Mudanews – Jakarta | Pemerintah menegaskan kebijakann pelarangan kendaraan angkutan barang yang melebihi dimensi dan muatan atau Over Dimension Over Loading (ODOL) tidak akan ditunda lagi. Kebijakan menuju Zero ODOL dipastikan berlaku efektif mulai 1 Januari 2027.
Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Menko IPK) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) saat membuka Rapat Koordinasi Tingkat Menteri Implementasi Rencana Aksi Nasional Penanganan Kendaraan ODOL, di Kantor Kemenko IPK, Jakarta Pusat, Senin(6/10/25).
“Kita semua sepakat bahwa kebijakan zero ODOL ini tidak bisa lagi ditunggu-tunggu ataupun ditunda-tunda. Karena itu dengan ikhtiar dan kerja keras kita semua, diharapkan tanggal 1 Januari tahun 2027, kebijakan zero ODOL ini sudah berlaku efektif,” ujar AHY.
AHY menepis anggapan bahwa kebijakan tersebut tidak berpihak kepada sopir dan masyarakat kecil. Menurutnya, justru kebijakan ini dibuat untuk melindungi keselamatan publik dan mendorong keadilan dalam sistem logistik nasional.
“Sampai kemudian ada pemutarbalikan narasi bahwa seolah-olah kita tidak berpihak pada pengemudi, tidak berpihak kepada wong cilik. Sebaliknya, kita ingin menghadirkan solusi agar bisa menekan angka kecelakaan lalu lintas,” tegasnya.
Data tahun 2024 mencatat 150.906 kasus kecelakaan dengan 26.839 korban meninggal dunia, di mana 10,5 persen di antaranya melibatkan kendaraan angkutan barang. Angka tersebut menjadi dasar kuat bagi pemerintah untuk menegakkan regulasi zero ODOL.
Tantangan dan Rencana Aksi Nasional
AHY mengungkapkan masih banyak tantangan yang dihadapi di lapangan, antara lain tingginya biaya distribusi, lemahnya pengawasan, ketimpangan kepentingan antara pengusaha dan sopir, serta praktik pungli di jalur distribusi.
Pemerintah, katanya, telah menyiapkan sembilan rencana aksi nasional menuju Zero ODOL, di antaranya:
integrasi pendataan kendaraan barang,
pemberian insentif dan disinsentif bagi pelaku usaha,
pengukuran dampak ekonomi dan inflasi,
penguatan aspek ketenagakerjaan dan perlindungan hukum bagi sopir.
“Indonesia harus bebas kendaraan ODOL. Ini kira-kira bisa kita capai bersama tidak? Optimis? Karena saya dengar ini sudah belasan tahun tidak tuntas-tuntas,” ujar AHY.
Sudah 18 Tahun Tertunda
Kebijakan Zero ODOL pertama kali digulirkan pada 2009 dan telah mengalami beberapa kali penundaan — mulai dari target 2017, 2019, hingga 2023.
Kini, setelah 18 tahun berlalu, pemerintah menegaskan tahun 2027 sebagai batas akhir tanpa kompromi.
Penundaan-penundaan sebelumnya disebut karena keberatan dari pelaku usaha logistik, pengemudi truk, dan industri karoseri, serta adanya perbedaan pandangan antar kementerian. Melalui koordinasi lintas lembaga saat ini, pemerintah memastikan tidak ada lagi ruang untuk penundaan baru.
Landasan Hukum
Penerapan kebijakan Zero ODOL ini berlandaskan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang mengatur batas dimensi dan muatan kendaraan barang, serta Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan.
Kedua regulasi tersebut menegaskan bahwa kendaraan yang melebihi ukuran dan daya angkut sebagaimana ditetapkan pemerintah dilarang beroperasi di jalan umum, dan pelanggarannya dapat dikenai sanksi administratif maupun pidana.
Benang Merah: Keadilan dalam Tata Kelola Logistik
Kebijakan Zero ODOL menjadi momentum bagi pemerintah untuk menertibkan tata kelola logistik nasional yang selama ini dikompromikan oleh kepentingan ekonomi.
Langkah ini juga dimaknai sebagai penegasan posisi negara dalam melindungi keselamatan publik tanpa mengorbankan kesejahteraan sopir dan pekerja sektor transportasi.
Dengan rencana aksi lintas kementerian, pemerintah berharap penerapan kebijakan Zero ODOL pada 2027 tidak hanya menurunkan angka kecelakaan, tetapi juga mewujudkan sistem logistik yang adil, efisien, dan berkeadilan sosial.
[Tim red] Sumber: Konferensi Terbuka Kemenko IPK