Berikan Tanah Untuk Petani!

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh: Marlan Ifantri Lase

MUDANews.com – Di era millennium ini perang yang terjadi adalah perang informasi, perang energi dan perang pangan dimana sejauh ini Indonesia memiliki potensi besar untuk memenangkan perang tersebut terutama dalam bidang pangan akan tetapi yang terjadi beberapa tahun terakhir negara kita selalu melakukan impor beras dari negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand  untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri padahal secara wilayah kita memiliki potensi besar untuk memproduksi pangan lebih besar bahkan menjadi pengekspor utama dalam bidang pangan.

Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi tidak selaras dengan produksi pangan lokal sehingga secara perlahan kita mengalami krisis pangan, contohnya saja di Sumatera Utara yang menurut Badan Pusat Statistika Sumut jumlah masyarakat Sumatera Utara pada tahun 2014 telah mencapai 13.766.851 jiwa dan sangat tidak seimbang dengan lahan pertanian yang dalam catatan BPS Sumut pada tahun 2014 tinggal 449.213 hektare atau menurun 0,68% dari total luas lahan pada 2013 yakni 452.295 hektare yang faktor utamanya  disebabkan oleh terjadinya alih fungsi lahan.

Alih Fungsi Lahan

Alih fungsi lahan di Indonesia setiap tahunnya terus terjadi dan mengalami peningkatan yang setiap tahun diperkirakan mencapai 80 ribu hektare atau setara 220 hektare sehari. Selain di Jawa, alih fungsi lahan di Sumatera Utara juga cukup tinggi yang rata-rata mencapai 0,8 hingga 1 persen pertahun. Daerah yang mengalami alih fungsi  lahan ini terjadi abupaten Mandailing Natal mencapai 1.130 hektare, Nias 1.126 hektare, Langkat 927 hektare, Karo 624 hektare, Serdang Bedagai 200 hektare dan untuk daerah perkotaan seperti Medan lahan pertanian kini tinggal 1479 hektare.

Di Sumatera Utara sendiri alih fungsi lahan didominasi oleh perkebunan sawit dan pembangunan rumah atau ruko ruko. Kita tentu menyadari pertanian merupakan sumber satu-satunya produksi beras yang menjadi kebutuhan dasar manusia sangat dirugikan jika di alih fungsikan untuk perluasan daerah perkebunan sawit yang hasilnya hanya berfungsi untuk minyak makan, sabun, kosmetik, industri baja tetapi hasilnya tidak menyentuh seluruh elemen masyarakat, melainkan hanya untuk pemeliki perkebunan saja bahkan parahnya perkebunan kelapa sawit memberikan dampak negatif bagi lingkungan seperti deforestasi dan terakhir sangat kita rasakan dampaknya adalah asap Riau yang ditimbulkan akibat pembakaran yang dilakukan oleh perusahaan sawit.

Pertumbuhan penduduk memang menuntut kita untuk menyediakan lahan untuk pembangunan rumah sebagai tempat tinggal akan tetapi tidak juga harus mengorbankan lahan pertanian seperti yang terjadi didearah Medan Marelan maupun Medan Labuhan alih fungsi lahan pertanian disasarankan untuk pembangunan perumahan, contoh konkrit alih fungsi lahan yang terjadi ditengah-tengah kota Medan yaitu disekitaran daerah Kampung Susuk, Kecamatan Medan Selayang. Pada tahun 2012 daerah tersebut masih banyak lahan pertanian yang dapat digarap oleh petani dan keindahan disekitaran sawah sangat menarik untuk dinikmatin, tetapi sejak tahun 2013 perlahan lahan pertanian dihancurkan untuk pembangunan ruko-ruko besar dan mirisnya pemerintahan kota Medan malah memberikan izin terhadap pembangunan tersebut.

Tanah Untuk Petani

Untuk mewujudkan kedaulatan pangan, para petani harus memiliki lahan untuk dapat digarap. Pemerintah harus menjamin tanah untuk petani dalam menjaga petanian pangan berkelanjutan sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta memberikan perlindungan terhadap petani lokal.

Hal ini sangat dibutuhkan kontribusi dari pejabat publik di Sumatera Utara dalam mengawal pembahasan RUU Reforma Agraria yang sedang dalam proses. Harapannya hasil dari RUU Reforma Agraria tidak hanya sebatas pembagian-pembagian tanah tetapi juga mengatur tentang pengelolaan dan penguasaan tanah yang adil, luas dan merata terhadap para petani (tanah untuk rakyat), menghentikan segala sesuatu yang berkataitan dengan alih fungsi lahan dan penyelesaian konflik agraria sehingga reforma agraria yang dicita-citakan dapat tercapai.

Penulis adalah Alumnus FISIP USU dan Aktivis Lingkungan

 

- Advertisement -

Berita Terkini