Guru Besar UNS, Prof. Triyanto, Jadi Dosen Tamu di Monash University Bahas Pendidikan Inklusi

Breaking News
- Advertisement -

 

Mudanews.com Melbourne – Guru Besar Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Triyanto, menjadi dosen tamu di Monash University, Australia, pada 26 Agustus 2025. Dalam kesempatan itu, ia menyampaikan kuliah umum bertema inclusive education atau pendidikan inklusi dengan menyoroti pengalaman dan perkembangan di Indonesia.

Kuliah tamu tersebut mendapat sambutan hangat dan dihadiri ratusan mahasiswa program Magister dan Doktor Monash University, baik secara luring maupun daring. Kehadiran Prof. Triyanto di salah satu kampus terbaik dunia—yang kini menduduki peringkat 36 versi QS World University Rankings—menjadi bukti pengakuan internasional atas reputasinya di bidang pendidikan.

Dalam paparannya, Prof. Triyanto menjelaskan bahwa pendidikan inklusi di Indonesia selama ini kerap dipahami sebatas pemenuhan hak siswa penyandang disabilitas. Padahal, konsep inklusi jauh lebih luas. “Pendidikan inklusi adalah pendekatan yang memastikan semua peserta didik—tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, bahasa, gender, agama, budaya, maupun latar belakang ekonomi—mendapat akses pendidikan bermutu dalam kelas reguler dengan dukungan yang memadai,” ujarnya.

Ia menegaskan, isu pendidikan inklusi di Indonesia tidak hanya menyangkut hak-hak penyandang disabilitas, tetapi juga mencakup pemerataan kesempatan bagi seluruh lapisan masyarakat. Salah satu contoh nyata adalah inisiatif pemerintah melalui Sekolah Rakyat, sekolah yang didanai negara untuk memperluas akses pendidikan bagi kelompok kurang mampu dan terpinggirkan.

Berdasarkan kajian kebijakan nasional, data terbaru, serta contoh praktik dari berbagai sekolah, Prof. Triyanto memaparkan tren penting dalam pendidikan inklusi, mulai dari adaptasi kurikulum, penguatan kapasitas guru, asesmen inklusif, hingga dukungan sistemik. Ia mengakui, meski Indonesia memiliki fondasi hukum yang kuat, masih banyak sekolah yang menghadapi tantangan, terutama terkait infrastruktur, kesiapan guru, dan pedagogi inklusif.

Namun demikian, ia optimistis dengan perkembangan yang ada. Jumlah sekolah inklusi terus bertambah, kesadaran masyarakat tentang kesetaraan pendidikan semakin meningkat, dan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan kian kuat. “Pendidikan inklusi di Indonesia saat ini sedang ‘bergerak’, bukan hanya sebagai cita-cita, tetapi sebagai transformasi yang terus berlangsung,” tutup Prof. Triyanto.**(Red)

Berita Terkini