dapat kabar baik. Kabar baik untuk Indonesia Raya. Kabar gembira untuk Bumi Nusantara. Kabar upaya mencegah dan memerangi Arabisasi di negeri kita.

Atas nama Pemerintah, tiga menteri kita membuat SK bersama yang secara resmi tak memperbolehkan Pemerintah Daerah (Pemda) dan sekolah negeri mewajibkan atau melarang muridnya mengenakan seragam beratribut agama.

Tanpa menyebutkannya, kita sama sama tahu, aturan itu membidik jilbabisasi yang sedang marak di Tanah Air. Buntut skandal yang terjadi SMKN 2 di Padang, Sumatera Barat, yang memaksa siswi non muslim pakai jilbab.

Pemerintah kini merespon lewat Aturan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

SKB tersebut ditandatangani Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

“Pemerintah daerah ataupun sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama,” tegas Nadiem sebagaimana dikutip dari dari berbagai media online, Rabu (3/2/2020).

Dalam SKB tersebut pemerintah memperbolehkan siswa dan guru untuk memilih jenis seragamnya. Artinya, para guru dan siswa dibebaskan untuk memilih mengenakan pakaian dan atribut yang memiliki kekhususan agama atau tidak.

Nadiem mengatakan SKB 3 Menteri ini memberikan kebebasan para guru dan siswa untuk menentukan seragam yang hendak mereka kenakan, sesuai ketentuan yang berlaku.

Adapun untuk siswa, orang tua diperbolehkan memberikan keputusan terhadap jenis seragam yang dikenakan anaknya.

Nadiem mengatakan SKB 3 Menteri ini hanya berlaku bagi sekolah negeri sehingga tidak mengatur ketentuan berpakaian di sekolah swasta.

“Sekolah negeri adalah sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk semua masyarakat Indonesia, dengan agama apa pun, dengan etnisitas apa pun, dengan diversifitas apa pun. Berarti semua yang mencakup SKB 3 menteri ini mengatur sekolah negeri,” tutur Nadiem.

“Kuncinya hak dalam sekolah negeri untuk pakai atribut kekhususan agama itu adanya di individu guru, murid, orang tua, bukan keputusan sekolah di sekolah negeri,” kata Nadiem yang dikutip laman CNNIndonesia.

Dalam surat tersebut terdapat enam ketentuan yang diatur soal seragam.

Pertama, SKB tersebut menyasar sekolah negeri yang diselenggarakan pemerintah.

Kedua, peserta didik, pendidik, maupun tenaga kependidikan memiliki hak memilih memakai seragam dan atribut tanpa kekhususan keagamaan atau seragam dan atribut dengan kekhususan keagamaan.

Ketiga, pemerintah daerah dan sekolah tidak diperbolehkan mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama.

Keempat, peraturan ini mewajibkan kepala daerah dan kepala sekolah mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 hari sejak keputusan bersama tersebut ditetapkan.

Kelima, jika terjadi pelanggaran terhadap SKB ini, maka akan diberikan sanksi. Adapun sanksi akan dilakukan secara hierarkis.

Menurut SKB ini, pemerintah daerah memiliki wewenang memberikan sanksi kepada kepala sekolah, pendidik, dan atau tenaga pendidikan. Gubernur memberikan sanksi kepada bupati atau wali kota. Selanjutnya, Kemendagri, bisa memberikan sanksi kepada gubernur.

Sementara ini, Kemendikbud dapat memberikan sanksi kepada sekolah dengan menunda pemberian biaya operasional sekolah (BOS) dan bantuan pemerintah lainnya.

Selain itu, tindak lanjut terhadap pelaku pelanggaran akan dilakukan sesuai dengan mekanisme perundang-undangan yang berlaku.

Dalam hal ini, Kemenag juga akan melakukan pendampingan praktik agama yang moderat dan pertimbangan pemberian atau penghentian sanksi.

Keenam, aturan ini mengecualikan peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan beragama islam di Provinsi Aceh, sesuai dengan kekhususan Aceh berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

SKB TIGA MENTERI di tahun 2021 ini merupakan langkah awal memerangi segala bentuk intoleransi, dan agresi budaya Arab di Indonesia yang menyelinap lewat ajaran agama. Bagian dari gerakan Salafi dan Wahabi.

Puncaknya terjadi di Sumatera Barat di lingkungan sekolah mencuat kembali saat ada aturan berseragam di SMK Negeri 2 Padang, yang meminta siswi non-muslim memakai jilbab.

Merespons hal tersebut, Nadiem meminta pemerintah daerah memberi sanksi hingga pembebasan jabatan bagi pihak yang terlibat.

Pihak sekolah sebelumnya menyatakan hal tersebut merupakan ketentuan sekolah yang telah ditetapkan sejak lama oleh mantan Walikota Padang didukung Gubernur Sumbar dari PKS.

Tak lama setelah video tersebut viral, pihak sekolah meminta maaf. Pihak sekolah mengaku salah dalam penerapan kebijakan seragam sekolah.

TENTULAH akan ada perlawanan untuk SK pro NKRI dan bersemangat kebhinekaan ini.

Para politisi oposan – khususnya dari kubu kanan kaum puritan Islam fundamentalis akan “menggoreng”nya.

Untuk itu – saatnya rakyat mayoritas Indonesia yang toleran harus ikut melawan. Jangan diam seperti yang selama ini.

Lebih dari 10 tahun siswi non muslim di Sumatera Barat dipaksa pakai jilbab. Dengan alasan demi kebaikan, terhindar dari tindak perkosaan, agar tidak digigit nyamuk, dan alasan remeh temeh lainnya.

SKB Tiga Menteri 2021 berbeda. – bahkan berlawanan dengan SKB Dua Menteri tahun 2006 – Tentang Pendirian Rumah Ibadah yang kini justru harus dibongkar karena bertentangan dengan kebebasan menjalankan agama sesuai keyakinannya.

Dalam pelaksanaannya, SKB 2006 itu jadi penghambat pendirian sejumlah tempat ibadah warga minoritas sekaligus jadi pembenaran aksi-aksi vandalisme dan intoleransi. Dijadikan senjata oleh ormas anarkis untuk menutup gereja dan rumah ibadah non muslim lainnya.

Catatan PGI sejak tahun 2015 hingga 2018 ada 51 gereja ditolak keberadaannya gara-gara tak mengantongi rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) – sebagai bagian dari aturan pada dua menteri itu.

PGI sudah meminta agar peran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) terhadap kebutuhan umat beragama juga direvisi.

Ini karena komposisi FKUB di daerah tidak mencerminkan kesetaraan sehingga keputusannya selalu berat sebelah ke kelompok mayoritas penolak. *

 

- Advertisement -

Berita Terkini