Kebijakan Pemangkasan Insentif Guru Ngaji Cianjur Dinilai Kontradiktif dengan Misi Daerah

Breaking News
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, CIANJUR — Perkumpulan Barudak Bareto melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan Pemerintah Kabupaten Cianjur terkait skema insentif guru ngaji. Aturan baru melalui Peraturan Bupati Nomor 18 Tahun 2025 dinilai sebagai langkah yang kontradiktif terhadap upaya pembangunan sumber daya manusia dan penguatan misi religius daerah.

Perubahan skema insentif ini sangat drastis. Awalnya, insentif diberikan sebesar Rp2 juta per RT per tahun untuk 10.748 RT. Namun, kebijakan baru memangkasnya menjadi hanya satu guru ngaji per desa dan satu per kecamatan. Imbasnya, lebih dari 10.000 guru ngaji kehilangan haknya, dan alokasi anggaran turun signifikan dari Rp21,5 miliar menjadi hanya Rp784 juta.

Menurut Jubir Barudak Bareto, Asep Toha, bahwa kebijakan ini bukan sekadar masalah teknis anggaran, melainkan isu serius yang menyentuh arah pembangunan manusia Cianjur. Hal ini bertentangan dengan Misi ke-1 RPJMD 2025–2029, yaitu: “Terwujudnya Sumber Daya Manusia yang berkarakter religius, sehat, cerdas, berbudaya, dan berdaya saing.”

Guru ngaji dipandang sebagai penjaga moral dan pendidik informal yang menanamkan nilai religius dan budaya lokal hingga ke tingkat Rukun Tetangga (RT). “Menghapus insentif mereka sama saja dengan memutus nadi pembangunan karakter masyarakat,” tegas Asto, Selasa (7/10/2025).

Perkumpulan ini juga menilai, program insentif guru ngaji memiliki peran strategis dalam percepatan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Cianjur. Pendidikan nonformal yang digerakkan oleh guru ngaji dinilai memperkuat dimensi pengetahuan serta kesehatan sosial dan mental masyarakat, yang merupakan komponen penting pembentuk IPM.

“Efisiensi bukan berarti memangkas manusia. Insentif guru ngaji itu adalah investasi sosial, bukan beban fiskal,” ujarnya menambahkan. Anggarannya hanya 0,5 persen dari total APBD, namun dampaknya luar biasa bagi pendidikan dan budaya masyarakat.

Lebih lanjut, dia menilai kebijakan ini mengabaikan pilar budaya Ngaos, Mamaos, dan Maenpo, yang merupakan warisan identitas Cianjur. Pilar budaya ini seharusnya diperkuat melalui kebijakan publik yang berpihak pada masyarakat religius dan berbudaya.

Sebagai solusi, Barudak Bareto mendesak Bupati Cianjur untuk segera mengambil langkah-langkah berikut:

1. Meninjau kembali Perbup No. 18 Tahun 2025 dan mengembalikan skema insentif berdasarkan unit RT.

2. Melibatkan MUI, DPRD, dan Tokoh Masyarakat dalam proses verifikasi penerima guna menjamin transparansi dan akuntabilitas.

3. Mengintegrasikan program insentif guru ngaji ke dalam indikator pembangunan manusia religius dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

“Kami tidak menolak efisiensi, tapi jangan efisiensi yang mematikan nilai,” tutup pernyataannya. Perkumpulan ini menyerukan agar kebijakan ini segera dikoreksi demi menjaga kepercayaan publik dan konsistensi pemerintah terhadap visi Cianjur yang religius, berbudaya, dan berdaya saing.

Berita Terkini