Galau

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Galau ialah kata yang lumrah terdengar oleh telinga, dan sering kali dirasakan oleh manusia, karena memang perasaan galau ialah manusiawi. Meski, galau yang berlebihan tidak diperbolehkan dalam Islam karena akan terjebak pada kufur nikmat.

Kata “galau” sendiri banyak terbaca di dalam tulisan-tulisan. Meski si penulis tak mengatakan kata tersebut, tetapi kadang pembaca sudah mampu memahami dan menebak sendiri dari cara ia memilih kata-kata dalam membuat sebuah tulisan, baik itu berupa puisi, cerpen, atau karya tulis lainnya.

Menurut KBBI galau diartika sebagai “kacau tidak karuan (pikiran)”. Sedang menurut para ahli yang saya baca di Google, meski di sana tidak dicantumkan nama ahlinya siapa, galau diartikan sebagai: “sebuah perasaan tidak tenang di dalam hati dan pikiran manusia”.

Lalu benarkah penulis-penulis yang tulisannya mendayu-dayu, bisa dikatakan ia sedang galau? Tentu tidak, karena kita tidak pernah bisa benar-benar mengetahui hati manusia dari cara ia menulis. Yang harus kita lakukan ialah menikmati karyanya saja.

Jika memang penulis galau, mungkin yang perlu pembaca budiman lakukan ialah memberi motivasi yang baik dan membangun. Bukan malah semakin menjatuhkan mentalnya.

Galau bisa disebabkan oleh banyak faktor. Diantaranya: ke tanggal gajian masih lama padahal sudah ditagih uang belanja, umur tua tapi belum nikah juga padahal emaks sudah teriak-teriak pengen anaknya segera nikah, atau karena ditinggal pergi oleh orang yang dicintai baik untuk bekerja, atau selamanya. Dan faktor lain-lain.

Meski, ada juga galau yang dirasakan secara tiba-tiba. Tanpa sebab yang jelas, kita merasakan perasaan yang tidak baik-baik saja, nangis secara tiba-tiba, nyakar-nyakar tembok kamar mungkin. Malah kaya kesurupan, tapi kebanyakan yang kesurupan karena memang pikirannya sedang kosong, bahkan hatinya juga, mungkin.

Yang baca ada yang lagi merasakan galau juga? Jika iya. Selamat!, berarti Anda masih menjadi manusia biasa.

Penulis adalah Dede Humaedi

- Advertisement -

Berita Terkini