Reaksi Kalangan Buruh usai MA Batalkan Kenaikan BPJS

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta – Kalangan buruh menyambut positif putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Perpres kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, sejak awal pekerja Indonesia sudah menyuarakan penolakan terhadap kenaikan iuran tersebut.

Selain melalui aksi unjukrasa, KSPI juga ikut mengajukan judicial review ke MA agar kenaikan iuran BPJS Kesehatan dibatalkan.

Said mengatakan, usai putusan ini, tidak ada lagi alasan bagi perintah untuk menaikkan iuran.

“Prinsipnya mulai semenjak keluarnya keputusan MA tersebut, maka tidak ada lagi pemberlakuan nilai iuran yang baru. Tetapi kembali ke nilai iuran yang lama,” kata Said Iqbal dalam keterangannya, Senin (9/3).

Sebelumnya, Said Iqbal mengatakan bahwa Pemerintah tidak bisa seenaknya menaikkan Iuran BPJS Kesehatan secara sepihak.

“Pemilik BPJS adalah rakyat. Khususnya tiga pihak, pertama pengusaha yang membayar iuran BPJS, kedua masyarakat penerima upah yaitu buruh dan iuran mandiri, kemudian ada pemerintah melalui penerima bantuan iuran (PBI). Karena itu, pemerintah tidak bisa sewenang-wenang menaikkan iuran tanpa melakukan uji publik,” tegasnya.

Dalam hal ini, lanjutnya, DPR RI sudah menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan kelas III. Untuk itu, pemerintah seharusnya mendengarkan sikap DPR dan segera membatalkan kenaikan tersebut

Menurut Said Iqbal, jaminan kesehatan adalah hak rakyat. Bahkan dalam UU BPJS dan UU SJSN diatur, sudah menjadi kewajiban negara untuk menutup jika terjadi defisit, melalui apa yang dimaksud dengan dana kontingensi.

“Misalnya terjadi epidemis, bencana alam, atau mungkin kesalahan pengelolaan seperti saat ini, maka bisa menggunakan dana kontingensi,” kata dia.

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA)  memutuskan membatalkan kenaikan harga iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Dalam amar putusannya, MA memutuskan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2019 tentang perubahan atas peraturan presiden nomor 82 tahun 2018 tentang jaminan kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

“Bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu Pasal 23A, Pasal 28 H, dan Pasal 34 UU Dasar 1945,” demikian bunyi amar putusan.

MA juga menyatakan Perpres tersebut turut pula bertentangan dengan Pasal 2, 4 dan pasal 17 ayat 3 Undang -Undang Republik Indonesia nomor 40 tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional. Selanjutnya, Pasal 2,3 dan pasal 4 UU Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

- Advertisement -

Berita Terkini