Mudanews.com Jakarta, Forum Mahasiswa Pagar Nusa Nusantara (FMPN) menyoroti krisis deforestasi yang dinilai semakin mengkhawatirkan. Ketua Umum FMPN, Pendy menegaskan bahwa kondisi ini menunjukkan kegagalan total tata kelola kehutanan nasional dalam melindungi hutan Indonesia.
Dalam pernyataannya Sabtu, 6/12/2025 di Jakarta, Pendy mengungkapkan bahwa data deforestasi tahun 2024 menjadi alarm serius bagi pemerintah. Berdasarkan data Kementerian Kehutanan, luas hutan Indonesia tercatat mencapai 95,5 juta hektare atau 51,1 persen dari total daratan. Namun, deforestasi netto masih terjadi sebesar 175.400 hektare, meskipun telah dilakukan reforestasi seluas 40.800 hektare.
Menurut Pendy, fakta bahwa sebagian besar deforestasi terjadi di kawasan hutan resmi membuktikan lemahnya sistem pengawasan dan penegakan hukum. Sekitar 92,8 persen deforestasi bruto terjadi di hutan sekunder, dan 69,3 persen di antaranya berada di kawasan hutan resmi negara.
FMPN juga mengacu pada laporan lembaga independen Auriga Nusantara yang mencatat deforestasi Indonesia sepanjang 2024 mencapai lebih dari 261 ribu hektare. Dari jumlah tersebut, sekitar 59 persen terjadi di area konsesi. Kondisi ini dinilai memperlihatkan bahwa regulasi dan sistem perizinan masih membuka ruang lebar bagi deforestasi legal.
“Kerusakan hutan yang terjadi hari ini bukan sekadar persoalan kejahatan lingkungan, tetapi bukti bahwa tata kelola kehutanan kita dirancang tanpa keberpihakan pada kelestarian dan keberlanjutan,” tegas Pendy.
Lebih lanjut, Pendy menyoroti dampak ekologis dan sosial dari deforestasi, mulai dari hilangnya habitat satwa dilindungi, meningkatnya risiko bencana ekologis, hingga terpinggirkannya masyarakat adat yang selama ini justru menjadi penjaga hutan.
Atas kondisi tersebut, FMPN menilai pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan kehutanan. Penegakan hukum, transparansi perizinan, serta perlindungan hutan alam dan hak masyarakat adat dinilai harus menjadi prioritas utama.
FMPN menegaskan bahwa kritik yang disampaikan bukanlah bentuk penolakan terhadap pembangunan. Sebaliknya, Pendy menyatakan FMPN mendukung pembangunan yang adil, berkelanjutan, dan tidak mengorbankan lingkungan hidup.
“Hutan adalah penyangga kehidupan dan masa depan bangsa. Jika tata kelolanya gagal, maka yang dipertaruhkan adalah keselamatan generasi mendatang,” ujar Pendy.
FMPN juga mengajak masyarakat sipil, akademisi, organisasi lingkungan, dan media massa untuk terus mengawal kebijakan kehutanan agar berpihak pada keberlanjutan ekologi dan keadilan sosial.
Kontributor: Rizky Imam Mukti
Editor : Suratmin

