RUU HIP, Siapa yang Pancasilais?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – RUU HIP tak berkesudahan, rakyat Indonesia di berbagai daerah mulai melakukan aksi penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang ini. Ormas Islam serta ormas Pemuda Pancasila lantang menolak RUU ini. Semuanya merasa berkewajiban untuk melindungi nilai-nilai Pancasila dari orang-orang yang ingin mengubah esensi Pancasila.

RUU ini menjadi polemik yang belum usai. Di tengah-tengah pandemi Covid-19 ini masyarakat terpaksa turun ke jalan demi menyelamatkan NKRI dari invisible Hand yang sedang bermain dibelakang ini semua. Entah siapa yang bermain tentunya tidak ada yang tahu persis, kecuali memang Partai PDIP terang-terangan sangat menginginkan RUU ini disahkan.

RUU HIP masih membentuk polarisasi antara dua kubu yang kemarin ikut dalam pusaran kontestasi Politik 2019, kubu pendukung pemerintah dan kubu mayoritas masyarakat yang memilih Oposisi. Masyarakat yang mengaku mendukung pemerintah sebenarnya mengakui adanya kejanggalan pada RUU HIP ini, dan mereka juga tidak sepakat dengan RUU ini, hanya saja kubu ini belum bisa sepenuhnya move on atau tak ingin mentah-mentah menyalahkan Pak Presiden sebagai junjungannya, maka kelompok lama yang notabenenya sudah dibubarkan dikait-kaitkan pada kasus ini. Tentunya Claiming “sok Pancasilais” disematkan secara generalis kepada kelompok Umat Islam yang masih saja dituduh “HTI”. Tentunya ini menjadi problem “hati” yang sangat sulit disembuhkan.

Mereka yang belum bisa melihat kontra-keadilan pada tubuh Rezim ini masih mati-matian mencari kambing hitam dari semua hal, termasuk demonstrasi besar-besaran mengenai penolakan RUU ini dianggap “aneh” bagi mereka, dengan pertanyaan yang muncul “kenapa mereka yang dulu menolak Pancasila sekarang merasa lebih Pancasilais?” Pertanyaan itu menjurus pada isu Khilafah yang didukung HTI dan kubu ini belum juga sadar bahwa masyarakat yang berdemo saat ini adalah mereka yang murni ini menjaga Pancasila. Bahkan HTI yang ditakuti itupun sudah dibubarkan, mengapa diributkan?

Klaim sebagai yang paling Pancasilais menjadi urgensi utama untuk melegitimasi setiap gerakan, apalagi pemerintah sangat arogan untuk menyatakan diri paling Pancasilais tapi nyatanya ingin merusak esensi Pancasila itu sendiri. Jika ada yang mengaitkan isu ini sebagai ada yang bermain untuk suatu yang politis, tentunya sangat aneh. Dikarenakan tidak ada isu tendensius politik dalam pergerakan umat saat ini. Semuanya murni karena tak ingin luka Lama dengan Komunisme terulang.

RUU HIP hanya salah satu kebobrokan hukum diranah ketiga lapis Trias Politica di negeri ini. Jika RUU ini tetap disahkan menjadi Undang-Undang maka rakyat Indonesia wajar mencurigai bahwa DPR dan Pemerintah serta hukum di negeri ini sudah “kong kalikong” untuk menghancurkan Pancasila sebagai pegangan hidup, Falsafah hidup, serta dasar bernegara.

Tidak ada yang indah dari Tuhan yang berkebudayaan. Tidak ada yang baik dari Trisila ataupun Ekasila. Semua itu hanya ada dalam utopia Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 dan sudah selesai pada 18 Agustus 1945. Juga dua pemerasan sila itu tidak pernah lagi untuk diusulkan di setiap Rapat-rapat para Founding Fathers kita. Lalu kenapa ini ingin dihidupkan lagi? Mungkin mereka yang mengaku lebih Pancasilais bisa menjawab “kedunguan” mereka. Salam.

Penulis : Januari Riki Efendi, S.Sos (Mahasiswa Pascasarjana jurusan Pemikiran Politik Islam UINSU dan Pegiat Literasi)

- Advertisement -

Berita Terkini