BEM FIS dan Hukum Unesa, Selenggarakan Dialog Nasional

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Surabaya – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya, bekerjasama dengan Lembaga Lentera Indonesia Institute menyelenggarakan Dialog Nasional dengan mengusung tema “Akhiri Rasisme dan Diskriminasi untuk Keutuhan NKRI .” Kegiatan Dialog nasional tersebut dilaksanakan di Gedung 16 Sri Kandi Universitas Negeri Surabaya, Kamis (26/9/2019).

Acara tersebut mengundang tiga narasumber dengan latar belakang dan keilmuan yang berbeda, pertama Iman Pasu Marganda Purba SH MH (Akademisi Universitas Negeri Surabaya), kedua, M. Syafiq Syauqi, Lc (Pengurus Cabang GP Ansor Jawa Timur); dan ketiga, Agus SH MH (Bid. Propam Polda Jawa Timur). Acara seminar dimoderatori oleh Desi Ratnasari (Mahasiswa Semester akhir UNESA).

Kegiatan dialog tersebut dilaksanakan sebagai respon terhadap persoalan bangsa indonesia belakangan ini. Beberapa kasus yang sempat mencuat adalah kasus rasisme dan diskriminasi mahasiswa papua yang bermukim di surabaya. Kasus tersebut akhirnya menjadi viral dan menjadi isu nasional. Demo terjadi diberbagai daerah di indonesia terkait kasus rasisme tersebut, tidak terkecuali di tanah papua sendiri.

Acara dialog nasional ini menginginkan bagaimana agar kejahatan seperti rasisme dan diskriminasi dapat diselesaikan dan dicari jalan keluarnya, dan juga tidak terjadi pada tahun-tahun mendatang.

Agus yang mewakili jajaran Polda Jawa Timur mengatakan mengutip pidato Bung Karno di Surabaya pada tanggal 24 september 1955, bahwa Indonesia bukanlah milik satu kelompok, golongan, suku dan ras. Tetapi NKRI milik semua kelompok dan golongan. Selain itu untuk memperkuat kecintaan kita kepada NKRI kita harus kembali kepada pancasila dan UUD 1945.

Terkait persoalan diskriminasi dan rasisme, agus mengatakan bahwa semua warga negara sama kedudukan nya dimata hukum. “Semua berhak menerima perlindungan dari negara, tidak ada pembedaan antara satu dengan yang lain,” tegasnya.

Sementara itu Syafiq, narasumber dari GP Ansor mengatakan persoalan rasisme yang terus menggejala di seluruh dunia. Syafiq mengatakan Rasisme di Indonesia tergolong tinggi sehingga Indonesia merupakan Negara rasis ke 4 di dunia setelah Yordania, India dan Malaysia. Sering kita jumpai di Indonesia yang masih rasis yaitu menjelekan ras lain atau semacamnya. Bahkan sering kita mendengar ejekan seperti “cina” “pribumi” “tiko” “item” “sipit” yang identik dengan kepribadian dengan bahasa kasar untuk menghinanya. Bahkan dalam pernikahan maupun pekerjaan yang hanya diperbolehkan jika dari keturunan yang sama. Kenapa etnis Tionghoa sulit menerima pribumi, atau sebaliknya.

“Kalau mengungkit sejarah maka kita akan mengetahui kejadian-kejadian atau tragedi di masa lalu yang buruk. Kejadian-kejadian itu mungkin menggores luka di hati mereka dan membuat trauma akan ras tertentu dan ketidak terbukaan pada ras lain. Jika diungkit lebih dalam kejadian tragedi yang menimpa bangsa kita dikarenakan diadu-domba oleh sang penguasa yang sedang berebut kekuasaan,” ungkap Syafiq.

Iman Pasu Marganda Purba sebagai pemateri ketiga mengatakan Rasisme perlu diminimalisir jika tidak dapat dihilangkan, karena rasisme akan menimbulkan rasa superioritas ras tertentu yang akan berujung pada penindasan dan pembatasan. Padahal sesungguhnya tiap ras mempunyai ciri khas, keunikan, kelebihan, dan tentunya kekurangan masing-masing, sebagaimana banyak disebutkan dalam ajaran agama, kepercayaan, dan kesepakatan hak asasi manusia yang berlaku universal – bahwa sesungguhnya setiap manusia adalah sama dan tidak seharusnya ada pembedaan atau batasan bagi ras atau golongan tertentu, bahwa setiap manusia memiliki harkat, martabat, dan derajat yang sama.

“Kebersamaan adalah solusi untuk menangkal pengaruh rasisme dalam kehidupan kita sebagai manusia sosial. Karena dengan meningkatkan semangat kebersamaan akan terjadi pembauran tanpa memandang perbedaan, yang akan berujung pada persatuan dan kesatuan, sebagaimana yang telah dicita-citakan oleh para pendiri bangsa ini – dimana semua orang di dunia mempunyai harkat dan martabat yang setara, dapat hidup rukun dan selaras antara satu dengan lainnya, dalam satu keanekaragaman dunia. Untuk mencapai persatuan yang demikian tentunya membutuhkan waktu, tenaga, biaya, proses yang tidak sebentar, juga perencanaan, penerapan, pelaksanaan yang baik, serta niat yang tulus dan pikiran yang terbuka untuk mau menerima perbedaan dan menghormatinya secara bersama-sama, karena sesungguhnya perbedaan dan keanekaragaman tersebut adalah indah dan dapat menjadi kekuatan bagi sebuah bangsa,” jelas Iman.

Oleh karena itu, sarannya, penting kiranya kegiatan-kegiatan Dialog Nasional seperti ini untuk terus dilaksanakan, mengingat bahwa hari ini potensi konflik dapat saja terjadi dimana-mana, dan tidak hanya di Surabaya saja, bahkan di daerah lain. “Masyakarat harus lebih bijak lagi dalam menanggapi persoalan rasisme dan diskriminasi yang saat ini masih terus berlangsung,” pungkasnya.

Acara seminar yang dihadiri lebih dari 200 peserta yang memadati gedung 16 Sri Kandi Unesa untuk hadir dan menyaksikan acara tersebut. Dalam acara tersebut juga sangat terlihat antusias dari masyarakat dan mahasiswa dengan banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada para narasumber, hal ini membuktikan bahwa acara semacam itu sangat penting untuk terus dilakukan demi menjaga Stabilitas dan keutuhan bangsa. Berita Surabaya, Purja

- Advertisement -

Berita Terkini