Kelompok Masyarakat Sipil Papua Prihatin Atas Konflik Indonesia dan PT Freeport

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Laporan: Dian Rahmad

MUDANews.com, Jayapura (Papua) – Kelompok Masyarakat Sipil Papua menyampaikan keprihatinan atas konflik yang terjadi antara Pemerintah Republik Indonesia dengan PT. Freeport.

Hal ini disampaikan dalam konfrensi pers yang digelar oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Eksekutif Daerah Papua dan Forum Kerjasama Lembaga Swadaya Masyarakat (Foker LSM) Papua, di Jaya Pura Papua, Kamis (23/2).

Berdasarkan keterangan pers yang dibuat, terdapat empat alasan keprihatinan yang mereka sosialisasikan, diantaranya adalah, pertama situasi dan kondisi yang dialami oleh penduduk asli Suku Amungme dan Kamoro serta kondisi lingkungan fisik yang berubah karena eksploitasi pertambangan, berikutnya (kedua) selama  50 tahun  (1967-2017) atau 1/2 abad, belum menjawab ketentraman dan kenyamanan batin dari sebagian besar anggota masyarakat Suku Amungme dan Kamoro yang menjadi penerima dampak langsung dari aktifitas PT. Freeport.

Alasan ketiga, yakni pemerintah Indonesia dan PT. Freeport telah bersama-sama bersepakat untuk menggali dan membuang tanah yang ada di gunung tanah ulayat adat suku Amungme dan mengambil biji-biji tembaga serta emas, dan membuang tanah (B3) sebagai tailing dari ulayat Amungme masuk ke Ulayat Adat Kamoro.

Dan alasan keempat adalah menyesalkan atas tidak terselesaikannya konflik yang terjadi antara PT Freeport dengan Pemerintah Indonesia. “prioritas penyelesaian konflik pemerintah Indonesia dan PT. Freeport dengan masyarakat suku Amungme dan Kamoro adalah memperbaiki lingkungan yang telah rusak akibat operasi penambangan PT. Freeport dan Pemerintah Indonesia, dan menjawab tuntutan penduduk asli yang dirugikan selama 50 tahun perusahaan beroperasi. Hal ini menjadi keprihatinan kami, oleh karena bilamana tak ada solusi untuk mendamaikan pemerintah Indonesia dan PT. Freeport, maka lembaga mana yang akan bertanggungjawab memperbaiki kerusakan lingkungan selama sekian tahun,” bunyi poin keempat alasan keprihatinan dalam keterangan pers tersebut.

Terpisah, ketika dikonfirmasi MUDANews.com, Jumat (24/2), Aiesh Rumbekwan, Direktur WALHI Papua menjelaskan bahwa mereka ingin memastikan Pemerintah Indonesia dan PT. Freeport memiliki rasa tanggung jawab dan harus menyelesaikan permasalahan kebutuhan hidup masyarakat setempat.

“Masyarakat Suku Amungme dan Kamoro bukan masyarakat penambang atau masyarakat yang mengharapkan biaya hidup dari perusahaan. Kedua suku itu dikenal dengan tipologi masyarakat peramu yang hidup dari lingkungannya,” papar Aiesh melalui aplikasi whatsapp.
Ia juga menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia dan PT Freeport harus bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan.

“Dengan tegas kami meminta pertanggungjawaban Pemerintah Indonesia dan PT Freeport untuk dengan sungguh-sungguh memperbaiki lingkungan sebagai satu kesatuan hidup suku Amungme dan Kamoro,” tegasnya.[jo]

- Advertisement -

Berita Terkini