Israel Mesin Pembantai, Ribuan Tahun Lalu Al-Qur’an Sudah Ingatkan

Breaking News
- Advertisement -

Oleh: Agusto Sulistio – Pegiat Sosmed, Aktif di Indonesia Democracy Monitor (InDemo).

Mudanews.com OPINI – Israel bukan sekedar negara, ia adalah mesin pembantaian. Sejak awal berdirinya, proyeknya hanya satu, merampas tanah, menumpahkan darah, dan menebar kerusakan. Al-Qur’an sudah memperingatkan tabiat kaum ini, kaum yang diberi nikmat lalu membalas dengan pengkhianatan, durhaka, dan pembunuhan. Dan hari ini, darah Palestina kembali menjadi saksi kebenaran firman itu.

Dunia dipaksa kembali menonton tontonan paling biadab, rakyat Palestina dibantai, tanah mereka dirampas, rumah dihancurkan, anak-anak ditembak, perempuan diseret, orang tua disiksa. Semua dilakukan Israel tanpa rasa malu, seolah bumi ini hanya milik mereka dengan tindakan sepihak dan semaunya.

Al-Qur’an sejak ribuan tahun lalu sudah membuka tabiat semacam ini. Bukan dalam konteks negara modern Israel, melainkan dalam kisah Bani Israil, kaum yang diberi nikmat besar namun berkali-kali melampaui batas. Allah berfirman:

“Mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu karena mereka durhaka dan melampaui batas.” (QS. Al-Baqarah: 61).

Inilah wajah Israel hari ini, wajah durhaka, wajah pembunuh, wajah penindas yang haus darah.

Kelakuan Israel ibarat seorang preman di kampung yang merampok rumah tetangganya. Setelah berhasil, dia bukan hanya menguasai tanah itu, tapi juga menendang keluar pemilik sahnya. Setiap kali pemilik itu mencoba kembali, preman itu justru memukuli, melukai, bahkan membunuh keluarganya. Lebih parah lagi, preman itu berteriak ke seluruh kampung bahwa semua tindakannya demi “keamanan dirinya”. Begitulah wajah Israel, maling yang berubah jadi algojo, penjarah yang berlagak korban.

Allah menegaskan, “Barangsiapa membunuh seorang manusia… seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia.” (QS. Al-Maidah: 32).

Maka setiap peluru Israel sejatinya ditembakkan ke jantung kemanusiaan dunia. Mereka tidak hanya membunuh Palestina, mereka sedang membunuh rasa kemanusiaan umat manusia.

Kejahatan Israel bukan hanya dilihat oleh umat Islam, tetapi juga oleh tokoh-tokoh besar dunia yang menempatkan kemanusiaan di atas segalanya.

Nelson Mandela tegas sampaikan, “Kebebasan kita tidak akan lengkap tanpa kebebasan Palestina.” Kalimat singkat itu menunjukkan bahwa penderitaan Palestina adalah luka seluruh umat manusia.

Uskup Desmond Tutu dari Afrika Selatan, pejuang anti-apartheid, dengan lantang menyamakan perlakuan Israel terhadap Palestina dengan apartheid: “Jika kamu diam terhadap ketidakadilan, maka kamu telah berpihak kepada penindas.”

Bahkan tokoh-tokoh Barat lain, dari Noam Chomsky hingga ilmuwan Yahudi seperti Ilan Pappe, membongkar kebijakan Israel sebagai bentuk kolonialisme modern yang tidak pantas dipertahankan di abad ke 21.

Israel tidak hanya dilawan oleh umat Islam dengan dasar Al-Qur’an, tetapi juga ditolak oleh nurani manusia dari berbagai bangsa dan agama.

Pola busuk ini sudah digambarkan Al-Qur’an: “Setiap kali mereka menyalakan api peperangan, Allah memadamkannya. Mereka berusaha membuat kerusakan di muka bumi, dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan.” (QS. Al-Maidah: 64).

Perang adalah nafas Israel, kerusakan adalah cara mereka bertahan.

Sementara itu, dunia menunjukkan wajah munafik. Amerika Serikat berdiri paling depan mengirim senjata, dana, dan veto. PBB tak lebih dari macan ompong yang selalu dikebiri veto. Negara-negara Arab banyak yang hanya berteriak di podium, tetapi tetap menjaga hubungan dagang dengan Israel. Ironis, bangsa-bangsa satu tanah dengan Palestina justru lebih memilih kenyamanan kursi kekuasaan daripada kehormatan umat.

Data korban Palestina hingga peetwngahan 2025 lebih dari 50.000 tewas, 120.000 terluka dan mayoritas cacat permanen, dua juta jiwa di Gaza hidup dalam pengepungan total serta mengungsi dari reruntuhan, ribuan rumah sakit, masjid, dan sekolah hancur. Anak-anak yatim, perempuan yang melahirkan di tenda, dan orang tua yang kehilangan tanah airnya.

Penutup

Israel bukan sekadar masalah politik, ia adalah mesin pembantaian. Mereka hidup dari darah, menari di atas mayat, dan bernafas dari penderitaan orang lain. Inilah potret kezhaliman paling telanjang yang sudah diperingatkan Al-Qur’an.

Kita tidak boleh hanya menangis ketika membaca Al-Quran atau mengutuk di ruang tamu. Diam berarti menggadaikan kehormatan. Bungkam berarti ikut menjadi bagian dari pembantaian. Jika tidak bisa mengangkat senjata, maka angkatlah suara, pena, doa, dan solidaritas. Jangan biarkan darah Palestina terus menjadi tontonan tanpa perlawanan.

Sejarah selalu sama, setiap kezhaliman berakhir dengan kehinaan. Israel boleh angkuh dengan senjata dan sekutunya, tetapi cepat atau lambat, mereka akan sampai pada ujung jalan yang mereka pilih sendiri yakni jalan laknat, jalan darah, jalan kehancuran.

Jakarta, Selasa 23 September 2025, 3:18 Wib.

Berita Terkini