Mudanews.com Pasuruan | Gelombang suara perlawanan terhadap kekerasan berbasis gender menggema di Car Free Day (CFD) Pandaan, Minggu (30/11/2025). Harassment Crisis Center (HCC) Pasuruan bersama Aliansi Para Puan Pasuruan turun ke jalan, menggerakkan kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP). Seruan mereka tegas: cukup sudah perempuan menjadi korban, cukup sudah negara hanya hadir dalam papan slogan.
Aksi ini menjadi penanda bahwa keresahan publik di Pasuruan atas maraknya kekerasan perempuan dan anak tidak bisa lagi diabaikan.
Kekerasan Gender Meningkat, Publik Dipaksa Melihat Realitas yang Selama Ini Diabaikan
Pasuruan dalam beberapa tahun terakhir diguncang sejumlah kasus kekerasan seksual, human trafficking, pernikahan anak, hingga diskriminasi pekerja perempuan. Namun, alih-alih mendapat perhatian serius, banyak kasus justru terkubur dalam birokrasi lambat dan sistem layanan yang tidak ramah korban.
Situasi ini memantik aksi besar di CFD Pandaan. Sejumlah organisasi mahasiswa dan komunitas sosial, seperti PMII, GMNI, BEMPAS, Gusdurian Pasuruan, serta Yayasan Tunas Sinar Nusantara ikut turun tangan. Mereka tak sekadar hadir—mereka menantang budaya diam yang selama ini membungkam para korban.
Orasi, Selebaran, dan Tuntutan Keras: “Negara Jangan Jadi Penonton!”
Dalam aksi tersebut, peserta membagikan selebaran edukasi terkait pencegahan kekerasan, menyampaikan orasi, dan mengajukan tuntutan konkret. Tidak lagi normatif—tuntutan kali ini mengarah langsung pada akar masalah.Tuntutan Utama Para Puan & HCC:
- Pembentukan Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) hingga ke desa-desa.
- Sistem layanan yang ramah korban, bukan ramah aparat.
- Shelter aman bagi perempuan di situasi darurat.
- Penghapusan dispensasi pernikahan anak yang kerap jadi pintu legalisasi kekerasan.
- Perlindungan menyeluruh bagi pekerja perempuan, terutama sektor informal.
Aliansi menegaskan, kebijakan hanya akan jadi kertas tak bernilai bila tidak diikuti perubahan perilaku aparat dan layanan publik.
Suara Tegas Ketua HCC: “Perempuan Sudah Terlalu Lama Menjadi Korban Sistem yang Lumpuh!”
Ketua HCC Pasuruan, Emailda Maharany, menyampaikan kritik secara terbuka.
“Perempuan tidak boleh terus-menerus menjadi korban dari sistem yang lemah. Negara harus benar-benar hadir, bukan sekadar membuat slogan,” tegasnya lantang.
Emailda menekankan bahwa banyak perempuan Pasuruan yang memilih diam bukan karena tidak ingin melawan, tetapi karena takut berhadapan dengan birokrasi yang berbelit.
Sekretaris HCC Ungkap Fakta Lapangan: ‘Akses Layanan Rumit, Korban Justru Dibuat Bingung’
Sekretaris HCC, Dela Pujawati, mengungkapkan fakta pahit yang selama ini jarang tersorot.
“Banyak korban kesulitan mengakses layanan karena sistem belum ramah. Kami ingin Pasuruan menjadi tempat yang aman. Korban harus dipermudah, bukan dibuat takut atau bingung,” jelasnya.
Menurutnya, beberapa korban bahkan mundur di tengah proses pelaporan karena merasa tidak didampingi atau mendapat respons yang tidak empatik dari oknum aparat dan petugas layanan.
Warga CFD: Semakin Sadar, Semakin Tidak Mau Diam
Aksi ini mendapat sambutan hangat dari warga CFD Pandaan. Banyak warga yang berhenti, membaca setiap selebaran, dan mengikuti orasi hingga selesai. Semakin banyak warga yang menyatakan dukungan dan menyadari bahwa kekerasan bukan lagi isu domestik—melainkan masalah sosial yang menuntut keterlibatan publik.
Bagi aliansi, dukungan warga menjadi bahan bakar moral: bahwa perlawanan terhadap kekerasan gender bukan hanya narasi aktivis, tapi suara masyarakat luas yang lelah menjadi saksi tanpa perlindungan.
Penutup: Pasuruan Harus Bergerak, Bukan Menunggu Korban Berikutnya
Kampanye HAKTP di CFD Pandaan bukan sekadar seremoni tahunan. Ini adalah peringatan keras:
jika pemerintah daerah tidak segera membenahi layanan, korban berikutnya hanya soal waktu.
HCC Pasuruan dan Para Puan menegaskan bahwa perjuangan mereka tidak berhenti di jalan. Mereka akan terus mengawal kebijakan, mengorganisir masyarakat, dan memastikan suara perempuan tidak lagi diabaikan.
Pasuruan diminta memilih: sungkan pada pelaku, atau berdiri bersama korban **(Red)

