Mudanews.com Karanganyar – Meningkatnya insiden yang dialami para pendaki di jalur pendakian Gunung Lawu dan Gunung Rinjani dalam beberapa waktu terakhir menjadi perhatian serius berbagai pihak. Kondisi ini menegaskan bahwa pendakian gunung bukan sekadar aktivitas rekreasi atau penyaluran hobi, melainkan kegiatan yang memiliki risiko tinggi jika tidak diiringi persiapan matang dan pengetahuan memadai. Budaya keselamatan dan pemahaman tentang mitigasi risiko menjadi kebutuhan mendesak, khususnya bagi pendaki pemula dan relawan penyelamat yang sering terlibat dalam evakuasi darurat di lapangan.
Sebagai bentuk respons terhadap situasi ini, tim Pengabdian Masyarakat Bagian Hukum Internasional FH UNS bekerja sama dengan Basarnas serta Komunitas Anak Gunung Lawu (AGL) menggelar kegiatan bertema “Mitigasi Risiko Pendakian di Gunung Lawu: Identifikasi Risiko dan Strategi Pencegahan” pada 8–9 Agustus 2025. Kegiatan ini dilaksanakan di kawasan basecamp Cemoro Kandang sebagai salah satu jalur utama pendakian Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar.
Ketua pelaksana pengabdian, Dr. Anang Setiyawan SH., MH. menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan terutama kepada para pendaki pemula dalam menghadapi berbagai risiko pendakian yang berasal dari faktor alam maupun manusia. Melalui kegiatan ini juga diharapkan dapat menjadi langkah konkret untuk menekan angka insiden di gunung melalui kegiatan edukasi, latihan teknis, dan penguatan budaya keselamatan dalam pendakian.
Pada rangkaian kegiatan hari pertama, Narasumber dari AGL memberikan materi identifikasi serta cara memitigasi risiko pendakian di gunung. Mereka menyampaikan pengalaman lapangan, termasuk kasus-kasus darurat yang pernah terjadi di Gunung Lawu. Pada hari pertama ini, Narasumber dari Basarnas menjelaskan teknik penanganan pertama ketika pendaki mengalami insiden di Gunung Lawu.
Pada hari kedua, para peserta melakukan praktik simulasi Search and Rescue (SAR) dengan dipandu oleh tim AGL. Pada simulasi ini, para relawan melakukan pencarian korban di jalur pendakian dengan metode pencarian terstruktur, penggunaan peralatan SAR, dan teknik evakuasi. Materi dilanjutkan dengan praktik pertolongan pertama, mulai dari penanganan hipotermia, perawatan luka, imobilisasi patah tulang, hingga penggunaan tandu darurat. Instruktur dari AGL juga memberi tips sederhana yang bisa dilakukan dengan perlengkapan terbatas di gunung.
Kegiatan ini mendapat sambutan positif dari komunitas pendaki dan relawan. Beberapa peserta menyampaikan bahwa pelatihan ini sangat berguna dan memberikan pemahaman baru tentang pentingnya mitigasi sejak sebelum pendakian dilakukan.
Dengan pendekatan partisipatif dan berbasis edukasi, kegiatan ini diharapkan menjadi model bagi upaya serupa di gunung-gunung lain di Indonesia. Ketua Bagian Hukum Internasional FH UNS, Rachma Indriyani SH., LL.M., Ph.D menyatakan berkomitmen untuk terus mengembangkan program pengabdian masyarakat yang relevan, kontekstual dan berdampak langsung bagi masyarakat.**(Red)