Longsor di PLTA Batang Toru, Walhi Sumut : Evaluasi Proyek yang Beroperasi

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Bencana longsor yang terjadi kawasan Proyek PLTA Batang Toru, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara (Sumut) buka suara.

Direktur Walhi Sumut, Doni Latuperissa menjelaskan pihaknya sudah menduga longsor itu akan terjadi.

“Sejak awal proses pembangunan, Walhi Sumatera Utara khawatir jika proyek tersebut diteruskan akan menimbulkan bencana ekologis di kawasan hutan Batang Toru,” jelas Doni dalam siaran persnya kepada mudanews.com, Jumat (30/4/2021).

Doni menyebutkan, wilayah tersebut merupakan daerah rawan gempa dengan kontur tanah yang labil.

“Bahwa lokasi pembangunan PLTA Batang Toru berada di zona merah dekat dengan patahan, artinya lokasi pembangunan PLTA Batang Toru berpotensi menimbulkan bencana ekologis baru yang berdampak pada sosio-ekologis masyarakat,” bebernya.

Doni mengatakan ini bukan kejadian pertama dimana sebelumnya pada Desember 2020 juga terjadi longsor yang menyebabkan hilangnya operator excavator.

Oleh karena itu, Walhi Sumut mengimbau beberapa poin terhadap Lansekap Batang Toru yang menjadi Rimba Terakhir Sumut tersebut.

“Stop pembangunan di wilayah rawan bencana; evaluasi proyek-proyek yang beroperasi di Lansekap Batang Toru,” tegasnya.

Usut Tuntas Longsor di Areal PLTA Batang Toru

Longsor di PLTA Batang Toru
Tim gabungan mencari korban longsor yang hilang (Foto: Net)

Selain itu, pihaknya meminta untuk mengusut tuntas bencana longsor yang terjadi di areal proyek PLTA Batang Toru tersebut.

“Laksanakan pencegahan dan penegakan hukum terhadap potensi dan ancaman degradasi Lansekap Batang Toru dari aktivitas industri ekstraktif dan eksploitatif,” ujarnya.

Hal lain yang disuarakan Walhi Sumut adalah perbaiki tata kelola perizinan proyek di Lansekap Batang Toru, bahwa pembangunan PT.NSHE minim mitigasi kebencanaan.

Doni mengurai secara geografis, kawasan Hutan Batang Toru terletak antara 98º 50’-99º 18’ Bujur Timur dan 1º 26’-10º 56’ Lintang Utara. Secara administrasi terletak ditiga kabupaten yaitu Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan dan Tapanuli Utara.

Luas kawasan Hutan Batang Toru diperkirakan seluas 168.658 hektar yang didalamnya termasuk Hutan Lindung Sibolga seluas 1.875 hektar, Cagar Alam Dolok Sipirok seluas 6.970 hektar dan Cagar Alam Sibual Bual seluas 5.000 hektar.

Kawasan Hutan Batang Toru meliputi Hutan Batang Toru Blok Barat dan Hutan Batang Toru Blok Timur dengan total habitat alami yang ada diperkirakan seluas 120.000 hektar.

Kawasan Hutan Batang Toru termasuk tipe hutan pegunungan rendah, hutan gambut pada ketinggian 900-1000 mdpl, hutan batu kapur, hutan berlumut dan juga bisa ditemukan beberapa rawa diketinggian 800 mdpl.

Hutan hujan primer mendominasi tutupan vegetasi yang mengakar di lereng bukit curam dengan kemiringan lebih dari 60%. Tipe ekosistem ini merupakan habitat yang potensial bagi satwa kunci yang ada di dalamnya.

Walhi Sumatera Utara telah melakukan Advokasi penyelamatan Hutan Batang Toru semenjak hadirnya Industri Ekstraktif di Kawasan Hutan Batang Toru seperti Tambang, Perkebunan dan Pembangunan PLTA Batang Toru.

“Terkait Pembangunan PLTA Batang Toru Walhi Sumut telah melakukan Advokasi terhadap keberadaan Lokasi pembangunan PLTA Batang Toru, mulai tahun 2017 hingga 2021. Walhi Sumut masih konsisten memberikan kritikan dan masukan kepada pemerintah Daerah, Nasional agar memberikan perhatian secara pengawasan,” bebernya.

Bahkan, pada tahun 2018 Walhi melayangkan Gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Medan terkait Izin Lingkungan Pembangunan PLTA Batang Toru.

Kawasan Hutan Batang Toru Adalah Rumah bagi Spesies Dilindungi
Berdasarkan hasil analisa Walhi Sumut, bahwa kawasan Hutan Batang Toru merupakan rumah dari berbagai jenis spesies yang dilindungi seperti Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) Beruang Madu (Helarctos malayanus), Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), Siamang (Symphalangus syndactilus), Tapir (Tapirus indicus) dan lainnya.

Sementara untuk jenis vegetasi, Hutan Batang Toru merupakan bagian dari keanekaragaman tumbuhan vaskuler tingkat tinggi dengan 685 jenis dan 138 jenis merupakan sumber makanan bagi berbagai satwa yang ada didalamnya. Disamping itu, ditemukan juga 8 jenis vegetasi yang terancam punah dan dilindungi oleh Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999.

Ancaman terhadap kerusakan kawasan Hutan Batang Toru pun sudah marak terjadi.

Masuknya perusahaan-perusahaan besar di dalam kawasan Hutan Batang Toru memperburuk kondisi dan meningkatkan persentasi kerusakan kawasan Hutan Batang Toru.

Salah satu yang Walhi Sumut soroti adalah Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru, PT Agincourt Resources, PT Gruti, dan PT SOL.

“Kehadiran korporasi ini dikhawatirkan akan mengancam keberlansungan ekosistem hutan,” lanjut Doni.

Doni juga menyebutkan kehadiran korporasi menyebabkan besarnya potensi bencana ekologis yang terjadi akibat pembukaan lahan yang cukup luas dan pembersihan lahan di sepanjang DAS Batang Toru. (tim)

- Advertisement -

Berita Terkini