Meneladani Muhammad SAW: Menjadi Manfaat Untuk Umat

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh: Muhammad Roni

MUDANews.com – Di riwayatkan dalam suatu sejarah, setelah wafatnya baginda Rasulullah SAW, Abu Hurairah r.a, saat beliau berada di dalam salah satu masjid, beliau tertarik ketika melihat ada seseorang di dalam masjid yang sama duduk bersedih dipojok masjid tersebut. Abu Hurairah pun menghampirinya serta menanyakan ada apa gerangan sehingga dia tampak bersedih hati, setelah mengetahui masalahnya yang menimpa orang tersebut, Abu Hurairah pun segera menawarkan bantuan kepadanya.

Mari keluar bersamaku wahai saudara, aku akan memenuhi keperluanmu, “ajak abu Hurairah, apakah engka akan meninggalkan i’tikaf demi menolongku? Tanya orang tersebut terkejut menerima tawaran Abu Hurairah, ya, sesungguhnya aku pernah mendengar bahwa Rasulullah SAW bersabda, “sungguh berjalanya seseorang di antara kamu untuk memenuhi kebutuhan saudaranya, lebih baik baginya dari pada i’tikaf dimasjidku ini  selama sebulan”. [HR. Thabrani & Ibnu Asakir. Disahihkan al-Albani dakam As-Silsilah As-Shahihah].

Sebagai seorang muslim, sebagaimana Abu Hurairah di atas, kita di harusnya juga memiliki keterpanggilan untuk menolong saudaranya, memiliki jiwa dan semangat memberi manfaat bagi sesama, memiliki karakter Nafi’un Li Ghairihi. Salah satu indikator kebaikan seseorang adalah kemanfaatanya bagi orang lain. Berkontribusi untuk menyelesaikan problem orang lain, bahkan Nabi menyebutkan manusia terbaik adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain, “sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. [HR. Ahmad]

Islam mengajarkan keteladanan bagi setiap pribadi-pribadi yang mengaku muslim, oleh sebabnya siapapun muslim itu, dimanapun dia berada, dan apapun saja profesinya, bahwa seorang muslim harus memiliki orientasi untuk memberikan manfaat bagi muslim lainya, bahkan bukan Cuma muslim tetapi umat dan alam sekitarnya. Islam menggambarkan bahwa seorang muslim bukanlah manusia egois yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Ia juga peduli dengan keadaan orang lain dan selalu berusaha memberikan maanfat kepada orang lain pula.

Seharusnya seorang muslim yang menjadi dokter,  pedagang atau pebisnis, orientasinya bukanlah sekedar meraup untung sebesar- besarnya, tetapi orientasinya adalah bagaimana ia memberi manfaat kepada orang lain, membantu mereka memperoleh apa yang mereka butuhkan. Dengan demikian dokter, pedagang dan pebisnis muslim pantang berbuat curang dan tidak adil kepada orang yang dilayaninya, bahkan seharusnya ia memberikan segala hal yang terbaik yang ia miliki kepada mereka agar bisa dimanfaatkan pula untuk kebaikan. Begitu jugalah halnya seorang muslim yang menjadi guru, bukan hanya sekedar mengajar lalu menerima gaji, tapi orientasinya adalah bagaimana memberi manfaat terbaik bagi peserta didiknya.

Agaknya memberikan manfaat kepada orang lain, membantu serta menolong sesama itu membuat waktu tersita, harta berkurang, tenaga dan pikiran pun terporsir habis. Tapi sebenarnya saat kita apa yang telah kita berikan kepada orang lain dalam bentuk apapun itu, pada hakikatnya kita sedang menanam kebaikan untuk diri kita sendiri. Sebagaimana firman Allah dalam Alquran:

“Jika kamu berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat bagi diri kalian sendiri”[QS. 17: 7].

Dalam hadisnya Rasulullah bersabda:

“Barang siapa yang menyelesaikan kesulitan orang mu’min lainya dari berbagai kesulitan dunia, maka Allah akan menyelesaikan kesulitan- kesulitanya di hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya Allah akan mudahkan baginya urusan didunia dan akhirat” [HR. Muslim].

Sebenranya ada beberapa hal potensi yang bisa kita manfaatkan untuk melakukan kebaikan dalam kehidupan sehari- hari, dengan ilmu, ilmu yang Allah anugerahkan kepada kita, kita guanakan untuk mengajarkan kepada orang lain, melatihnya, dan memberdayakan mereka sesuai dengan kemampuan kita. Ilmu tidak terbatas hanya sampai pada ilmu agama semata, tetapi juga ilmu lainya yang berbentuk keterampilan serta keahlian dan propesi. dengan harta kita,  dengan waktu dan tenaga, dengan tutur kata kita yang baik, dengan sikap kita yang ramah kepada sia saja, dan yang terpenting dari semua itu adalah keikhlasan, karena jika tidak di barengi dengan keikhlasan, maka sia- sia lah perbuatan baik yang kita anggap dapat menjadi maafaat buat kehidupan orang banyak.

Wa Ma Tawfiqi Illa Billah,,,,

Penulis adalah Dosen Fakultas Saintek UIN-SU

 

 

 

 

 

- Advertisement -

Berita Terkini