Cegah Korupsi, KPK Diminta Kawal Program Organisasi Penggerak Kemendikbud

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) khawatir ada potensi korupsi pada anggaran program Organisasi Penggerak besutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. Mereka meminta Komisi Perlindungan Korupsi (KPK) ikut mengawasi penggunaan anggaran tersebut.

“Potensi penyimpangan pasti akan terus ada. Kami berharap KPK ikut memelototi [program ini] mulai dari persiapan, pelaksanaan, evaluasi, laporannya seperti apa,” ujar Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan Salim melalui konferensi video, Jumat (24/7).

Satriwan menyebut anggaran program Organisasi Penggerak tergolong besar, yakni Rp595 miliar. Korupsi bisa terjadi, terlebih setelah muncul kisruh dan kritik dari sejumlah pihak.

Organisasi Penggerak merupakan program pelatihan guru yang melibatkan ormas di bidang pendidikan. Bentuknya, ormas membuat pelatihan kemudian Kemendikbud memberikan dana.

Besaran dana yang diberikan bervariasi tergantung kategori, mulai dari kategori Kijang dengan dana hingga Rp1 miliar, Macan dengan dana hingga Rp5 miliar, dan Gajah dengan dana hingga Rp20 miliar.

FSGI juga mendorong Inspektorat Jenderal Kemendikbud hingga Badan Pemeriksa Keuangan turut andil dalam memastikan tidak ada penyelewengan anggaran di program Organisasi Penggerak.

Kejanggalan Porsi Pelatihan

Di samping itu, Satriwan mengatakan pihaknya menemukan sejumlah kejanggalan pada program Organisasi Penggerak. Misalnya terkait sasaran pelatihan sejumlah organisasi masyarakat yang lolos.

Dalam hal ini ia membandingkan sasaran pelatihan sejumlah ormas di kategori Gajah yang dinilai tidak proporsional.

Ormas kategori Gajah mendapatkan bantuan dana maksimal hingga Rp20 miliar. Namun sasaran pelatihan sejumlah ormas di kategori ini berbeda-beda.

Ia mencontohkan Ikatan Guru Indonesia (IGI) melakukan pelatihan di 15 provinsi dan 31 kabupaten/kota untuk guru jenjang SMP.

Kemudian Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menargetkan pelatihan di 16 provinsi dan 20 kabupaten/kota. Pelatihan ini ditargetkan untuk guru SD dengan dana kategori gajah.

Sedangkan sasaran pelatihan Yayasan Bumi Hijau Center hanya di satu provinsi dan satu kabupaten, yakni Kabupaten Banyuwangi di Jawa Timur. Padahal ormas ini juga masuk kategori Gajah yang bakal mendapat dana hingga Rp12 miliar untuk melatih guru di jenjang PAUD.

Hal serupa juga ditemukan pada Yayasan Kepulauan Sukses Mandiri yang lolos kategori Gajah dan bakal melatih guru SD. Sasaran pelatihan ormas ini hanya di Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara.

Menurut Satriwan Kemendikbud perlu menjelaskan soal target pelatihan ini.

Ia menduga Kemendikbud tidak proporsional dalam membagi sasaran pelatihan sehingga program miliaran rupiah tersebut justru tak tepat sasaran.

“Nah, kami tidak tahu pertimbangannya apa. Kenapa ada satu ormas dapat gajah, pelatihannya cuma di lima kabupaten/kota. Tapi ada juga yang dapat gajah tapi melatih di puluhan kabupaten/kota,” ujarnya.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pelaksanaan program di masa pandemi. Kemungkinan program pelatihan akan dilaksanakan secara daring jika sampai tahun depan situasi belum kondusif.

Menurut Satriwan pelatihan daring bakal memangkas kebutuhan dana yang dibutuhkan dalam pelatihan. Ia mengatakan menurut pengalaman pribadinya, pelatihan guru yang dilakukan daring tidak membutuhkan dana sebesar pelatihan fisik.

Wasekjen FSGI Fahriza Tanjung juga mendapati sejumlah keanehan, bersumber dari respons Kemendikbud terkait kisruh program Organisasi Penggerak.

Misalnya, ketika sejumlah pihak mengkritik keberadaan dua lembaga tanggung jawab perusahaan atau CSR di program tersebut.

“Lembaga CSR itu kabarnya menggunakan dana sendiri. Nah, kenapa tidak dijelaskan dari awal? Kenapa ketika orang ribut baru dijelaskan ada ormas pakai dana sendiri. Ini kan tidak masuk skema awal,” ujarnya.

Kisruh program Organisasi Penggerak bermula dari kritik sejumlah pihak terkait lolosnya Tanoto Foundation dan Yayasan Putera Sampoerna sebagai peserta kategori gajah. Keduanya diduga merupakan lembaga CSR.

Merespons hal tersebut Kemendikbud mengklaim Tanoto Foundation membiayai seluruh pelatihan sendiri. Sedangkan Yayasan Putera Sampoerna membiayai sebagian pelatihan, dan sebagian lainnya dari uang negara.

Namun menurut Retno hal ini kian janggal. “Kalau dana sendiri ngapain ngajuin proposal?,” tambahnya.

Kontroversi kembali mencuat setelah dua ormas dari Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama mengundurkan diri dari program tersebut. Keduanya adalah Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah dan LP Ma’arif Nahdlatul Ulama (NU).

Kemudian, PGRI mengikuti dengan menyatakan mundur dari program Organisasi Penggerak besutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.

Sumber : CNNIndonesia.com

- Advertisement -

Berita Terkini