Konservasi Mangrove Berbasis Perempuan Desa

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Deliserdang – Hutan Mangrove merupakan suatu ekosistem hutan yang sangat unik sebagai penyambung antara ekosistem daratan dengan ekosistem lautan yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam.

Keberadaan hutan mangrove memiliki peranan penting dan berpengaruh positif bagi perlindungan daerah pantai dan masyarakat dapat menjadikannya sebagai sumber pemanfaatan sumberdaya alam. Hutan mangrove merupakan ekosistem esensial di dunia  baik untuk perikanan serta konservasi ekosistem, terlebih hutan bakau  dapat menyerap karbondioksida 5 kali lipat  dari pada hutan daratan.

Melihat pentingnya keberadaan hutan mangrove ini, Paras (Penguatan Rakyat Pedesaan) WALHI-Sumut (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia – Sumatera Utara) dan NTFP (Non Timber Forest Pragram) – GAGGA menyelenggarakan pelatihan bagi masyarakat perempuan dalam upaya mendorong peningkatan kapasitas perempuan dan peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat berpresepsi lingkungan, didesa Paluh Kurau kec. Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, Rabu (2/12/2020).

Dony Latuparisa Kepala Depertemen Program Walhi Sumut dalam kegiatan tersebut menuturkan, untuk bisa tetap menjaga kelestarian hutan-hutan mangrove, saat ini dibutuhkan upaya Penyadartahuan fungsi mangrove dan Penguatan ekonomi bagi masyarakat sekitar kawasan agar tidak lagi terfokus untuk melakukan penebangan pohon mangrove, apalagi untuk mengkonversi kawasan mangrove menjadi peruntukan lain yakni Perkebunan sawit dan tambak.

Upaya dimaksudkan dapat melalui pengembangan Silvofishery serta pelatihan pemamfaatan mangrove dengan maksimalisasi Hutan Non Kayu, sebagai  kegiatan pendukung ekonomi bagi kaum ibu” ujar Dony yang saat ini digadang -gadang sebagai Calon Eksekutif Direktur Walhi Sumatera Utara priode 2020 – 2024.

Dalam pemaparannya kepada para peserta pelatihan beliau menjelaskan pengelolaan kawasan mangrove perlu berapliasi dengan regulasi yang ada saat ini, yakni peraturan yang mengatur tentang pengelolaan kawasan, sehingga masyarakat tidak diclaim sebagai pelaku illegal yang merampas tanah negara, dan terhindar dari konflik vertikal antara penguasaan oleh masyarakat dan kawasan yang dikelola dikewenangan negara.

tentang pengelolaan 50 Hektar kawasan mangrove oleh kelompok masyarakat desa yang di dampingi PARAS didesa Paluh Kurau, harus tetap merujuk pada ketentuan pemerintah yakni Permen LHK No.83 2016 tentang Perhutanan Sosial dan Perdirjen KSDAE No.6 2018 tentang Kemitraan Konsevasi” tukas Dony.

Dikesempatan sama, Kades Paluh Kurau Selamet, menuturkan apresiasi yang cukup tinggi kepada Lembaga Paras bersama Walhi Sumut yang telah melakukan upaya peyadartahuan kepada masyarakat desa Paluh kurau tekait pelestarian kawasan bakau, beliau mengharapkan penting kerjasama yang baik dengan pemerintahan desa dalam kerja kerja pelestarian kawasan mangrove ini,

“Kerja kerja pelestarian kawasan mangrove yang telah luluh lantak didesa paluh kurau ini, harus bersinergi dengan semua pihak, peran kelompok masyarakat desa dalam upaya pelestarian kawasan bakau yang tersisa harus tetap dilakukan pembinaan secara intensif, dan yang terfokus lagi dalam hal penguatan ekonomi masyarakat yang menitik beratkan pada potensi alam dengan senatiasa mejaga habitat bakau tetap lestari, sehingga antara kegiatan pelestarian lingkungan dan penguatan ekonomi masyarakat dapat berjalan bersama,” ujar Kades.

Kades menyampaikan, dukungannya secara penuh kepada kelompok perempuan didesa Paluh Kurau dalam pelesatrian kawasan bakau, beliau meyarankan agar kelompok membuat proposal sederhana sebagai bentuk permohonan yang dapat terakomodir di anggaran desa.

“Melalui Paras dan Walhi masyarakat dibantu untuk membuat proposal sederhana agar kegiatan kelompok perempuan Bakau ini dapat di akomodir dalam anggaran Dana Desa,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Paras, Khairul kepada awak media ini menuturkan animo masyarakat yang sangat tinggi dalam merespon permasalahan lingkungan didaerahnya, beliau menyebutkan dalam tenggang 3 bulan efektif telah melahirkan 2 kelompok masyarakat desa yang peduli dengan pelestarian bakau,

Di desa Paluh Kurau ini telah terbentuk dua kelompok masyarakat yang peduli terhadap penyelamatan hutan mangrove, yakni kelompok nelayan tangkap yang didominasi kaum laki laki, dan kelompok Perempuan Bakau Serai yang didominasi kaum perempuan, dan semua memiliki aksi kegiatan yang telah berjalan, yakni kelompok kaum perempuan bakau dengan pengembangan Credit Union (CU), sementara kelompok Laki laki yang berpropesi mayoritas nelayan dengan pengelolaan lahan kawasan mangrove melalui budi daya tambak alam dengan tidak merusak habitat mangrove,” paparnya.

- Advertisement -

Berita Terkini