Mudanews.com- Jakarta | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap skema dugaan korupsi kuota haji 2023–2024 yang melibatkan oknum Kementerian Agama (Kemenag). Modusnya berupa permintaan “uang percepatan” agar jemaah bisa berangkat haji di tahun yang sama melalui jalur kuota khusus tambahan.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut nilai yang diminta bervariasi, mulai dari USD 2.400 hingga USD 7.000 per kuota, sementara sejumlah travel haji juga diduga mengambil keuntungan tambahan.
“Permintaannya berjenjang. Dari oknum Kemenag ke travel, lalu masing-masing travel juga mengambil keuntungan. Misalnya diminta USD 2.400, tapi dari travel bisa diminta lebih dari itu,” kata Asep, Kamis(18/9/2025), seperti dilansir pemberitaan nasional dan keterangan resmi KPK.
Dalam salah satu kasus, uang percepatan sempat dikembalikan oknum Kemenag setelah muncul panitia khusus (pansus) haji di DPR. Uang tersebut kini telah disita KPK sebagai barang bukti.
Aliran Dana dan Juru Simpan
KPK juga menduga adanya juru simpan, pihak yang menampung uang hasil transaksi kuota haji. Penelusuran masih berlangsung, termasuk melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melacak aliran dana, penggunaan kartu, penarikan tunai, hingga rekaman CCTV.
“Karena itu kami berhati-hati. Begitu nanti bisa dipastikan siapa yang menjadi juru simpannya, akan lebih mudah untuk mengurai ke mana saja aliran uang itu bergerak,” tambah Asep.
Status Penyidikan
Kasus ini bermula saat Indonesia mendapat tambahan 20 ribu kuota haji. Namun, pembagian 50:50 untuk haji reguler dan haji khusus diduga menyalahi aturan karena seharusnya kuota haji khusus hanya 8 persen dari total kuota nasional. KPK menaksir kerugian negara akibat pergeseran kuota ini mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
Kasus dugaan korupsi kuota haji ini kini menjadi sorotan publik dan disebut sebagai ujian serius bagi integritas tata kelola ibadah haji di Indonesia.
[Red] – Sumber: KPK & pemberitaan nasional