Gaming Disorder (GD), Dampak Bagi Kesehatan dan Mental

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Padang Lawas Utara – Kehadiran smartphone pada zaman sekarang sangat sulit dihindari. Khususnya bagi anak-anak dan remaja, mereka seringkali mengalami kesulitan untuk membatasi diri dalam bermain smartphone sehingga tidak heran apabila ada yang mengalami kecanduan gadget dan khususnya kecanduan game.

Banyaknya kasus yang diakibatkan game ini terjadi di Indonesia, contohnya adalah salah satu mahasiswa yang hampir di-DO dari universitasnya di Purwokerto.

Hal ini dikatakan Suci Ramadhani Nasution pada mudanews.com melalui press rilisnya Selasa (05/11/2019).

Disebutkanya seharusnya anak-anak pada jam 1-2 pagi istirahat demi kesehatanya, akibat kecanduan game online sebagian anak-anak tersebut masih aktif dalam permainan.

Akibatnya kata dia, ketika bangun tidur sulit mandi pagi, sekolah menjadi terganggu karena sering bolos, siswa SMP yang keseringan main game jadi suka pukul kepala sendiri, terasa sakit nyeri dikepala karena waktu bermain game yang berlebihan.

Dampak dari game online ini hampir merambah semua usia dan profesi, dicontohkannya pada seorang pemuda di Samarinda yang nekat mencuri motor karena tidak diberi uang oleh orang tuanya untuk bermain game, pegawai kantoran yang melalaikan tugasnya sehingga ditegur atasan, dan masih banyak lagi kasus akibat kecanduan bermain game atau gaming disorder.

Mahasiswi Universitas Sriwijaya ini memberi analisis dari Pokkt, Decision Lab dan Mobile Marketing Association (MMA), melakukan studi terkait game di Indonesia menyebutkan, jumlah gamer mobile di Tanah Air mencapai 60 juta. Bahkan pada tahun 2020 diperkirakan akan meningkat menjadi 100 juta pada 2020.

Hasil studi menunjukkan, mayoritas aktivitas yang dilakukan masyarakat melalui smartphone yaitu bermain game sebanyak 25%, bersosial media sebanyak 17%, streaming video sebanyak 12%, browsing sebanyak 10%, dan berbelanja online sebanyak 7%.

Dilihat dari sisi usia, gamer di Indonesia tak hanya meliputi oleh kalangan anak-anak dan remaja saja, tetapi sudah dimasuki oleh orang tua yang berkisar umur 45-54 tahun dengan persentase 17%. Menurut Aske stergȧrd, Founder-Decision Lab, dalam forum Mobile Marketing Association (MMA) di Jakarta bahwa lebih dari separuh orang Indonesia yang terhubung dengan internet sedang memainkan game di perangkat seluler mereka, ini termasuk ibu-ibu dengan anak-anak di bawah 10 tahun. Oleh karena itu, mobile game kini telah menjadi mainstream.

Dijelaskannya, Internet Gaming Disorder merupakan salah satu bentuk penggunaan internet yang secara berkelanjutan berhubungan dengan penggunaan internet yang bersifat patologis. Menurutnya Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organizations (WHO) sudah menggolongkan Gaming Disorder atau kecanduan game sebagai penyakit gangguang mental dalam versi paling baru International Statistical Classification of Diseases (ICD) yaitu ICD-11. Gaming Disorder adalah pola perilaku bermain game baik permainan online maupun offline yang ditandai dengan ketidakbisaan mengendalikan keinginan bermain game.

Memprioritaskan bermain game daripada minat kepada kegiatan yang lebih bermanfaat, dan terus menerus meningkatkan frekuensi bermain game meski ada konsekuensi negative.

Untuk mengenali seseorang kecanduan gaming disorder katanya, apabila setidaknya selama 12 bulan pola perilaku yang disebutkan di atas sangat kuat dan berdampak buruk baik terhadap pribadi, keluarga, social, pendidikan, pekerjaan, maupun area penting lainnya.

Gejala-gejala yang termasuk untuk Internet gaming disorder menurut the American Psychiatri Association meliputi, Keasyikan dengan game menunjukkan tanda emosional berupa kesedihan, kecemasan, dan lekas marah ketika jauh dari game.

Ketidakmampuan untuk mengurangi bermain game atau berhenti bermain game selalu gagal. mengabaikan kegiatan lain, bahkan kehilangan minat kecuali bermain game terus menerus menimbulkan masalah.

Timbulnya kebiasaan membohongi keluarga atau orang lain tentang waktu yang dihabiskan untuk bermain game menjadikan game sebagai pelega suasana hati yang negative seperti rasa bersalah atau putus asa berisiko membahayakan pekerjaan.

Internet gaming disorder bisa dilakukan apabila seseorang mengalami 5 atau lebih gejala di atas dalam setahun.

Diapun menjelaskan dampak Internet gaming disorder bagi kesehatan mental, disebutkanya pada kasus adiksi ada bagian dari otak pecandu yang rusak, yakni area pre-frontal cortex, dimana ketika dilakukan pencitraan otak, di daerah itu didapati rusak. dimana area ini bertanggung jawab untuk mengendalikan diri, perilaku dan juga impuls yakni hal – hal yang dilakukan tanpa berpikir lagi.

Jadi kalau bagian ini rusak pecandu gak bisa lagi berpikir, sehingga pecandu melakukan sesuatu dan perilakunya itu menimbulkan apa yang disebut neurotransmitter dopamine yang membuat rasa bahagia. Oleh sebab itu, pecandu tidak bisa menghentikan permainan game nya karena sudah menganggap game adalah sumber kebahagiaan. Jika tidak memainkan game, dia akan merasa gelisah, sedih dan selalu marah kepada setiap orang.

Pencegahan Gaming Disorder harus mengatur dan mengetaui batasan waktu wajar bermain games. Jauhkan smartphone ketika ingin tidur, agar terhindar dari godaan bermain game, mencoba mencari aktivitas lain agar bisa terhindar dari game, melakukan hubungan social yang bermanfaat, memberikan perhatian ekstra terhadap orang yang sudah terkena gejala Gaming Disorder melakukan pengobatan antara farmakologi dan psikoterapi. Perlunya kebijakan dari pemerintah terhadap masalah ini.

Dicontohkannya di negara Korea Selatan yang memiliki kebijakan nasional berupa UU pembatasan jam bermain game online sejak tahun 2011 yang dikenal dengan UU Cinderella.

“Yuk Cegah Gaming Disorder. Jangan sampai Gaming Disorder merusak generasi muda Indonesia. Karena kalau bukan kita sebagai generasi muda siapa lagi yang akan membangun Negara ini,” tandasnya. Berita Padang Lawas Utara, Ari

- Advertisement -

Berita Terkini