Mudanews.com Pasuruan, – Di tengah maraknya gelombang demonstrasi nasional yang kerap diwarnai kericuhan dan perusakan fasilitas, Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Pasuruan Raya memilih jalan yang berbeda. Mereka memproklamasikan sebuah standar baru dalam menyampaikan aspirasi: aksi damai yang khidmat, substantif, dan jauh dari anarkisme.
Pemandangan tak biasa ini tersaji di Taman Makam Pahlawan (TMP) Pasuruan pada Minggu sore (31/8/2025). Puluhan mahasiswa dari berbagai universitas yang tergabung dalam aliansi menggelar “Aksi Solidaritas Darurat Kekerasan Aparat” sebagai respons atas tragedi represifitas beberapa hari lalu. Namun, alih-alih teriakan amarah yang membabi buta, yang terdengar adalah orasi-orasi intelektual, pembacaan puisi yang menyentuh, Sholat Ghoib & lantunan doa bersama.
Mengenakan almamater kebanggaan masing-masing, para mahasiswa membentuk barisan yang rapi, mengubah area sakral TMP menjadi mimbar duka dan gugatan yang bermartabat.
Koordinator Aliansi BEM Pasuruan Raya, M Ubaidillah Abdi, menegaskan bahwa pilihan aksi damai adalah sebuah keputusan sadar dan strategis.
“Amarah kami besar, tapi nalar kami harus lebih besar. Kami menolak untuk menjadi monster yang sama dengan yang kami lawan. Kekerasan tidak akan kami balas dengan kekerasan. Perjuangan kami adalah perjuangan moral, dan itu harus kami menangkan dengan cara yang terhormat,” tegas Ubai di sela-sela aksi.
Damai Bukan Berarti Tunduk
Meski berjalan kondusif, pesan yang disampaikan dalam aksi ini tetap tajam dan tanpa kompromi. Para orator silih berganti menyuarakan keluh kesah masyarakat, mengutuk keras tindakan represif aparat, dan menuntut keadilan bagi korban yang tewas. Mereka membuktikan bahwa suara kebenaran tidak harus disampaikan lewat lemparan batu, melainkan bisa melalui argumen yang kuat dan solidaritas yang solid.
Aksi ini berhasil menuai simpati dari masyarakat luas yang melihatnya sebagai oase di tengah panasnya situasi politik. Di saat banyak pihak meragukan gerakan mahasiswa karena khawatir akan anarkisme, BEM Pasuruan Raya justru menunjukkan kedewasaan dalam berdemokrasi.
“Kami ingin membuktikan bahwa turun ke jalan tidak identik dengan merusak. Turun ke jalan adalah tanggung jawab kami sebagai mahasiswa, sebagai agent of change, untuk menjadi penyambung lidah rakyat. Dan kami akan terus melakukannya dengan cara-cara yang cerdas dan damai,” pungkas Ubai.
Dengan memilih jalan sunyi yang penuh makna, Aliansi BEM Pasuruan Raya tidak hanya berhasil menyuarakan tuntutan keadilan, tetapi juga menetapkan sebuah preseden penting: bahwa perlawanan paling kuat lahir dari gerakan yang paling terdidik.**(Red)