HMI Badko Sumut Laporkan Dugaan Permufakatan Jahat di BSI, Kerugian Negara Capai Rp17,8 Miliar

Breaking News
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Sumut – Ketua Umum HMI Badko Sumatera Utara, M. Yusril Mahendra Butar-Butar, resmi melayangkan surat pengaduan kepada sejumlah institusi negara terkait dugaan permufakatan jahat dan penyalahgunaan wewenang dalam proses pembiayaan di Bank Syariah Mandiri (BSM), yang kini telah bertransformasi menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI). Pengaduan itu dialamatkan kepada Presiden RI, Menteri Keuangan, Kejaksaan Agung, Komisaris Utama BSI, Kejaksaan Tinggi Sumut, hingga Kepala Kanwil BSI Sumut, sebagaimana tertuang dalam Surat Nomor 167/B/SEK/11/1447 H tertanggal 14 November 2025.

Dalam surat tersebut, Yusril memaparkan dugaan kuat terjadinya penyimpangan pada pencairan pembiayaan kepada Koperasi Karyawan Setuju PT Asam Jawa. Pada periode 2016 hingga 2018, BSM memberikan fasilitas pembiayaan kepada koperasi tersebut dengan total mencapai Rp32,4 miliar. Pembiayaan diberikan secara bertahap melalui tiga kali pencairan. Namun, koperasi hanya mampu mengembalikan bagi hasil sebesar Rp8,2 miliar, sehingga menyisakan kewajiban outstanding sebesar Rp17,8 miliar yang hingga kini belum terselesaikan.

Yusril menilai bahwa sejak awal, proses pembiayaan tersebut sudah menunjukkan indikasi kejanggalan. Ia menyoroti bahwa jaminan pembiayaan yang seharusnya dapat diklaim malah memiliki nilai nol, sehingga bank tidak memiliki perlindungan risiko ketika terjadi gagal bayar. Kondisi ini dianggapnya sebagai bentuk kelalaian serius terhadap prinsip kehati-hatian (prudential banking) yang wajib dijunjung dalam industri perbankan.

Lebih jauh, Yusril menjelaskan bahwa sejumlah pihak di internal bank terlibat dalam proses pemutusan pembiayaan selama tiga tahun tersebut. Setiap pencairan disetujui oleh pejabat unit bisnis dan unit risiko tingkat cabang, area, dan regional. Ia menilai pola pemutusan berulang yang melibatkan banyak pejabat tanpa memperhatikan kelayakan jaminan menjadi indikasi adanya dugaan permufakatan jahat antara pihak bank dan koperasi.

Dalam laporan itu, ia juga memaparkan temuan dugaan penyimpangan pada penyaluran dana koperasi kepada anggotanya. Disebutkan bahwa beberapa individu yang menerima pembiayaan bukan merupakan karyawan PT Asam Jawa, sehingga tidak memenuhi syarat sebagai anggota koperasi. Bahkan terdapat nama penerima yang tercatat memiliki pinjaman meski pada kenyataannya tidak pernah mengajukan permohonan. Ada pula penerima yang mendapatkan pembiayaan melebihi batas maksimal Rp100 juta, yang secara tegas melanggar ketentuan internal koperasi.

Menurut Yusril, seluruh rangkaian kejanggalan itu memperkuat dugaan bahwa proses pembiayaan sejak awal sudah dirancang tanpa memperhatikan aturan dan tata kelola yang benar. Gagal bayarnya koperasi, menurutnya, sebenarnya sudah dapat diprediksi karena jaminan tidak memadai, penyaluran dana tidak tepat sasaran, serta proses persetujuan pembiayaan yang tidak objektif.

Dari seluruh rangkaian dugaan penyimpangan itu, Yusril menegaskan bahwa negara mengalami kerugian hingga Rp15,8 miliar, yang menurutnya muncul akibat kelalaian dan dugaan kerja sama melanggar hukum antara oknum pihak bank dan pengurus koperasi. Atas dasar itu, HMI Badko Sumut meminta Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi Sumut, dan otoritas terkait mengambil langkah cepat untuk melakukan penyidikan, audit, serta tindakan hukum agar kerugian negara tidak semakin melebar.

“HMI tidak bisa tinggal diam melihat potensi kerugian negara yang begitu besar. Laporan ini kami ajukan untuk memastikan adanya penegakan hukum dan akuntabilitas kinerja lembaga keuangan syariah,” tegas Yusril dalam surat pengaduannya.

Ia menutup laporan tersebut dengan harapan bahwa pemerintah dan penegak hukum segera memberikan respons konkret. Menurutnya, kasus ini bukan hanya soal kerugian negara, tetapi juga menyangkut integritas perbankan syariah yang harus dijaga dari praktik-praktik yang bertentangan dengan nilai-nilai transparansi dan tata kelola yang baik.

Berita Terkini