Tidak Radikal Kalau Ikut Kang Jalal

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Pilihan madzhab pemikiran dan politik Kang Jalal di fase terakhir hidupnya, tidak melunturkan kedudukannya sebagai cendekiawan muslim lintas madzhab, partai dan ormas. Dari kemarin ucapan belasungkawa dan testimoni tentang beliau mengalir dari orang-orang yang terinspirasi oleh pemikiran dan akhlaknya.

Bersama Gus Dur, Cak Nur, Cak Nun, Dawam Raharjo, Imaduddin Abdur Rahim, dan puluhan cendekiawan muslim terkemuka masa Orde Baru, Kang Jalal mencairkan kebekuan pemikiran Islam kala itu. Pelajar dan mahasiswa yang haus ilmu, menemukan pase yang menyegarkan dari ceramah dan buku-buku Kang Jalal.

Isu-isu Kang Jalal berpaham syi’ah, diabaikan demi hasrat mencari ilmu. Saya beruntung ditunjukkan jalan untuk membaca buku Islam Aktual dan Islam Alternatif karya Kang Jalal waktu masih sekolah menengah.

Buku Islam Aktual merupakan kumpulan artikel dan Kang Jalal. Sedangkan buku Islam Alternatif berisi kumpulan ceramahnya. Teringat akan dua buku ini sebenarnya yang memberanikan diri saya untuk membukukan kumpulan tulisan saya yang berserakan di media online dan media sosial.

Tadinya saya kurang percaya diri, pesimis dan under estimate tentang buku saya, yang hanya kumpulan tulisan. Bukan satu buku utuh hasil penelitian ilmiah dengan standar akademis yang ketat.

Akan tetapi, dari dua buku non-akademis Kang Jalal tadi, saya mengambil tiga ajaran yang ternyata menjadi “prinsip hidup” saya.

1) Madzhab jembatan atau madzhab ukhuwah. Di tengah ketegangan antar ormas Islam dan antar ormas Islam dengan pemerintah, Kang Jalal menawarkan madzhab jembatan sebagai alternatif untuk mengademkan suasana.

Jembatan berperan menjadi penghubung antar dua belah pihak yang berseberangan. Resikonya, akan “diinjak-injak” dari kedua sisi.

Mungkin ini yang dimaksud dengan Islam moderat (wasathiyah). Terlepas di kemudian hari Kang Jalal berada di pihak syi’ah dengan mendirikan Ijabi, akan tetapi filosofi jembatan ini menjadi prinsip dari pemikiran saya sampai kini.

2) Menggunakan logika dan sejarah sebagai metode dalam menemukan kebenaran. Kelogisan, akurasi, validasi dan kelengkapan informasi sejarah menentukan kebenaran hikmah/ibrah/natijah yang diambil dari satu peristiwa sejarah.

Di dua buku itu, Kang Jalal memberi contoh tentang hal ini. Terlepas di kemudian hari Kang Jalal berada di pihak syi’ah dengan mendirikan Ijabi, metode logika dan sejarah menjadi prinsip bagi pemikiran saya sampai kini.

3) Berpihak kepada mustadl’afin. Kang Jalal bercerita tentang Abu Dzar al-Ghifari, seorang sahabat Nabi saw yang jujur, berani, oposisi terhadap kemewahan penguasa dan rela terasing lalu mati sendiri.

Terlepas di kemudian hari Kang Jalal berada di pihak syi’ah dengan mendirikan Ijabi, lalu menjadi anggota DPR dari PDIP, berpihak kepada kaum mustadl’afin menjadi prinsip politik saya sampai kini.

Mungkin ajaran berpihak kepada kaum mustadl’afin yang berpotensi membuat orang radikal, karena emosi melihat kezaliman sistem kapitalisme. Akan tetapi radikalisme ini bisa ditangkal dengan filosofi jembatan dan menjadikan logika dan sejarah sebagai metode berpikir.

Selamat jalan Kang Jalal. Semoga Allah swt menerima Kang Jalal di sisi-Nya pada tempat yang terbaik. Al-Fatihah…

Oleh : Ayik Heriansyah – LD PWNU Jabar

Bandung, 16 Februari 2021

- Advertisement -

Berita Terkini