UU MK dan Barter Politik

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta – Bakornas Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKBHMI) PB HMI mengadakan Webinar Sekolah Hukum Nasional Online dengan tema “UU MK & Barter Politik” dengan narasumber Dr I Dewa Gede Palaguna SH MH (Mantan Hakim MK), Dr Maruar Siahaan S MH (Mantan Hakim MK), Dr Ahmad Redi SH MH (Pakar HTN UNTAR), dan Very Junaidi(Kode Inisiatif) yang dimoderatori oleh Sekretaris Eksekutif LKBHMI PB HMI Sirajuddin SH.

Webinar dibuka oleh Direktur Eksekutif LKBHMI PB HMI Abd R Rorano S Abu Bakar SH MH, Pemaparan materi pertama disampaikan Dr I Dewa Gede Palaguna SH MH mengatakan bahwa jika adanya suatu penyelewenang bisa dipertanyakan ke Hakim jika bertentangan dengan Undang-Undang, Dr I Dewa Gede Palaguna SH MH juga membantah di Mahkamah Konsitusi adanya barter politik.

Dalam pemaparan Dr Maruar Siahaan SH MH mengatakan suatu jabatan Hakim harus independensi dan harus netral beliau juga mengapresiasi UU MK yang terbaru ini yang dimana membuat Hakim lebih Independen akan tetapi beliau juga mengkritisi dimana UU MK yang terbaru tidak membahas pemberhentian atau suatu kontrol Hakim Mahkamah Konsitusi.

Very Junaidi menyampaikan Kode Inisiatif merupakan patner kritis Mahkamah Konsitusi dan juga menyampaikan Mahkamah Konsitusi merupakan ruang terbuka bagi warga negara untuk memperjuangkan Hak Konsitusinya, dari data Kode Inisiatif pengajuan pengujian lebih banyak dari WNI dan Badan Hukum.

“Peran Mahasiswa dan Akademisi sangat dibutuhkan dalam pengawasan Mahkamah Konsitusi, Very juga menyayangkan proses Revisi UU MK ini akhirnya banyak menimbulkan perdebatan karena terlalu cepat, beliau juga mempertanyakan tentang transparansi reqrutment Hakim MK di Instansi lain seperti MA dan yang lainnya,”  jelas Very.

Dr Ahmad Redi SH MH Pakar Hukum Tata Negara UNTAR memaparkan Moralitas Hukum Law Makin Problem Indonesia antara good morality of law dan bad morality of law beliau juga menyampaikan adanya waktak jahat RUU MK diantaranya Akrobasi prosedural law making proses, syarat kepentingan pragmatis-oportunis, tidak memenuhi kebutuhan hukum masyarakat, Moralitas Hukum Pembentuk UU yang Orkestrasi beliau juga menambahkan jika dilihat dari akademik.

Perubahan UU MK tidak memenuhi kebutuhan hukum masyarakat, RUU MK sebagai Komulatif terbuka diinsersi norma yang tidak terkait pelaksanaan Putusan MK sebagai Syarat formil RUU Komulatif terbuka, RUU MK sebagai Komulatif Terbuka sebaliknya tidak dilanjutkan pembahannya, RUU MK dan RUU Hukum Acara MK sebagai MK disatukan menyatukan satu RUU

“Apakah ada barter dalam UU MK ? ya ada sepanjang dalam konteks Akademik,” ujar Dr Ahmad Redi SH MH. Berita Jakarta, Lingga Pangayumi Nasution

 

- Advertisement -

Berita Terkini