Hendardi: Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Perberat Beban Politik Presiden Prabowo

Breaking News
- Advertisement -

 Mudanews.com Jakarta—Ketua Dewan Nasional Setara Institute, Hendardi, menilai keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menetapkan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional akan menjadi beban politik yang berat bagi pemerintahannya. Menurut Hendardi, keputusan tersebut tidak hanya mengundang kontroversi sejarah, tetapi juga menabrak prinsip moral dan hukum yang seharusnya dijaga dalam pemberian gelar kenegaraan.

Dalam pernyataan persnya, Minggu (10/11/2025), Hendardi menegaskan bahwa publik perlu terus dididik agar tidak mudah dimanipulasi oleh kepentingan politik kekuasaan.
“Bangsa ini tidak boleh mengorbankan kepentingan bersama hanya demi melanggengkan narasi sejarah yang menguntungkan penguasa,” ujarnya.

Manipulasi Sejarah dan Nalar Publik

Hendardi mengingatkan agar pemerintah tidak melakukan manipulasi sejarah dengan menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional. Ia menilai langkah itu menistakan nalar publik, terlebih jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh seperti Marsinah, aktivis buruh yang menjadi korban kekerasan pada masa Orde Baru.
“Mana mungkin Marsinah dan Soeharto menjadi pahlawan pada saat yang bersamaan? Marsinah dibunuh oleh rezim yang dipimpin Soeharto,” tegasnya.

Ia menambahkan, publik yang waras tentu dapat membedakan antara tokoh yang benar-benar berjasa dan tokoh yang meninggalkan luka sejarah. “Kalau Soeharto bersih dan tidak represif, tidak akan ada reformasi 1998,” kata Hendardi.

Melampaui Hukum dan Konflik Kepentingan

Lebih lanjut, Hendardi menyoroti aspek hukum dalam pemberian gelar tersebut. Menurutnya, Undang-Undang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan memiliki syarat ketat yang seharusnya ditaati.
“Soeharto tidak memenuhi syarat itu. Presiden tidak boleh melampaui hukum. Jika melanggar undang-undang atau sumpah jabatan, konsekuensinya bisa sangat serius,” tandasnya.

Ia juga menilai keputusan Prabowo sarat konflik kepentingan, mengingat hubungan pribadi antara Presiden dengan keluarga Cendana.
“Sebagai mantan menantu Soeharto, Prabowo punya konflik kepentingan kuat. Seharusnya dia tidak mengorbankan sejarah bangsa demi kepentingan keluarga,” ujarnya.

Generasi Muda Tidak Bisa Dibohongi

Menurut Hendardi, generasi muda Indonesia saat ini memiliki literasi yang tinggi dan akses luas terhadap informasi sejarah. “Kekejaman Orde Baru tidak perlu dialami langsung. Cukup membaca sejarah yang ditulis oleh banyak sarjana dalam dan luar negeri,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa keputusan pemerintah tidak akan mampu menghapus catatan pelanggaran HAM pada masa Orde Baru.

Beban Politik untuk Pemerintahan Prabowo

Hendardi menilai, langkah Prabowo menjadikan Soeharto sebagai pahlawan justru akan memperberat posisi politiknya di masa depan.
“Setelah keputusan ini, lengkaplah beban politik Presiden. Pemerintahan ini akan tercatat dalam sejarah sebagai rezim yang mengabaikan HAM, memundurkan demokrasi, dan memanipulasi sejarah,” tutup Hendardi.**(Red)

Berita Terkini