Mudanews.com OPINI | Terobosan pemikiran Megawati Soekarnoputri dalam penanggulangan bencana kerap dianggap “out of the box”. Ia melampaui cara berpikir birokratis yang kaku, menghadirkan gagasan-gagasan kreatif yang benar-benar diwujudkan, bukan sekadar retorika. Salah satu ide yang paling mencolok adalah pembangunan Rumah Sakit Apung—sebuah fasilitas kesehatan terapung yang dapat bergerak menembus batas laut Indonesia.
Ide itu tidak berhenti pada tataran wacana. Megawati memastikan gagasan kemanusiaan tersebut dijalankan melalui PDI Perjuangan, partai yang ia pimpin. Memanfaatkan kewenangannya secara tepat, ia mendorong realisasi program yang berdampak langsung bagi masyarakat. Sejak tahun 2023, PDI Perjuangan resmi memiliki kapal khusus yang difungsikan sebagai rumah sakit: RS Apung Laksamana Malahayati.
Kapal berukuran 30 meter panjang, 9 meter lebar, dan draft 2 meter itu diberi nama langsung oleh Megawati. Nama itu diambil dari sosok pahlawan perempuan asal Aceh, Laksamana Malahayati, komandan pasukan Inong Balee yang gagah berani menghadapi Portugis dan Belanda pada abad ke-16. Pemilihan nama ini bukan sekadar penghormatan, tetapi simbol perjalanan perjuangan perempuan dalam kemanusiaan.
Dalam pandangan Megawati, RS Apung adalah bentuk nyata komitmen pelayanan kesehatan bagi masyarakat pesisir, pulau-pulau terpencil, sekaligus bagi korban bencana di seluruh Indonesia. Kapal tersebut dirancang menjadi garda terdepan layanan kesehatan gratis—bergerak ke tempat-tempat yang selama ini sulit dijangkau fasilitas konvensional. Informasi terakhir, RS Apung Laksamana Malahayati sedang berlayar menuju Aceh untuk menjalankan misi kemanusiaannya.
Gagasan Megawati dalam memandang bencana sangat dipengaruhi perspektif ekofeminisme: bahwa kerusakan ekologis tidak bisa dilepaskan dari korupsi, ketidakadilan gender, serta praktik eksploitasi yang lahir dari sistem patriarki. Bagi Megawati, baik alam maupun perempuan kerap menjadi korban dari relasi kuasa yang timpang dan kepentingan ekonomi yang serakah. Karena itu, ia terus mendorong perempuan untuk terlibat langsung dalam pelestarian lingkungan dan pengambilan keputusan strategis terkait kebijakan lingkungan.
Megawati adalah seorang perempuan yang menggunakan pengaruh politiknya untuk kerja-kerja kemanusiaan. Kapal ini dinamai dari pahlawan perempuan. Namun ironisnya, masih saja ada politisi misoginis yang merendahkan dirinya dengan sebutan “nenek-nenek”—sebuah serangan yang tidak hanya menunjukkan ketidakdewasaan politik, tapi juga menyimpan prasangka buruk terhadap perempuan yang berkuasa. Serangan itu bukanlah kritik; hanya ekspresi ketidaksukaan yang miskin gagasan.***
Tulisan ini disarikan dari pandangan Anwar Saragih.

