Batalkan Keppres Pemecatan Komisioner KPU, Vonis PTUN Dinilai Kacaukan Hukum

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta – PTUN DKI Jakarta mengabulkan gugatan eks Komisioner KPU, Evi Novida Ginting. Dalam putusannya, PTUN membatalkan keputusan Presiden Jokowi yang memberhentikan Evi dengan tidak hormat dari jabatan Komisioner KPU pada Maret 2020.

Keputusan Jokowi memberhentikan Evi berdasarkan keputusan DKPP Nomor 317/2019. Dalam putusan tersebut, DKPP meminta Jokowi memberhentikan Evi karena telah melanggar kode etik. Hal itu buntut perkara perolehan suara yang diadukan caleg Gerindra untuk DPRD Kalbar, Hendri Makaluasc.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Pancasila, Muhammad Rullyandi, turut berkomentar mengenai putusan tersebut. Rullyandi yang menjadi ahli pihak Jokowi dalam kasus ini, menganggap putusan PTUN mengacaukan hukum.

“Putusan PTUN Jakarta yang amar putusannya menyatakan batal keputusan presiden tentang pemberhentian dengan tidak hormat dan mewajibkan tergugat untuk mencabut keputusan presiden tentang pemberhentian dengan tidak hormat menimbulkan kekacauan hukum, terutama dalam aspek penegakan etik bagi penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu)” ujar Rullyandi dalam keterangannya.

Rullyandi menyatakan, putusan DKPP yang menjadi dasar Jokowi memberhentikan Evi sudah bersifat final dan mengikat dalam konteks peradilan pemilu. Sehingga ia mempertanyakan apakah putusan PTUN yang membatalkan Keppres Jokowi juga berarti membuat batal putusan DKPP.

Padahal sesuai UU Pemilu, tak ada mekanisme hukum lain yang bisa membatalkan putusan DKPP. Termasuk PTUN yang menurutnya tidak bisa meninjau putusan DKPP yang bersifat final dan mengikat.

“Apakah putusan PTUN dapat ditafsirkan seolah – olah membatalkan putusan DKPP secara mutatis mutandis? Perlu diingat bahwa filosofis karakteristik putusan DKPP telah dilegitimasi secara konstitusional bersifat absolut final dan mengikat, karena itu sarana undang – undang pemilu secara lex specialis tidak memberikan suatu pengaturan atas keberadaan kewenangan tambahan PTUN untuk dapat meninjau putusan DKPP yang bersifat final dan mengikat sebagai kontrol checks and balances peradilan,” jelasnya.

“Maka demikian putusan PTUN yang mengabulkan gugatan Evi Novida Ginting telah masuk pada ranah ultra vires mengkoreksi putusan DKPP yang bersifat final dan mengikat. Sehingga demikian putusan DKPP harus tetap dimaknai putusan yang final dan mengikat sebagai semangat grand design reformasi UU Pemilu,” lanjutnya.

Rullyandi berpendapat, putusan kali ini berpotensi membuat banjir gugatan di PTUN pada Pilkada 2020. Sebab pihak yang tidak puas dengan putusan DKPP bisa mengajukan keberatan ke PTUN. Hal tersebut, kata dia, bisa menimbulkan ketidakpastian hukum.

“Fase baru ini akan menjadi banjir gugatan di PTUN apalagi sangat potensial terulang pada saat menghadapi hajatan pilkada serentak 270 daerah pada Desember 2020. Sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum,” tutupnya.

Sumber : Kumparan.com

- Advertisement -

Berita Terkini