Menanti Problem Solving Mempertahankan Laut Natuna

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Sepekan terakhir, Indonesia dan Tiongkok bersitegang dan saling klaim mengenai kepemilikan Laut Natuna dengan berbagai dalil serta argumentasi kedua belah pihak. Seperti yang diketahui bahwasanya, kejadian ini bermula saat kapal nelayan dan kapal penjaga pantai (coast guard) memasuki dan menangkap ikan didaerah perairan Natuna yang seyogyanya merupakan wilayah perairan dari Indonesia berdasarkan hasil dari United Nations Convention on the Law Of the Sea (UNCLOS) atau Konvensi Hukum Laut 1982 dan pihak Tiongkok sendiri juga mengklaim kepemilikan berdasarkan
mengakui nine dash-line atau sembilan garis putus-putus yang diklaim Beijing berada di Laut Cina Selatan sehingga terjadi saling usir mengusir di sana tidak dapat dihindarkan.

Tentu saja, persoalan ini menambah deretan permasalahan teritorial laut bagi Indonesia. Indonesia dengan bentuk geografisnya sebagai negara kepulauan yang membentang beribu-ribu pulau dengan corak beraneka ragam dengan ciri yang berbeda. Maka untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tentu saja bukan hal yang mudah. Harus ada usaha ekstra untuk mempertahankan kedaulatan tersebut.

Melihat kondisi yang terjadi saat ini, tampaknya Pemerintah Indonesia segan atau bahkan sungkan untuk melakukan tindakan yang lebih dalam artian bukan hanya sebatas klaim dan melayangkan nota protes kepada Tiongkok. Hal ini bisa saja terjadi dikarenakan “utang budi” kepada Tiongkok yang sudah memberikan pinjaman besar-besaran kepada Indonesia. Pemerintah Indonesia harus mengingat bahwa, Persoalan utang tetaplah utang “yang akan dibayar” meskipun tidak tahu kapan akan tetapi, persoalan kedaulatan merupakan “harga mati” yang harus dipertahankan sampai titik darah penghabisan karena bagian usaha mempertahankan kemerdekaan.

Sebagaimana rezim hukum negera kepulauan yang diatur dalam BAB IV Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982 termuat dalam pasal 46 sebagai berikut: (a). Negara kepulauan adalah negara yang seluruhnya terdiri dari satu kepulauan atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain kemudian dipertegas dihuruf (b), Kepulauan adalah suatu gagasan pulau, termasuk bagian pulau, dan peraiaran diantara pulau-pulau tersebut dan wujud alamiah lainnya yang hubungannya satu sama lain demikian eratnya, sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya merupakan suatu kesatuan geografi, ekonomi dan politik yang hakiki, atau yang secara historis dianggap demikian.

Pemerintah Indonesia sangat perlu memperhatikan kedaulatan negara kepulauan di perairan kepulauan sehingga tidak dapat disamakan dengan laut teritorial. Serta yang diperhatikan berikutnya dari BAB IV Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982 ialah wewenang eksklusif negara kepulauan di perairannya yang harus diimbangi dengan pengakuan hak-hak dari negara lainnya.

Perlu diketahui bersama bahwasanya Indonesia telah meratifikasi United Nations Convention on the Law Of the Sea (UNCLOS) atau Konvensi Hukum Laut 1982 dengan Undang-Undang No.17 Tahun 1985. Sebelum konvensi ini diratifikasi, Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang No.5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (UU ZEEI Indonesia). Bagian ini akan membahas ketentuan-ketentuan pokok dari UU ZEEI yang bertalian dengan hak-hak dan kewajiban Indonesia dan kebebasan-kebebasan negara lain di zona ekonomi eksklusif Indonesia dan Konservasi dan Pengelolaan Sumber Daya Ikan.

Sekarang, Pemerintah Indonesia memiliki tugas yang berat untuk mempertahankan kedaulatan. Seperti yang telah diketahui bahwasanya protes yang dilayangkan Indonesia kepada Tiongkok telah ditolak. Hal ini menunjukkan kurang atau bahkan tidak adanya itikad baik untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Sebagaimana termaktub dalam Hasil UNCLOS 1982 pada Pasal 59 Dasar untuk penyelesaian sengketa mengenai pemberian hak-hak dan yurisdiksi di zona ekonomi eksklusif menyatakan sebagai berikut:

“Dalam hal dimana Konvensi ini tidak memberikan hak-hak atau yurisdiksi kepada Negara pantai atau kepada Negara lain di zona ekonomi eksklusif, dan timbul sengketa antara kepentinganan-kepentingan Negara pantai dan Negara lain atau Negara-negara lain manapun, maka sengketa itu harus diselesaikan berdasarkan keadilan dan dengan pertimbangan segala keadaan yang relevan, dengan memperhatikan masing-masing keutamaan kepentingan yang terlibat bagi para pihak maupun bagi masyarakat internasional secara keseluruhan.”

Dengan sistem Konvensi maka tidak ada lagi ruang bagi negara-negara pihak Konvensi untuk menunda-nunda sengketa hukum lautnya dengan bersembunyi di belakang konsep kedaulatan negara karena Konvensi secara prinsip mengharuskan negara-negara pihak untuk menyelesaikan sengketanya melalui mekanisme konvensi. Negara-negara pihak Konvensi dapat membiarkan suatu sengketa tidak terselesaikan hanya jika pihak lainnya setuju untuk itu. Jika pihak lain tidak setuju maka mekanisme prosedur memaksa konvensi akan diberlakukan.

Dalam menentukan penyelesaian sengketa hukum laut UNCLOS 1982 membuat aturan yang sangat fleksibel dimana negara yang berselisih diberi kebebasan yang besar dalam menentukan cara penyelesaian sengketa mereka. Diantaranya ada proses penyelesaian yang tidak mengikat para pihak dan penyelesaian perselisihan yang mengikat para pihak. Selain itu juga terdapat beberapa batasan dan pengecualian bagi negara peserta Konvensi atas pilihan penyelesaian mengikat.

Maka berdasarkan kondisi tersebut Pemerintah Indonesia harus memiliki problem solving atau penyelesaian masalah yang tegas dan tentu saja menguntungkan Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Sikap untuk penyelesaian sengketa harus dicoba bahkan kalau masih dirugikan, bisa saja menyiapkan anak bangsa yang terbaik serta siap bertarung di Mahkamah Internasional demi mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sikap nyata, cepat dan tegas Presiden Indonesia ditunggu rakyat Indonesia. Terakhir yang harus direnungi dan diingat ialah “Tuan Rumah tidak akan berunding dengan maling di rumahnya sendiri”.

Penulis: M. Syaiful Zuhri. R (Anggota HMI Komisariat Justicia UNA- HMI Cabang Kisaran-Asahan)

- Advertisement -

Berita Terkini