Mudanews.com Opini Redaksi Jakarta | Sepanjang tahun 2025, polemik ijazah Joko Widodo kembali diproduksi sebagai isu publik yang seolah tak pernah selesai. Bagi MudaNews.com, perdebatan ini tidak lagi berkisar pada keaslian dokumen, melainkan pada upaya sistematis mempertahankan kecurigaan. Isu ini hidup bukan karena kurangnya klarifikasi, tetapi karena ada kepentingan yang diuntungkan dari kegaduhan.
Redaksi mencatat, proses hukum telah berjalan dan menghasilkan kesimpulan yang tegas. Klarifikasi resmi, pemeriksaan forensik, serta pernyataan institusi pendidikan telah disampaikan ke publik. Namun, fakta-fakta tersebut tidak diterima sebagai akhir perdebatan. Dalam kondisi ini, kebenaran tidak ditolak karena lemah, melainkan karena tidak sesuai dengan narasi yang ingin dipelihara.
Polemik ijazah Jokowi sepanjang 2025 menunjukkan pergeseran serius dalam etika demokrasi. Kritik yang seharusnya berbasis data berubah menjadi insinuasi yang berulang. Perbedaan pendapat kehilangan pijakan rasional dan menjelma menjadi tuduhan tanpa batas. Publik diseret ke dalam kebisingan yang mengaburkan substansi.
Lebih mengkhawatirkan, sebagian elite politik dan tokoh publik ikut melanggengkan polemik ini. Otoritas moral, gelar akademik, dan pengaruh sosial dipakai untuk memperkuat opini, bukan untuk menguji kebenaran. Ketika suara paling lantang lebih dipercaya daripada data, demokrasi kehilangan kompasnya.
MudaNews.com menilai bahwa kebebasan berpendapat tidak dapat dijadikan dalih untuk menolak fakta. Hak untuk mengkritik selalu melekat pada kewajiban menghormati verifikasi. Tanpa disiplin ini, kritik justru berubah menjadi alat penyesatan publik yang merusak kepercayaan sosial.
Redaksi juga menegaskan bahwa keraguan yang terus diproduksi tanpa bukti bukanlah sikap kritis, melainkan bentuk penyangkalan terhadap akal sehat. Dalam negara hukum, hasil pemeriksaan dan putusan institusi tidak boleh diperlakukan sebagai opini yang bisa dipilih sesuka hati.
Polemik ini, pada akhirnya, bukan sekadar tentang Jokowi sebagai individu. Yang dipertaruhkan adalah wibawa institusi, kredibilitas hukum, dan kepercayaan publik terhadap mekanisme demokrasi. Ketika semua hal bisa dicurigai tanpa dasar, maka tidak ada lagi pijakan bersama untuk menyelesaikan persoalan bangsa.
Menutup catatan ini, MudaNews.com menegaskan posisinya: pers harus berdiri di sisi akal sehat publik. Tugas media bukan memperpanjang kegaduhan, melainkan menjaga agar kebenaran tidak dikalahkan oleh kebisingan politik. Demokrasi hanya akan bertahan jika fakta dihormati, meski tidak selalu menguntungkan kepentingan tertentu.***(Redaksi)

