COVID-19 dan Stabilitas Perekonomian

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Hari demi hari hari rupiah kian melemah. Tercatat rupiah melemah mencapai titik terendah sejak reformasi. Jika kondisi ini terus berlanjut, besar kemungkinan rupiah akan mencapai titik terlemah sepanjang masa. Di level Asia, rupiah sempat menunjukkan keperkasaannya, akan tetapi hari ini rupiah menjadi mata uang terlemah di Asia.

Kondisi melemahnya nilai tukar rupiah disebabkan oleh beberapa faktor, yakni, pertama adanya lockdown dibeberapa negara yang berakibat terhadap pembatasan perdagangan barang dan jasa antar negara. Kedua adalah kepanikan investor akibat meningkatnya jumlah korban meninggal akibat serangan Covid-19. Kepanikan investor muncul disinyalir disebabkan oleh kurang cakapnya pemerintah dalam menghadapai situasi pandemik Covid-19. Total korban yang terjangkit Covid-19 adalah 579 orang, 49 orang meninggal dunia dan 30 orang sembuh.

Faktor selanjutnya adalah, terjadi penguatan terhadap dollar US. Dalam kondisi terjadi guncangan ekonomi global, USD menjadi tempat pelarian investasi, sebab dianggap paling rendah resiko (safe haven). Secara cepat The FED mengeluarkan kebijakan moneter menurunkan tingkat suku bunga agar menambah jumlah uang beredar di masyarakat.

Disisi lain pemerintah juga mengeluarkan kebijakan suntikan dana kepada seluruh rumah tangga di US untuk mengurangi tekanan keuangan dalam menghadapi situasi pandemik Covid-19. Tentu hal yang tersebut menunjukkkan keseriusan pemerintah US dalam menangani situasi pandemic Covid-19 yang dapat mempengaruhi pandangan publik dan meningkatkan kepercayaan investor. Dengan menguatnya USD ini mengakibatkan rupiah semakin tertekan.

Kemudian muncul pertanyaan sederhana, yakni apa yang akan terjadi jika terjadi pelemahan rupiah secara terus-menerus. Hal pertama yang perlu dipahami bersama adalah dari total impor non-migas Indonesia, barang modal memiliki porsi yang relatif signifikan. Melemahnya Rupiah akan berimplikasi pada volume barang modal impor, atau meningkatkan defisit perdagangan dikarenakan Indonesia membayar lebih mahal untuk transaksi berikutnya.

Hal yang kedua adalah pada awal 2020 ini, juga terjadi peningkatan yang signifikan pada impor barang konsumsi karena tingginya permintaan domestik, dimana pelemahan Rupiah akan memberikan dampak yang sama berupa perlambatan ekonomi secara gradual. Bank Indonesia membeli SBN sebesar Rp. 195 triliun untuk menjaga stabilitas Rupiah dan sebelumnya telah melakukan upaya mendorong stabilitas harga saham, namun ini tidaklah cukup dikarenakan preferensi pasar yang justru membuat Rupiah kian melemah.

Kebijakan yang tepat dan tegas adalah kunci

COVID-19 dan Stabiltas Perekonomian
Net/Ilustrasi

Kebijakan moneter menurunkan suku bunga juga bisa menjadi pilihan jangka panjang oleh pemerintah Indonesia. Kebijakan ini dapat menambah uang beredar di masyarakat dan meningkatkan daya beli.

Namun, kebijakan ini sebaiknya memperhatikan kinerja perdagangan negara. Pada bulan februari 2020, Indonesia mengalami surplus sehingga current account menjadi balance. Namun dalam kondisi negara yang sedang menghadapi pandemik Covid-19, apakah CA akan tetap balance? Beberapa pihak memprediksi bahwa pada bulan Maret dan April ini Indonesia akan mengalami defisit sehingga CA menjadi tidak seimbang. Jika CA tidak seimbang, kebijakan menurunkan suku bunga perlu dikaji ulang.

Atau, ada pilihan kebijakan moneter yang bisa diterapkan dalam waktu jangka pendek, yakni meningkatkan tingkat suku bunga. Kebijakan ini memiliki dampak positif maupun negatif. Dampak positifnya adalah meningkatkan potensi capital inflow yang akan menguatkan nilai Rupiah, namun dampak negatifnya adalah tinggnya biaya kredit investasi dan kredit modal kerja (cost of debt) yang akan mengganggu produktifitas domestik. Sehingga timing dari kebijakan suku bunga sangat penting, dan dapat dilakukan secara paralel saat pemerintah akhirnya memutuskan lockdown.

Kebijakan moneter tidaklah cukup menangani persoalan ini, dibutuhkan kebijakan lain yang tepat dan tegas, agar publik memiliki pandangan yang positif dan investor kembali memiliki kepercayaan untuk berinvestasi di Indonesia. Diperlukan kebijakan fiskal sebagai prioritas yang dapat menjaga kinerja perekonomian.

Alokasi fiskal sebaiknya lebih terfokus pada kesehatan (penanganan pandemi Covid-19) dan bantuan langsung tunai maupun non-tunai (termasuk pangan) kepada masyarakat menengah ke bawah. Dengan cara seperti ini, pemerintah berarti sedang menjaga keberlangsungan sumber daya manusia yang merupakan faktor kunci dalam stabilitas ekonomi negara.

Penanganan Covid-19 secara serius dan meyakinkan adalah hal utama untuk merebut perhatian publik dan investor. Kebijakan sosial distancing telah dilakukan, meskipun belum maksimal, dibutuhkan kebijakan yang lebih serius seperti lockdown daerah-daerah yang parah terserang covid-19, dan intensifikasi pengecekan massal, karena dua hal itu bukan pilihan di tengah krisis yang terjadi saat ini. Indonesia harus segera pulih, agar masyarakat dapat beraktivitas normal dan perekonomian kembali stabil.

Penulis : Raihan Ariatama, Pengamat Kebijakan Publik di Institute for Democracy and Welfarism (IDW)

- Advertisement -

Berita Terkini