Hubungan Agama dengan Individu

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Abstrak. Religion has a big role in human life, so it is appropriate if it continues to survive and be maintained. Because religion has a real function, not only as a rule of life, but also holds a universal role. Apart from its function, the role of religion in society is also determined by the community’s view of religion itself. This view will determine the vitality of the role of religion in the community. Religion will become dry if it only focuses on personal understanding without presenting social values in it. In a sociological perspective, religion is seen as a belief system that is manifested in certain social behaviors. It deals with human experience, both as individuals and groups. Thus, every behavior he portrays will be related to the belief systems of the religious teachings that he adopts. Behavior by an internal force based on the values of religious teachings that internalized before.

Keywords: Relationships, Religion, Individuals.

1. Pendahuluan

Kepercayaan manusia terhadap kekuatan gaib merupakan suatu bentuk kepercayaan tertua dalam perjalanan sejarah umat manusia. Hal ini telah menjadi keyakinan mereka bahwa dibalik kehidupan yang nyata ini ada lagi kehidupan akhirat sebagai tujuan akhir hidup mereka. Jalaluddin menulis bahwa kepercayaan kepada yang gaib merupakan bentuk sekunder atau kebutuhan rohaniah, jiwa dan sosial. Kebutuhan itu hanya terdapat pada manusia dan sudah dirasakan sejak manusia masih kecil.

Sistem kepercayaan manusia itu merupakan inti pokok dari setiap agama sebagai sasaran penyembahan para penganutnya. Sebagaimana ditulis Erich Formm bahwa agama adalah sistem pemikiran dan perbuatan yang dilaksanakan oleh kelompok yang membantu individu (anggota) satu kerangka pedoman dan sasaran obyek penyembahan.
Agama dalam kehidupan manusia sebagai individu berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Secaraumum norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Sebagai sistem nilai agama memiliki arti khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk ciri khas.

a. Definisi Agama

Agama dalam pandangan sosiologi merupakan pandangan hidup yang yang harus diterapkan dalam kehidupan masyakat. Keduanya mempunyai hubungan saling mempengaruhi dan saling bergantung antara satu bagian dengan bagian lainnya. Di samping itu agama turut pula membentuk struktur sosial dalam masyarakat. Dadang Kahmat menjelaskan bahwa; Adapun agama dalam pengertian sosiologi adalah gejala sosial yang umum dan dimiliki oleh seluruh masyarakat yang ada di dunia ini tanpa kecuali. Ia merupakan salah satu aspek dalam kehidupan sosial dan bagian dari sistem sosial suatu masyarakat. Agama juga bisa dilihat sebagai unsur dari kebudayaan suatu masyarakat di samping unsur-unsur yang lain.

Agama adalah sesuatu yang bersifat sangat pribadi, karena penghayatan yang bersifat pribadi itu, kadang-kadang agama sulit dianalisa dengan menggunakan perspektif sosiologis yang selalu bersifat sosial. Memang benar bahwa agama di satu sisi bersifat individual, tetapi di pihak lain dia juga bersifat sosial. Sosiologi agama sebagai dasar kehidupan masyarakat memungkinkan lahirnya sikap toleransi, dan setiap individu menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh kelompok yang berbeda agama atau kepercayaannya, perbedaan sikap ini dikenal dengan istilah toleransi.

Dalam perspekktif sosiologis, agama dipandang sebagai sistem kepercayaan yang diwahyukan dalam perilaku sosial tertentu dalam masyarakat, setiap perilaku yang dijalaninya selalu berhubungan dengan sistem keyakinan dari ajaran agama yang dianutnya. Perilaku individu dan nilai-nilai sosial digerakkan oleh kekuatan dari dalam yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran agama yang menginterlisasi sebelumnya dan kandangkala kepercayaan sepeti ini membawa sukbektifias dalam beragama. Dadang Kahmad menulis bahwa karena itu Wach lebih jauh beranggapan bahwa keagamaan yang bersifat subjektif, dapat diobjektifkan dalam berbagai macam ungkapan, dan ungkapan-ungkapan tersebut mempunyai struktur tertentu yang dapat difahami.

Agama mempunyai pengertian bahwa hidup beragama itu hidup teratur sesuai dengan haluan atau jalan yang telah di ridhoi oleh Tuhan dan dijiwai oleh semangat kebaktian kepada Tuhan. Agama merupakan sistem kepercayaan dan peribadatan yang digunakan oleh berbagai bangsa dalam perjuangan mereka yang mengatasi persoalan-persoalan tertinggi dalam kehidupan manusia.

Menurut Durkheim, agama ialah suatu sistem kepercayaan yang disatukan oleh praktik yang bertalian dengan hal-hal yang suci, yakni hal-hal yang dibolehkan dan dilarang–kepercayaan dan praktik-praktik yang mempersatukan suatu komunitas moral yang disebut gereja, semua mereka yang terpaut satu sama lain. Jadi, intinya agama menurut Durkheim adalah suatu kepercayaan yang dipraktekkan dalam kehidupan manusia dengan hal-hal yang suci. Dan Imam Suprayogo mengatakan kalau definisi agama menurut Ibnu Khaldun adalah wahyu Allah, agama bukan merupakan pikiran manusia. Metode berfikir manusia adalah akal sedangkan metode agama adalah wahyu.

b. Agama dalam Kehidupan Individu

Agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Secara umum norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Sebagai sistem nilai agama memiliki arti yang khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk ciri khas.

Dapat disaksikan dan bahkan dilihat dalam pengalaman kehidupan nyata bahwa, betapa besar perbedaan antara orang beriman yang hidup menjalankan agamanya, dengan orang yang tidak beragama atau acuh tak acuh kepada agamanya. Pada rawud wajah orang yang hidup denhgan berpegang teguh dengan keyakinan agamanya terlihat ketentraman pada batinnya, sikapnya selalu tenang. Mereka tidak merasa gelisah atau cemas, kelakuan dan perbuatannya tidak ada yang akan menyengsarakan atau menyusahkan orang lain.

Lain halnya dengan orang yang hidupnya terlepas dari ikatan agama. Mereka biasanya mudah terganggu oleh kegoncangan dan suasana galau vyang senanhtiasa menghiyasi pikiran dan perasaanya. Perhatiannya hanya tertuju kepada diri dan golongannya; tingkah laku dan sopan santun dalam hidup biasanya diukur atau dikendalikan oleh kesenangan-kesenangan lahiriyah yang mengacu kepada pemenuhan dan kepuasan hawa nafsu belaka.

Dalam keadaan senang, dimana segala sesuatu berjalan lancar dan menguntungkannya, seorang yang tidak beragama akan terlihat gembira, senang dan bahkan mungkin lupa daratan. Tetapi apabila ada bahaya yang mengancam, kehidupan susah, banyak problema yang harus dihadapinya, maka kepanikan dan kebingungan akan menguasai jiwanya, bahkan akan memuncak sampai kepada terganggunya kesehatan jiwanya, bahkan lebih jauh mungkin ia akan bunuh diri atau membunuh orang lain.

Selanjutnya, berdasarkan perangkat informasi yang diperoleh seseorang dari hasil belajar dan sosialisasi tadi meresap dalam dirinya. Sejak itu perangkat nilai itu menjadi sistem yang menyatu dalam membentuk identitas seseorang. Ciri khas ini terlihat dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana sikap, penampilan maupun untuk tujuan apa yang turut berpartisipasi dalam suatu kegiatan tertentu.

Menurut pandangan Mc. Guire dalam Jalaludin menjelaskan bahwa dalam membentuk sistem nilai dalam diri individu adalah agama. Segala bentuk simbol-simbol keagamaan, mukjizat, magis maupun upacara ritual sangat berperan dalam proses pembentukan sistem nilai dalam diri seseorang. Setelah terbentuk, maka seseorang secara serta-merta mampu menggunakan sistem nilai ini dalam memahami, mengevaluasi serta menafsirkan situasi dan pengalaman. Dengan kata lain sistem nilai yang dimilikinya terwujud dalam bentuk norma-norma tentang bagaimana sikap diri. Misalnya seorang sampai pada kesimpulan: saya berdosa, saya seorang yang baik, saya seorang pahlawan yang sukses ataupun saya saleh dan sebagainya.

Pada garis besarnya, menurut Mc. Guire sistem nilai yang berdasarkan agama dapat memberi individu dan masyarakat perangkat sistem nilai dalam bentuk keabsahan dan pembenaran dalam mengatur sikap individu dan masyarakat. Pengaruh sistem nilai terhadap kehidupan individu karena nilai sebagai realitas yang abstrak dirasakan sabagai daya dorong atau prinsip yang menjdi pedoman hidup. Dalam relaitasnya nilai memiliki pengaruh dalam mengatur pola tingkah laku, pola pikir, dan pola bersikap.

Nilai adalah daya pendorong dalam hidup, yang memberi makna dan pengabsahan pada tindakan sesoerang. Karena itu nilai menjadi penting dalam kehidupan seseorang, sehingga tidak jarang pada tingkat tertentu orang siap untuk mengorbankan hidup mereka demi mempertahankan nilai.

Nilai mempunyai dua segi, yaitu segi intelektual dan segi emosional. Dan gabungan dari kedua aspek ini yang menentukan suatu nilai beserta fungsinya dalam kehidupan. Bila dalam kombinasi pengabsahan terhadap suatu tindakan unsur intelektual yang dominan, maka kombinasi nilai itu disebut norma atau prinsip. Di lihat dari fungsi dan peran agama dalam memberi pengaruhnya terhadap individu, baik dalam bentuk sistem nilai, motivasi maupun pedoman hidup, maka pengaruh yang paling penting adalah sebagi pembentuk kata hati (conscience).

Kata hati menurut Erich Froom dalam Jalaluddin adalah panggilan kembali manusia kepada dirinya. Erich Froom melihat manusia sebagai makhluk yang secara individu telah memiliki potensi humanistik dalam dirinya. Kemudian selain itu individu juga menerima nilai-nilai bentukan dari luar. Keduanya membentuk kata hati dalam diri manusia. Dan apabila keduanya berjalan seiring secara harmonis, maka manusia akan merasa bahagia.

Pada diri manusia telah ada sejumlah potensi untuk memberi arah dalam kehidupan manusia. Potensi tersebut adalah hidayat al-ghariziyyat (naluriah); hidayat al-hissiyat (inderawi); hidayat al-aqliyat (nalar); dan hidayat al-diniyat (agama).

Melalui pendekatan ini, maka agama sudah menjadi potensi fitrah yang dibawa sejak lahir. Pengaruh lingkungan tehadap seseorang adalah memberi bimbingan kepada potensi yang dimiliki itu. Dengan semikian jika potensi fitrah itu dapat dikembangkan sejalan dengan pengaruh lingkungan maka akan terjadi keselarasan.

Sebaliknya jika potensi itu dikembangkan dalam kondisi yang dipertentangkan oleh kondisi lingkungan, maka akan terjadi ketidakseimbangan. Berdasarkan pendekatan ini, maka pengaruh agama dalam kehidupan individu adalah memberi kemantapan batin, rasa bahagia, rasa terlindung, rasa suskes dan rasa puas. Perasaan positif ini lebih lanjut akan menjadi pendorong untuk berbuat.

Agama dalam kehidupan individu selain menjadi motivasi dan nilai etik juga merupakan harapan. Agama berpengaruh sebagai motivasi dalam mendorong individu untuk melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai mempunyai unsur kesucian, serta ketaan. Keterkaitan ini akan memberi pengaruh diri seseorang untuk berbuat sesuatu. Sedangkan agama sebagai nilai etik karena dalam melakukan sesuatu tindakan seseorang akan terikat kepada ketentuan antara mana yang boleh dan mana yang tidak boleh menurut ajaran agama yang dianutnya. Sebaliknya agama juga sebagai pemberi harapan bagi pelakunya.

Seseorang yang melaksanakan perintah agama umumnya karena adanya suatu harapan terhadap pengampunan atau kasih sayang dari sesuatu yang ghaib (supernatual). Motivasi mendorong seseorang untuk berkreasi, berbuat kebajikan maupun berkorban. Sedangkan nilai etik mendorong seseorang untuk berlaku jujur, menepati janji manjaga amanat dan sebagainya. Sedangkan harapan mendorong seseorang untuk bersikap ikhlas, menerima cobaan yang berat ataupun berdo’a. Sikap seperti itu akan lebih teras secara mendalam jika bersumber dari keyakinan terhadap agama.

Agama dalam kehidupan individu juga berfungsi sebagai:

  • Sumber Nilai dalam Menjaga Kesusilaan

Di dalam ajaran agama terdapat nilai-nilai bagi kehidupan manusia. Nilai-nilai inilah yang dijadikan sebagai acuan dan sekaligus sebagai petunjuk bagi manusia. Sebagai petunjuk agama menjadi kerangka acuan dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku agar sejalan dengan keyakinan yang dianutnya. Sistem nilai yang berdasarkan agama dapat memberi pedoman bagi individu dan masyarakat. Sistem nilai tersebut dalam bentuk keabsahan dan pembenaran dalam kehidupan individu dan masyarakat.

  • Agama sebagai Sarana untuk Mengatasi Frustasi

Menurut pengamatan psikolog bahwa keadaan frustasi itu dapat menimbulkan tingkah laku keagamaan. Orang yang mengalami frustasi tidak jarang bertingkah laku religius atau keagamaan, untuk mengatasi frustasinya. Karena seseorang gagal mendapatkan kepuasan yang sesuai dengan kebutuhannya, maka ia mengarahkan pemenuhannya kepada Tuhan. Untuk itu ia melakukan pendekatan kepada Tuhan melalui ibadah, karena hal tersebut yang dapat melahirkan tingkah laku keagamaan.

  • Agama sebagai Sarana untuk Memuaskan Keingintahuan

Agama mampu memberikan jawaban atas kesukaran intelektual kognitif, sejauh kesukaran itu diresapi oleh keinginan eksistensial dan psikologis, yaitu oleh keinginan dan kebutuhan manusia akan orientasi dalam kehidupan, agar dapat menempatkan diri secara berarti dan bermakna ditengah-tengah alam semesta ini.

c. Hubungan Agama dengan Individu

Memberikan arah dan tujuan akhir yang luhur bagimana usia untuk keselamatan abadi diakhirat. Dengan demikian, agama menjadi sumber jawaban terhadap problema manusia, karena pada hakekatnya manusia selalu berusaha mengejar keselamatan baik didunia maupun akhirat. Untuk mencapai kesempurnaan hakiki membutuhkan sebuah sarana yang lebih tinggi dari akal, indera dan eksperimen sehingga ia mampu memilih jalan yang benar. Mendidik manusia untuk berwawasan dan berperilaku religius.

Fungsi eduksi ini tidak lain adalah ketika agama memiliki peranan untuk membimbing dan mengajarkan manusia melalui lembaga-lembaga pendidikan untuk memahami ajaran agama dan memotivasi manusia untuk membumikan prinsip-prinsip keagamaan dalam setiap sistem perilaku kehidupan.

Disini, agama menjadi motivasi untuk menggerakkan kesadaran manusia untuk berperilaku dan bertindak benar serta baik menurut agama yang diyakininya. Dalam artian agama memberi kekuatan dan energi yang diperlukan kepada manusia sehingga ia mampu mengendalikan hawa nafsunya, seperti sikap ambisius, ketamakan dan hawa nafsu telah menjadi faktor yang mengancam komunitas manusia itu sendiri, khususnya di era teknologi. Akan tetapi, iman dan takwa telah membebaskan manusia dari cengkraman hawa nafsu dan menambah ketahanan sehingga ia mampu menghadapi gelombang serangan hawa nafsu. Semua itu perlu adanya edukasi sebagai sebuah proses pembelajaran kebaikan bagi manusia.

Memberikan ciri tertentu bagi para pemeluk suatu agama sebagai identitas kelompok dalam kehidupan. Hal ini jelas bahwa keragaman agama atau keyakinan memiliki garis batas masing-masing yang harus diakui dan dihormati. Keberadaan garis pemisah ini harus diakui dan setiap orang tidak dapat memaksakan orang lain untuk menghapus garis pemisah ini dan menerobos keruang keyakinan orang lain (passingover). Mengabaikan batas akan mengaburkan dan bahkan memadamkan karakteristik khusus agama, mengubah identitasnya, dan mungkin mengancam keberadaannya.

Sebaliknya, menjaga batas-batas, memahami perbedaan dan garis pemisah antara satu agama dengan agama yang lain justru menegaskan eksistensi agama itu sendiri. Inilah yang disebut dengan toleransi agama. Sebuah integrasi untuk mempersatukan individu-individu atas dasar persamaan agama dan tujuan hidup. Kata “integrasi” berasal dari kata “integration” yang berarti keseluruhan atau kesempurnaan. Didalam integrasi terjadi penyatuan atau mempersatukan hubungan anggota masyarakat yang dianggap harmonis. Menghasilkan merupakan kontrol sosial bagi masyarakat yaitu menjaga harmoni sosial agar tidak runtuh oleh perilaku-perilaku menyimpang masyarakat dengan cara panduan moral, hukum dan sanksi.

Agama ikut bertanggung jawab pada keseimbangan kehidupan manusia. Agama membawa norma-norma universal yang mampu memilah kaidah-kaidah susila yang baik dan menolak kaidah yang tabu dan terlarang. Agama juga memiliki kekuatan untuk memberi sanksi yang harus dijatuhkan kepada orang-orang yang melanggar prinsip universal tersebut dan memberikan pengawasan bagi yang lainnya agar tetap ada pada rel yang seharusnya. Mendorong bagi pemeluknya untuk bersikap ikhlas dan menerima cobaan apapun serta mau berdo’a.

Agama mempunyai peranan yang besar dalam kehidupan manusia, sehingga pantaslah jika terus bertahan dan dipertahankan. Karena agama mempunyai fungsi yang nyata, tidak hanya sekedar sebagai aturan kehidupan, namun juga memegang peranan yang bersifat universal. Selain dari fungsinya, peranan agama dalam masyarakat juga ditentukan oleh pandangan masyarakat itu tentang agama itu sendiri. Pandangan inilah yang akan menentukan kevitalan peranan agama dilingkungan masyarakat. Agama akan menjadi kering jika hanya menitikberatkan pada pemahaman yang bersifat personal tanpa menghadirkan nilai-nilai sosial didalamnya.

2. Penutup

Adapun agama dalam pengertian sosiologi adalah gejala sosial yang umum dan dimiliki oleh seluruh masyarakat yang ada di dunia ini tanpa kecuali. Ia merupakan salah satu aspek dalam kehidupan sosial dan bagian dari sistem sosial suatu masyarakat. Agama dipandang sebagai sistem kepercayaan yang diwahyukan dalam perilaku sosial tertentu dalam masyarakat, setiap perilaku yang dijalaninya selalu berhubungan dengan sistem keyakinan dari ajaran agama yang dianutnya. Perilaku individu dan nilai-nilai sosial digerakkan oleh kekuatan dari dalam yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran agama yang menginterlisasi sebelumnya dan kandangkala kepercayaan sepeti ini membawa sukbektifias dalam beragama.

Di lihat dari fungsi dan peran agama dalam memberi pengaruhnya terhadap individu, baik dalam bentuk sistem nilai, motivasi maupun pedoman hidup, maka pengaruh yang paling penting adalah sebagi pembentuk kata hati (conscience). Kata hati menurut Erich Froom dalam Jalaluddin adalah panggilan kembali manusia kepada dirinya. Erich Froom melihat manusia sebagai makhluk yang secara individu telah memiliki potensi humanistik dalam dirinya. Kemudian selain itu individu juga menerima nilai-nilai bentukan dari luar. Keduanya membentuk kata hati dalam diri manusia. Dan apabila keduanya berjalan seiring secara harmonis, maka manusia akan merasa bahagia.

Agama ikut bertanggung jawab pada keseimbangan kehidupan manusia. Agama membawa norma-norma universal yang mampu memilah kaidah-kaidah susila yang baik dan menolak kaidah yang tabu dan terlarang. Agama juga memiliki kekuatan untuk memberi sanksi yang harus dijatuhkan kepada orang-orang yang melanggar prinsip universal tersebut dan memberikan pengawasan bagi yang lainnya agar tetap ada pada rel yang seharusnya. Mendorong bagi pemeluknya untuk bersikap ikhlas dan menerima cobaan apapun serta mau berdo’a.

Penulis : Amirul Amin

- Advertisement -

Berita Terkini