Solusi Indonesia Part 5, Al-Quran sebagai Pedoman Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh : Hasanuddin, MSi
Pengamat Sosial Politik

MUDANEWS.COM – Kenapa sulit menerima kebenaran Al-Quran, bukan karena Al-Quran sulit dipahami. Namun karena tidak disentuh. Tidak dipelajari, tidak dipahami.

Disisi lain, Alquran ini tidak bisa disentuh oleh mereka yang tidak meyakini kebenarannya (QS. Al-Baqarah ayat 2), serta hanya bisa disentuh oleh yang suci dan disucikan Allah (QS.Al-Waqiyah ayat 79). Maka sekiranya kita berharap bahwa Alquran ini menjadi petunjuk bagi manusia (hudan linnaas), sementara harapan kita tertuju kepada para pemimpin, elit penguasa negeri, maka mesti ada upaya yang dilakukan secara bersama-sama, agar para pemimpin, elit politik, pemerintah terdiri atas orang-orang yang bertauhid, yang memiliki hubungan yang baik dengan Allah. Tidak menyembah selain Allah, dan mereka yakin dengan kebenaran Al-Quran. Mereka adalah orang-orang seperti Nabi Yusuf Alaihissalam. Allah SWT berfirman:

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لأولِي الألْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (111) }

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS. Yusuf ayat 111).

Kisah Nabi Yusuf adalah sebuah kisah tentang perjalanan hidup seorang hamba Allah yang taat kepada-Nya, berbakti kepada kedua orang tuanya, memiliki akhlak yang baik, jujur serta disiplin dalam menjalankan amanah yang dibebankan kepadanya. Kisah tentang bagaimana seorang petinggi negeri, mengatasi situasi krisis yang melanda negeri.

Kisah Nabi Yusuf hendaknya dapat menginspirasi kita untuk melahirkan generasi-generasi Bangsa dengan karakter seperti Nabi Yusuf. Suatu generasi yang memiliki visi masa depan yang bagus, dengan kemampuan analisa yang tajam akan persoalan kebangsaan pada masa-masa yang akan datang, didukung oleh kualitas moral-akhlak (attitude yang baik), adil, dan jujur dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Hanya pribadi-pribadi seperti itulah yang dapat menjabarkan nilai-nilai luhur yang ada dalam Alquran, (sebagaimana halnya para Nabi dan Rasul Allah lainnya) berdasarkan tantangan yang mereka hadapi masing-masing pada eranya.

Sistem sosial yang baik, memang dibutuhkan. Namun sistem sosial yang baik, hanya dapat diciptakan oleh manusia-manusia yang memiliki akhlak yang baik. Sebaliknya, sistem sosial yang telah baik, tidak akan berfungsi secara baik, bahkan bisa rusak ditangan orang-orang buruk akhlaknya. Sebab itu, tidak banyak manfaatnya membicarakan perbaikan sistem politik, sistem sosial disaat yang berkuasa adalah figur-figur atau aktor politik dengan akhlak yang buruk.

Kita memiliki tugas kesejarahan, guna menciptakan suatu generasi baru, sebagai pewaris nilai-nilai luhur guna memastikan kontinuitas Bangsa dan Negara dapat bertahan di masa depan. Persoalan ini, tidak bisa dikerjakan orang perorang. Diperlukan kesadaran kolektif atau minimal kesadaran mayoritas warga bangsa, untuk mendorong suatu perubahan ke arah yang lebih baik.

Tidaklah berubah nasib suatu kaum, nasib suatu bangsa jika bukan bangsa itu sendiri yang melakukan perubahan. Berharap kepada warga negara lain memperbaiki bangsa ini adalah cara pandang yang tidak saja keliru, tapi menyesatkan. Kitalah yang mesti berubah, agar tercipta terjadi suatu perubahan. Itulah investasi yang sesungguhnya. Investasi bagi masa depan Bangsa dan Negara.

Depok, Senin 2 November 2020

Penulis adalah Ketua Umum PB HMI 2003-2005, Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia

- Advertisement -

Berita Terkini